29

852 35 0
                                    

Author POV

"Ren, bagaimana sekolahmu?"

Andriansyah kini sedang mengintrogasi anak sulungnya yang sudah cukup lama menjalani hari-harinya di sekolah. Beliau sepertinya juga sudah mempersiapkan berbagai macam pertanyaan untuk dijawab langsung oleh Evren.

Evren sangat antusias dengan pertanyaan tersebut, karena kalau bukan Ayah dan Ibunya yang memaksa untuk bersekolah di SMA Indonic belum tentu ia dapat bertemu dan menjalin hubungan asmara dengan Alby Pradipta Fachry. "Not bad. Thanks, Dad!" tuturnya dengan sangat manis.

Hanya dengan melihat senyuman yang terlukis indah dibibir anak sulungnya Andri sudah memahami dengan jelas. Beliau ikut senang apabila Evrenmulai melupakan rasa kekecewaannya soal sekolah. Nampaknya Evren juga merasa bahagia untuk bersekolah di tempat masa muda beliau dulu, begitulah pemikiran Andri saat ini.

"Oh, ya. Ayah mau ke kamar dulu ya." Beliau lekas berdiri dari sofa yang ia duduki kemudian pergi meninggalkan anak sulungnya yang masih memperhatikan langkah beliau.

Evren lanjut membaca novel baru yang kemarin ia beli bersama Alby disalah satu toko buku terdekat.

Evren tidak terbiasa mengobrol panjang lebar dengan Ayahnya terutama soal kehidupan yang ia alami dan menyangkut masalah pribadi, jadi tidak heran bila tadi Evren hanya menjawab sekedarnya dengan kata-kata yang singkat, padat dan jelas.

Jika dilihat-lihat ia memang jauh lebih dekat dengan Ibunya meskipun Ibunya terkadang sibuk dengan masalah wirausaha akan tetapi beliau tetap stay di rumah dan hampir setiap hari mengurusi semua kebutuhan dia dan adiknya. Lain hal-nya dengan Andri yang bekerja sebagai karyawan swasta, selain itu beliau juga sering sekali pulang larut malam dengan berbagai macam alasan soal tugas tambahan yang diberikan oleh Boss-nya. Itu menjadi faktor utama Evren tidak begitu dekat dengan Ayahnya. Ditambah lagi dengan sikap cuek yang Andri miliki membuat anak sulungnya juga bersikap sedemikian persis saat mereka berdua sedang berbicara.

Evren merasa was-was pada Ayahnya sendiri, itulah yang ada dilubuk hatinya yang paling dalam. Ia sendiripun belum tahu pasti alasan sikap kehati-hatian itu muncul. Belakangan ini ia merasa ada sesuatu yang aneh. Seperti ada kejanggalan antara ia dan Ayahnya. Bila dipikir secara logika, ia sangat curiga pada kebiasaan Ayahnya yang pulang larut malam dengan alasan sesederhana itu.

Baginya itu terdengar memuakkan dan mengundang rasa penasarannya semakin tinggi. Rasa keingin tahuan lebih memang sudah ia tanamkan sejak kecil dan ia sangat menyukai hal itu. Disisi lain ia juga merasa risau bila pikiran negatif yang ada di dalam kepalanya itu benar-benar akan menjadi kenyataan pahit suatu hari nanti.

Kefokusannya ketika membaca novel jadi terganggu dan ia jadi sulit menghayati setiap kata yang telah dicetak rapih oleh sang penerbit buku tersebut. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menyudahinya dan masuk ke kamarnya untuk merebahkan tubuh. Sebenarnya hari ini ia tidak merasa lelah sedikitpun hanya saja ia ingin menyendiri di kamar seperti yang biasa ia lakukan ketika pikirannya sedang bercabang melebihi kapasitas. Rasanya kini menjadi campur aduk ketika mengingat sikap cuek Ayahnya terhadap Ibunya.

Sejujurnya Evren tidak begitu memahami soal kehidupan orang-orang dewasa, terlebih lagi soal pekerjaan maupun kehidupan rumah tangga. Akan tetapi dimasa yang labil ini ia mampu mengontrol emosinya. Bukan hanya itu, ia juga mempunyai pemikiran dewasa dalam menyikapi segala hal yang terjadi dalam kehidupannya, itulah kelebihan anak sulung dari keluarga ini.

Inget Ren, lo gak boleh terlalu mencurigai seseorang apalagi tanpa ada bukti sedikitpun! Biar bagaimanapun lo tetap harus berpikiran positif mengenai sikap Ayah yang bisa dibilang tidak masuk akal itu!

Zettt ... Zettt ...

Pemikiran Evren teralihkan oleh getaran smartphone-nya yang ditaruh di atas meja belajar.

Sejak tadi malam ia tidak sempat untuk memegang benda itu sama sekali, karena terlalu sibuk mengerjakan PR Ekonomi-nya. Kalau sudah terfokuskan mengenai tugas Evren pasti akan menuntaskannya secepat mungkin dan tak jarang pula ia akan mengabaikan benda itu. Karena ia tahu kalau pada saat belajar sambil memegang smartphone ia bisa salah fokus dan malas untuk mengerjakan tugas apalagi kalau dapat notifikasi dari kekasihnya.

Alby.PF: Hai, Sayang ... :)

Alby.PF: Kok gak dibales sih? Lagi sibuk ya?

Ya ampun, ternyata ada chat dari Alby pukul 21.50 WIB.

Evren yang merasa tidak enak hati langsung saja membalas chat darinya.

Ev.Ren: Hai juga, Sayanggg ...

Ev.Ren: Maaf banget ya semalem aku lagi kerjain PR :(

Tanpa menunggu lama langsung muncul lagi notifikasi dari Alby.

Alby.PF: Lain kali bilang dulu ya kalo mau ngerjain PR, biar nanti aku ke rumah kamu abis itu kita bisa kerjain bareng :)

Alby.PF: Semalem aku begadang sampai jam 3 pagi buat nunggu chat dari kamu dan sekarang aku jadi ngantuk, haha.

Ev.Ren: Hehehe, iya lain kali aku kabarin dulu

Ev.Ren: Hah, serius kamu? Ya ampun ... Alby aku jadi enggak enak sama kamu :(

Ev.Ren: Maaf banget yaa ...

Alby.PF: Gapapa kok

Alby.PF: Aku paham

Ev.Ren: Sekali lagi aku minta maaf yaa ... :(

Alby.PF: Iyaa, sayanggg ... :)

Ev.Ren: Kalo gitu kamu istirahat aja dulu, kasian kamu jadi ngantuk gara-gara kurang tidur :(

Alby.PF: Santai aja, kamu nggak perlu khawatir

Alby.PF: Lagi pula sekarangkan udah ada kamu, hehe.

Alby.PF: Btw, besok abis pulang sekolah kamu ada keperluan lain nggak?

Ev.Ren: Hehe ~

Ev.Ren: Kayaknya sih nggak ada, emang kenapa?

Alby.PF: Kalo besok kamu pulang ke rumahnya lebih lambat boleh nggak?

Ev.Ren: Kurang tau deh, nanti aku coba tanya Ibu dulu

Alby.PF: Oke, nanti jangan lupa kabarin yaa

Alby.PF: Oh, ya. Aku mau nemenin Bunda aku ke supermarket dulu ya :D

Ev.Ren: Sip, hati-hati dijalan :)

Alby.PF: See you later! <3

"Dasar cowok alay!" umpat Evren sambil tiada hentinya tersenyum saat memperhatikan emoticon bergambar love yang pertama kali Alby kirim untuknya.

~●~

Masih adakah yang stay dilapak cerita ini? :v

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang