43

1.3K 27 5
                                    

Author POV

"Astagfirullah ... Gue kesiangan!"

Waktu sudah menunjukkan jam 6 lewat 15 menit. Semalam Alby memutuskan untuk belajar Matematika setelah melaksanakan shalat tahajud. Kemudian, ia menunggu sampai tiba waktu subuh, namun setelah sholat ia tak sengaja memejamkan matanya sambil berbaring di atas kasur. Alhasil, ia jadi kesiangan untuk berangkat ke sekolah. "Gimana nih? Gue belom mandi, belom ganti baju, belom ngaca, belom ini, belom itu, hadeh-hadehh ...," keluh Alby sembari menepuk dahinya.

Alby langsung ngibrit keluar kamar, kemudian berlari kecil menuju kamar Bunda Mega. "Bun ... Bundaaa ...," panggilnya sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar beliau.

"Ade ape sih, Bang?" tanya Bunda Mega, nampaknya Beliau baru bangun dari alam bawah sadar.

"Bunda, Alby kesiangan!" panik Alby, wajahnya nampak tegang sekali takut diberi keterangan Alpa di buku absen oleh sekretaris dan guru yang mengajar di kelasnya.

Bunda Mega menghela nafas berat. "Abang lupa ya? Sekarangkan hari Sabtu," ucap beliau mengingatkan.

"Oh iya, lupa!" Alby menepuk keningnya. Seketika rasa paniknya sirna. "Maaf ya, Bun. Alby jadi ganggu mimpi indah Bunda." Ia merasa bersalah telah membangunkan beliau, apalagi cara membangunkannya sangat tidak sopan.

"Gapapa, Bang, maklum namanya juga lupa," ucap beliau memaklumi sikap anak semata wayangnya itu. "Bunda pengen tidur lagi ye, masih ngantuk." Beliau kembali menutup pintu kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang nyaman.

"Oke, Selamat tidur, Bunda!"

Bila sudah terbangun dari tidurnya, Alby akan sulit untuk kembali tidur, jadi ia menggunakan waktu senggangnya untuk mencuci motor kesayangannya. Selain itu ia juga membantu Bundanya untuk membereskan ruangan yang ada rumah. Ia tidak merasa keberatan untuk melakukan hal itu, baginya membantu Bundanya sudah menjadi suatu kewajiban dan itu menjadi kebiasaannya sejak berusia 9 tahun.

Ia tahu bahwa surga berada ditelapak kaki ibu. Jadi, ia berusaha memberikan kebahagiaan kepada Bundanya meskipun hanya sebesar butir beras.

Sekitar 2 jam lebih ia berkemas rumah, semuanya jadi kelihatan bersih dan kinclong, terutama motor kesayangannya yang hampir tiap hari rajin ia cuci. Setelah itu, ia mandi, lalu bersantai di sofa ruang keluarga. "Kok si Ren tumben gak nelepon gue balik." Ia malah kepikiran lagi soal keadaan Sang pujaan hati yang belum ada kabar juga hingga detik ini. "Please, Ren. Jangan bikin gue panik!" Ia terus saja berharap bahwa Evren baik-baik saja, meskipun ia cenderung ne-think sejak tadi malam. "Mending gue telepon lagi aja deh, biar gak penasaran." Pada akhirnya Alby memutuskan untuk menghubungi Evren.

Call by Alby

"Eh? Alby?!!" Evren terkejut ketika Alby menghubunginya lagi pagi ini. "Jangan-jangan dia khawatir sama keadaan gue. Mending gue angkat aja deh."

Setelah Evren mengangkat telepon darinya, Alby langsung buru-buru melontarkan berbagai macam pertanyaan. "Ren, kamu baik-baik aja kan? Kok tumben sih semalem gak angkat teleponku? Kamu udah tidur ya? "

Kelakuan Alby terlalu berlebihan sehingga mengundang tawa dibibirnya.

"Kok kamu malah ketawa sih?" tanyanya heran. "Aku-kan serius," ujarnya.

"Abisnya kamu ada-ada aja, baru aku tinggal semalem udah kayak anak ayam yang kehilangan induknya," canda Evren.

"Ih, kamu mah ... Orang lagi panik malah begitu!" ambek Alby. "Yaudah deh lain kali aku gak usah nanya-nanya soal kamu lagi," ujarnya, pura-pura ngambek.

Mulut Evren menganga lebar dalam beberapa detik. "Jangan gitu dong, By! Kan cuma bercanda," pintanya dengan penuh harap.

Alby hanya terdiam. Ia senang Evren telah masuk ke dalam perangkapnya.

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang