Aku berpikir sejenak. Kalo gue turun bareng dia nanti malah jadi bahan gosipanlagi.
Alby berdecak, "Udah ah, kelamaan mikir."
Bukannya pergi meninggalkanku. Alby justru mengandalkan kesempatan dalam kesempitan. Tangannya menarik lenganku kuat-kuat. Seketika kami berdua jadi bahan tontonan murid-murid lain yang juga ikut menuruni tangga ini.
"By, lepasin!" paksaku sambil berusaha melepas cengkeraman Alby.
Alby menuruti perintahku, tetapi mimik wajahnya berubah datar. Entah apa yang ada dipikirannya itu. Apa dia tersinggung pada perkataanku yang kasar? Secara tidak sengaja kutelah membentaknya.
"Lo kenapa?" tanyaku gugup.
Ia masih memandangku datar dengan posisi mulut terkunci.
"M-maaf t-tadi gue gak bermaksud ..."
Belum selesai menjelaskan dia sudah bertanya hal lain. "Ren, telinga gue belom tuli-kan?"
Tidak salah lagi, sepertinya ia benar-benar marah padaku usaiku teriaki tadi.
"Aduhh, maaf banget yaa ... Serius deh tadi gue gak sengaja kelepasan. Seharusnya tadi gue gak usah pake acara teriak-teriakan didepan umum kayak gitu."
Alby heran. "Maksud lo?"
Haduh, bisa ribet nih urusan nggak bakal kelar se-jam buat ngejelasinnya. Mending gue tinggalin aja dah nih orang daripada waktu berharga gue terbuang percuma.
Tanpa basa-basi langkah ini semakin menjauh dari tempat Alby berada.
"Eh, tunggu!"
Sekuat dan secepat apapunku berlari, bahkan sudahku usahakan langkah ini untuk dipercepat namun tetap saja terkejar olehnya. Ya aku kalah cepat karena faktor dari perbedaan langkah kaki antara cowok dengan cewek.
"Ren!!" Alby menahan bahuku agar langkahku terhenti.
"Apa lagi?" tanyaku sedikit sebal
"Jelasin dulu yang tadi!" perintahnya.
"Yang tadi mana?"
"Jangan pura-pura lupa. Padahal baru tadi loh," tuturnya.
Sial, ternyata dia tau kalau aku berbohong.
Bola mataku berputar sejenak. Kulipat kedua tangaku dibawah dada. "Nggak penting!" kataku dengan nada sedikit ditekan.
Alby menggelengkan kepala sebanyak 3 kali. "Pokoknya gue nggak mau tau sekarang juga lo harus jelasin! Bagi lo mungkin itu nggak penting tapi bagi gue ini penting."
Aku tidak menghiraukan perkataannya dan lekas memutar balik arah tubuhku dan berniat untuk lari darinya lagi.
"Maksud lo apa minta maaf ke gue dan ... Kenapa lo manggil gue pacar?"
Langkahku terhenti kembali untuk yang kesekian kalinya, tetapi aku shock setelah mendengar kata itu masuk kedalam gendang telingaku.
"Lo nggak salah dan lo gak perlu minta maaf karena udah ngebentak gue. Yang sekarang jadi pertanyaan adalah kenapa lo manggil gue PACAR?!" Alby kembali memperjelas pertanyaannya yang ditujukan untukku dan mau tidak mau aku harus menjawabnya.
Aku membalikkan tubuh, kini aku kembali berhadapan dengannya dengan kondisi mulut terbuka dan kedua mata melotot kaget kearahnya.
Shit! Jangan-jangan ada yang salah dari perkataan gue. Oh, ya! Tadi gak sengaja gue manggil dia dengan sebutan 'By'. Jangan-jangan dia ngiranya yang gue maksud adalah 'Bae'.
"Please jawab, jangan diem aja!"
"I-itu, Byy ... Eh, m-maksud gue, Al."
"WOYY!!!" teriak seseorang entah darimana asalnya.
Aku dan Alby terkejut bukan main ketika melihat sosok cowok tinggi, berkulit eksotis dan mengenakan jas MPK. Ia sedang berlari kencang dan menuju kearah kami berdua sepertinya ia sudah siap untuk menghajarku.
Jari telunjuknya mengarah tepat padaku. "URUSAN KITA BELOM SELESAI!!"
Mati gue ada Kak Bobcha!
"Al-Al, please tolongin gue!" Aku memohon sangat padanya dan memang ini satu-satunya cara agar dapat mempertahankan nyawaku.
"Kenapa emang? Lo punya masalah sama Kakak itu?" tanya Alby saking herannya.
"Ceritanya nanti aja, intinya sekarang lindungin gue dulu dari amukan singa yang udah siap buat menerkam gue hidup-hidup!" paksaku.
Kak Bobcha berlari sekuat tenaga hingga kini sudah berada tepat dihadapan kami berdua.
"Eh sini lo! Ngapain ngumpet disitu?" kata Kak Bobcha.
Saking takutnya aku terpaksa harus bersembunyi dibalik tubuh Alby yang lumayan kekar.
Alby mulai menampilkan jiwa pemberaninya. "Gue tau lo kakel cuman gue heran aja sama cara lo yang terlalu childish kayak gini."
Kak Bobcha tertawa kecil. "Eh ceking, asal lo tau aja ya, gue ini ketua MPK jadi jangan macem-macem sama gue!"
Hinaan Kak Bobcha membuat Alby semakin bertindak tegas dan percaya diri. "Eh, gue gak ceking yak! Badan lo aja tuh yang kegedean! Trus kalo lo ketua MPK gue mesti taat aturan gitu dibawah pimpinan lo? NGGAK!" balas Alby.
"Ohh, jadi lo pengen ngibarin bendera perang juga sama kayak cewek yang lagi sembunyi dibelakang lo itu?" tantang Kak Bobcha sekaligus sindir keras.
"Kalo iya kenapa?" Alby menerima tantangan Kak Bobcha.
"Lo sama pengecutnya kayak tuh cewek! Paling lo cuma berani ngomong doangkan? HAHA!" ia merendahkan sekaligus mengejek Alby dengan tawa jahatnya, tentu itu membuat Alby semakin memberontak.
"Lo boleh panggil gue pengecut, tapi gue gak terima kalo lo nge-hina dia!" Alby menarik kedua kerah blazer MPK yang dikenakan Kak Bobcha.
"Astagfirullahalazim!"
Seorang guru berlari sekencang mungkin ke tempat kami berada.
Guru itu berusaha melerai pertikaian antara Alby dengan Kak Bobcha. "Udah-udah jangan berantem!! Haduhh ..."
Seluruh siswa-siswi kelas X SMA N Indonic terlihat sangat menikmati tontonan dari aksi pertikaian antara Alby dan Kak Bobcha---yang katanya resmi dicap sebagai ketua MPK----.
"Dia-nya duluan, Pak!" Kak Bobcha menunjuk Alby.
Alby tidak terima tuduhan Kak Bobcha. "Boong, dia fitnah, Pak!"
"Sekarang mending kalian bertiga ke ruang BK!" perintahnya.
Guru itu menyeret Alby dan Kak Bobcha secara paksa. Sayangnya, aku juga ikut terlibat dalam kasus pertikaian mereka berdua. Yasudahlah, lagi pula mereka berdua bertengkar juga awalnya karena ulahku. Ya, jadi mau bagaimana lagi? Semoga saja aku hanya dijadikan sebagai saksi soal pertikaian tadi.
TBC ...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.