Author POV
"Gue baru tau kalo di belakang sekolah ada tempat kayak ini," tutur Evren usai melihat kondisi taman yang terbengkalai di belakang sekolahnya. Terdapat banyak sekali lukisan-lukisan indah di dinding yang telah kusam, selain itu ada pula beberapa meja dan bangku taman yang berbentuk lingkaran yang terbuat dari semen. Sayangnya semua keindahan dan keasrian ini jadi terkesan horor karena disana banyak terdapat pepohonan lebat dan rerumputan yang cukup tinggi.
"Ini untuk kedua kalinya kamu ngajak aku ke tempat yang terkesan angker, kenapa sih suka banget sama hal-hal yang berbau mistis?" ambek Evren pada kekasihnya.
"Bukannya kamu suka?"
"Itu Raka, bukan aku!"
"Oh, kirain."
"Kan udah aku bilang kalo aku ini penakut!"
"Nggak ada salahnyakan buat nyoba ngilangin rasa takut itu?"
Evren semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran kekasihnya yang semakin berbau mistis. "Pokoknya aku nggak mau lama-lama disini!" pinta Evren.
Alby terkekeh kecil melihat wajah kekasihnya yang mulai ketakutan. "Siapa juga yang betah lama-lama disini."
"Terus tujuan kamu ngajakkin aku ke sini buat apa?"
Alby menarik Evren dan mendudukinya disalah satu bangku taman, sedangkan ia duduk tepat dihadapannya sambil memandang Evren dengan wajah serius. "Aku ajak kamu kesini supaya nggak ada satupun orang yang akan mengganggu pembicaraan kita berdua," jelas Alby. Ia sudah menerka bahwa Wiam tidak akan tahu apabila mereka berdua berada di tempat seperti ini.
Evren belum berkomentar apapun, ia lebih memilih Alby untuk menjelaskan tujuannya lebih rinci.
"Aku perhatiin belakangan ini kamu sering murung, sering marah-marah nggak jelas, suka ngambek tanpa sebab, suka telat dateng ke sekolah dan gak nafsu makan, tiba-tiba sering sakit kepala, suka ngantuk pas jam pelajaran, jarang aktif bertanya dan menjawab di kelas, nilai pelajaran kamu menurun dan yang lebih parah lagi si Wiam jadi semakin nempel sama kamu. Apa yang sebenernya terjadi? Kenapa mata kamu sembab? Apa kamu begadang semalaman sambil menangisi sesuatu? Apa ada orang lain yang menyakitimu?" bertubi-tubi Alby melontarkan pertanyaan. "Oh atau jangan-jangan semua ini gara-gara Wiam, ya?" Alby ne-think karena cemburu melihat Wiam yang terus berusaha untuk merebut Evren darinya.
Bukannya menjawab, Evren justru tertawa kecil dihadapan Alby. "Kamu ngelatur ya?"
"Aku serius," ucap Alby dengan wajah datar.
Evren semakin tertawa melihat tingkah Alby yang sok serius. "Ngomong apa sih kamu? Daritadi aku nggak paham," Evren berusaha agar dapat merahasiakan permasalahan dalam hidupnya juga ia berusaha keras untuk menutupi kegelisahannya dihadapan Alby, karena ia tidak ingin menyusahkan Alby.
Meski sudah ketahuan, Evren tetap saja berusaha mengelak, ia tidak ingin Alby ikut memikirkan hal yang sedang ia pikirkan saat ini. Terus terang saja, Evren tidak bisa berhenti memikirkan kondisi ibunya yang masih belum pulih hingga detik. Beliau terbaring lemah dengan infusan yang tertempel dilengan kirinya. Sebagai seorang anak, pemandangan itu teramat menusuk hati lembutnya. Sudah cukup ia menyusahkan Wiam dan kedua sahabatnya. Rania dan Elin telah berjanji agar tidak menceritakan ini pada Alby dan mereka telah diperintahkan untuk pura-pura tidak tahu. Sebenarnya Wiam juga diperintah demikian oleh Evren, namun tetap saja ia tidak bisa menahan rasa ibanya pada Evren yang semakin hari semakin malas untuk beraktivitas.
"Kamu yakin?" tanya Alby sembari meraih kedua telapak tangan kekasihnya.
Evren menunduk sekejap dan menganggukan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Warm Boyfriend
Teen FictionPertemuan bukanlah keutamaan. Kedekatan bukanlah jaminan. Suka bukanlah tumpuan. Cinta bukanlah kepastian. Dan sayang bukanlah alasan. Karena orang yang benar-benar bisa menjadi penghangat, itulah yang kucari diantara kalian. ©oneda_ 01/02/18