7 [part 2]

1.8K 123 47
                                    

Evren POV


Welcome to SMA N Indonic.

Jika kulihat-lihat sekolah ini lumayan bagus. Ukuran Pos Satpam-nya terlihat lebar, di sebelahnya ada pula Masjid bertingkat, bangunannya lebih luas bila bandingkan dengan yang ada di SMP-ku dulu. Lahan area parkir bagian dalam sekolah cukup luas untuk menampung kendaraan para guru, karyawan, staff, dll, terkecuali murid yang telah disediakan lahan parkir sendiri pada sisi kiri gerbang sekolah bagian luar, jika dibandingkan lahannya bisa 2 kali lipat lebih luas.

Ngomong-ngomong soal gerbang sekolah. Aku terkejut usai masuk ke dalam. Ternyata sekolah ini memiliki dua gerbang sekolah. Yang satu letaknya diluar atau lebih tepatnya di tepi jalan umum dan satunya lagi berada di dekat Green House. Tapi jangan salah, ternyata di belakang dan samping kiri Green House ada meja piket dan ruang guru yang siap menghadang siapapun yang berani kabur dari sekolah. Dengar-dengar sekolah ini juga memberlakukan sistem point.

Toh, bukannya lolos malah tertangkap basah ditambah lagi dapat point, masih mending dapat point undian lah kalau point pelanggaran siapa yang mau coba? Lain lagi urusan kalau yang melakukan itu orang-orang bernyali besar yang justru tekadnya bulat ingin cari mati. Aku sih, No.

Banyak Kakak-Kakak memakai jas berwarna biru tua, tetapi masing-masing warna kerah mereka bervariasi mulai dari warna biru muda, kuning dan ada pula merah muda. Merah muda? Warna yang feminim sekali. Mereka terlihat sangat sibuk kesana kemari sambil membawa beberapa lembar kertas semacam berkas-berkas penting.

"Dek, lo IPA atau IPS?" tanya salah satu cowok dari mereka.

Hello ... Ini-kan masih pagi toh jangan bikin semangat apiku berubah menjadi bad mood lagi gara-gara Kakak ini tanya soal jurusan.

"Emang kenapa, Kak?" aku malah balik bertanya.

"Yaelah ribet amat tinggal jawab apa susahnya sih, Dek?"

"IPS!" ketusku.

Orang itu tiba-tiba terkekeh sendiri usai menyimak logat bicaraku. "Kalo diliat-liat sih, lo emang cocok Dek masuk IPS!"

Wow, nice! Baru ingin melangkah masuk ke gerbang dua aku sudah lebih dulu mendapat sambutan dari seorang musuh baru. Tapi, kenapa mesti harus ketemu sama Kakak kelas yang model begini sih?

"Bobchaa!!"

"Apa sih? Lo nggak liat apa kalo gue lagi sibuk?"

Oh jadi itu nama manusia laknat yang sekarang ada di hadapanku. Haha, namanya kedengaran agak aneh sih. Tapi, sesuai juga sama orangnya yang aneh!

"Sibuk apanya? Daritadi lo aja kerjanya nggak becus!" aku membantah perkataan Kak Bobcha yang tidak sesuai dengan perlakuannya.

"Sembarangan lo kalo ngomong!" ia berusaha membela diri.

"Sembarangan gimana? Itu fakta kok!" ucapku semakin ngotot.

"Udah apa udahh!" salah satu teman dari cowok menyebalkan itu berusaha melerai adu mulut antara kami berdua dan menarik paksa lengan Kak Bobcha.

"Lepasin!" Kak Bobcha menyikut temannya.

"Kak, lo emosian banget sih jadi orang? Terbukti lo sampe kasar sama temen sendiri."

Biar bagaimanapun temen Kak Bobcha tidak salah apa-apa.

"Terus kenapa? Masalah buat lo?" ungkapannya dipenuhi rasa emosionalis.

"Gue gak terima lo bertindak kasar ke Kakak itu! Apa lagi yang lo kasarin itu cewek, kalo cowok masih gue tolelir."

"Ohh, jadi lo mau gue kasarin juga?"

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang