30

804 35 4
                                    

Author POV

"Masuk, yuk! Pasti nenek udah nunggu," ajak Alby sambil menuntun Evren masuk ke sebuah rumah tingkat yang cukup besar.

Alby bercerita pada Evren bahwa bangunan ini sudah ada sejak ayahnya menginjak usia genap 10 tahun, lebih tepatnya pada tahun 80-an dan ketika masih kecil ayahnya dulu sempat tinggal di Surabaya bersama kedua orang tuanya karena kakeknya Alby ditugaskan untuk bekerja disana. Setelah beberapa tahun kemudian, merekapun kembali ke kota kelahiran, lalu membangun tempat tinggal disini. Alby juga bilang kalau rumah ini sempat beberapa kali direnovasi. Meskipun demikian bangunan ini masih ber-style kuno ala Betawi.

Motor dan mobil sudah terparkir rapih di halaman rumah. Tuan rumah ini juga memiliki ketertarikan pada tumbuhan hijau sama seperti Bunda Mega, sehingga halamannya terlihat semakin sejuk untuk dipandang. Beberapa jenis bebungaan juga dirawat dengan baik seperti mawar, anggrek, dan bougenville

"Kamu yakin mau ajak aku ke dalem?" Evren sedari tadi melihat pakaian seragam putihnya yang sedikit kotor karena habis membersihkan ruang perpustakaan.

Alby langsung memperhatikan Evren dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Gak ah biasa aja tuh."

Evren yang masih ragu, untuk memastikannya ia langsung mencium bau keringat yang ada ditubuhnya. "Ih tapi bau tau!".

Karena penasaran Alby akhirnya ikut mengendus-ngendus aroma tubuh kekasihnya. "Huwekk ... iya bener, bau sampa! Pake H, jadi sampahhh!!" celetuk Alby sambil menyumpat kedua lobang hidungnya menggunakan jari.

Merasa kesal dan malu Evren reflek mencubit tubuh Alby. "Ih, jahat! Jahattt!! Jahattttt!!!"

"Stopp!! Stoppp!!! Sakit sayanggg!!" serunya.

Evren sempat melongo beberapa detik kemudian ia mengeluarkan agumennya. "Kamu aneh, By!"

"Aneh gimana?"

"Aneh aja kamu masih panggil aku sayang meskipun udah dianiaya abis-abisan sama pacar sendiri," jelas Evren.

"Iya-kan aku anak baik-baik. Gak kayak kamu, brutal!" cemooh Alby. "Udah yuk masuk! Kita udah telat banget nih," serunya mengingatkan seraya menunjuk-nunjuk jam yang melingkar ditangan kirinya.

Ketika sudah tiba diambang pintu Evren tiba-tiba saja diberi perintah untuk senyap. Awalnya sih Evren tidak mau karena itu dianggap terlalu berlebihan untuk dijadikan surprise dan sejujurnya ia juga masih tak mengerti yang sedang direncanakan oleh kekasihnya.

"Assalamualaikum, Nek. Alby dateng bawa yang manis-manis nih ...," Ia dengan PD-nya masuk ditengah keramaian sambil pura-pura membawa sesuatu dibalik tubuhnya.

"Wa'alaikumsalam, ehh ... Akhirnya cucu Nenek dateng juga!" Rohaya yang tadinya duduk manis diatas sofa, kini menghampiri Alby, kemudian memberikan pelukan hangatnya serta memberi beberapa cap merah di kedua pipi cucu pertamanya.

Alby langsung tersenyum kecut Mampus!!! Kalo gini jadinya komok gue mau ditaruh dimana?!! gerendengnya seraya melirik mata ke sudut lain, ia sadar bahwa Evren sedang mengintipinya dari balik pintu. Sialan! Cewek gue pake ngintip segala.

Wait, WHATT?!! Evren mendelik dan langsung mengucek-ucek kedua matanya sehabis melihat pemandangan mengejutkan itu.

Aduh mata gue ternodaiii ..., nampaknya ia terlihat kecewa sebab sudah terlanjur penasaran.

Supaya tidak terlalu shame, Alby berusaha untuk mengubah suasana menjadi lebih enjoy. "Hehe maaf ya, Alby udah bikin Nenek nunggu lama."

"Gapapa yang penting sekarang Nenek bisa ketemu sama cucu kesayangan Nenek ini," timpal Rohaya seraya mengacak-acak pony badai milik cucunya.

Alby Pradipta Fachry, cowok paling tenar karena ketampanannya di kelas X IPS 3. Hari ini wajahnya telah dikenal banyak tamu undangan, terutama sahabat neneknya. Ya, hari ini pula ia mendapat pengalaman yang cukup memalukan karena bekas lipstick merah milik Rohaya masih membekas dikedua pipi tirusnya. Ingin rasanya dihapus namun ia tidak tega melukai perasaan Nenek kesayangannya.

"Bentar ya Nek, aku mau kee ... ke belakang dulu." Iapun berjalan ditengah-tengah para tamu undangan, keluarga serta saudara dan saudarinya sambil menundukkan kepala. Banyak dari mereka yang sudah lama menahan suara kekehan. Meskipun suasananya sudah seperti itu Alby tetap berusaha untuk menahan rasa malunya dan memilih untuk meneruskan langkah menuju wastafel, tepat di samping pintu toilet.

"Gila tebel banget!" Alby kaget saat melihat pipinya yang terdapat bercak-bercak noda merah yang dianggapnya menggelikan itu. Alby menghela nafas sedalam-dalamnya sembari membasuh mukanya dengan air yang mengucur deras dari keran tersebut.

"Sialan kagak ilang-ilang!" keluh Alby, ia kelihatan mulai frustasi untuk menghilangkan rona bibir yang tertempel di kedua pipinya.

Pada akhirnya Evren memutuskan untuk membantu Alby. "Sini biar gue aja yang bersihin."

Secara perlahan jari jemari sang pemilik suara itu membantu Alby untuk menghapus noda-noda tersebut, hingga semua benar-benar lenyap. Tadinya Alby hampir saja lupa karena sudah meninggalkan Evren yang sedaritadi masih berada diluar untuk menunggu perintah masuk darinya, untung saja kekasihnya yang cerdas ini tidak perlu diberi code-pun ia sudah peka dan Evren juga mempunyai inisiatif untuk membantunya.

Dari cermin Alby bisa leluasa melihat kecantikan wajah kekasihnya. Ia tersenyum pada cermin itu, lalu senyumannya diarahkan pada Evren yang masih terlihat sibuk membersihkan wajahnya, memakai jari jemarinya yang mungil.

Alby yang jahil tentunya tidak ingin tinggal diam dan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Perlahan tangan kanan Alby meraih jari-jemari kekasihnya, hal itu membuat Evren berhenti untuk mengelus pipinya. Kemudian Alby mengarahkan wajahnya pada Evren. Kemudian didapatilah mereka saling bertatap muka. Mereka juga saling melekatkan pupil mata satu sama lain. Alby tidak lupa untuk menerbitkan senyum manis. Ya, itu membuat mata Evren terbelalak dan sekujur tubuhnya ikut membeku.

Saking terpukaunya pada kecantikan Evren, tanpa sadar ia hingga nekat mendekatkan wajahnya hingga jaraknya kini hanya tinggal beberapa centimeter lagi. Hidung mereka saling bersentuhan, disaat itu pula jantung Evren terasa seperti ingin berhenti berdetak.

"Dasar pesek!" cercanya. Alby memutuskan untuk menghentikan permainan mesra mereka yang konyol itu. "Makasih sayang," gumamnya lembut.

Evren masih mematung seperti orang yang mati rasa, tidak berkedip, tidak pula merespon. Alby melambai-lambaikan tangannya dan sesekali memanggil nama kekasihnya agar Evren terlepas dari alam bawah sadar.

Setelah Evren sadar, mereka berdua langsung melesat ke ruang tamu, tempat dimana semua orang berkumpul untuk merayakan acara ulang tahun Neneknya.

Potong kuenya,
Potong kuenya,
Potong kuenya sekarang juga,
Sekarang juga,

Sekarang juga ... Alby dan Evren ikut melanjutkan lirik terakhir dari lagu tersebut, kemudian diakhiri dengan tepuk tangan meriah seperti yang lainnya.

"Selamat ulang tahun, Nenek ..."

Alby memeluk hangat tubuh Rohaya yang mulai rapuh dan menyuruh Evren untuk melakukan hal yang sama. Rohaya terlihat sangat bahagia ditengah-tengah kerumunan itu. Hingga beliau meneteskan air mata.

"Kalian berdua cocok sekali!" puji Rohaya pada kedua anak berseragam SMA itu.

~●~

Karena author gabut di sekolah jadi alhamdulillah bisa selesaiin part ini :')

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang