AUTHOR POV
Setelah keduanya sepakat mengobrol di kelas, mereka berbincang dengan asik tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya
"Kamu mau cerita apa?" Tanya Evan membuka percakapan
"Bentar, kamu kenal Nando gak?"
"Nando? Kelas 9A bukan sih? Yang pendiem itu kan?" Jawab Evan sambil mengingat-ingat
Pendiem kata mu? Ngeselin iya! -batin Lita
"Hm, iya yang itu." jawab Lita kikuk, bingung harus menanggapi bagaimana
"Van, menurut mu dia orang yang baik nggak?" Tanya Lita meminta pendapat Evan
"Kayak nya sih baik, Lit. Mukanya manis-manis lugu gitu," balas Evan sambil terkekeh
"Btw, kenapa kamu bisa kenal dia?"
"Pas di kantin, aku pernah gak sengaja nabrak dia yang lagi bawa milk tea. Terus tumpah ke seragamnya dikit. Aku minta maaf, dia cuma jawab 'hm'. Kirain kan dia marah, tapi dia langsung nyambung 'lain kali hati-hati' sambil senyum tipis. Terus aku jawab 'maaf banget kak Nando' sambil ngelirik badge kelas sama badge nama," cerita Evan secara singkat
Kamu nggak seburuk yang kukira ya, Ndo -celoteh Lita dalam hatinya
"Ceroboh banget kamu, Van. Untung yang kamu tabrak Nando, coba kalo kakak kelas yang lain, kamu bakalan dipermalukan!" tanggap Lita sambil tertawa
"Lit, kenapa nanya-nanya Nando? Kamu suka ya?" Ejek Evan
Anjir, skakmat. Aku harus bilang apa ini? -batin Lita panik sendiri
"Ap- apaan sih, Van? Enggak lah, masa iya selera ku yang pendiem gitu." Elak Lita tersendat. Ia mengalihkan pandangan pada teman-teman nya yang sedang bermain kartu
Evan tau bahwa gadis tersebut mulai penasaran dengan Nando, si kakak kelas pendiam. Evan tidak memaksa Lita untuk jujur tentang perasaannya. Ia hanya menunggu waktu. Tapi, ide jahil muncul di otak Evan
"Masa? Kok aku nggak percaya? Kenapa gugup juga pas tadi jawab?" Goda Evan dengan pertanyaan beruntun
"Mungkin sekarang masih belum suka," ujar Lita keceplosan
"Hah?" Evan melongo, heran dengan tingkah Lita yang tidak seperti biasanya. Lita adalah orang yang tertutup mengenai masalah-masalah pribadi. Namun ini, ia malah mengucapkannya seolah tanpa beban
"Eum maksud ku, aku nggak suka dia." tambah Lita gelagapan. Ia menutup mukanya menggunakan kedua tangan
Ini mulut kenapa nggak bisa ngontrol sih, ya Tuhan -batin Lita
"Belum suka atau nggak suka?" Evan sengaja memanas-manasi suasana
"Bel-- ehh, enggak maksud ku. Iya, nggak suka." ucap Lita kikuk
"Kalo suka bilang aja kali. Semakin kamu menahan rasa, semakin kamu kepikiran dia." ucap Evan bijak
Apa aku harus mengungkapkan perasaan duluan? Gak ah, ntar disangkain murahan -pikir Lita
"Gak usah sok bijak gitu ah, aku gak suka sama Nando, kok." Elak Lita, lagi
"Terserah. Ntar kalo kamu suka Nando, aku bakalan jadi orang yang ketawa paling keras," Ejek Evan
"Udah ah, aku males cerita sama kamu. Pengennya di kasih saran, malah ditimpuk ejekan." Lita mulai kesal
"Sana balik ke bangku mu, aku mau chatting lagi sama Gaby," usir Evan kejam dengan gerakan tangan mengusir
"DASAR TEMEN JAHANAM!" Umpat Lita dengan suara keras, nyaris berteriak
"Sudah, cepet balik. Gak usah misuh-misuh," Ujar Evan sambil menampakkan senyum miring
"Evan tai, Evan tai, Evan tai, Evan tai, Evan tai," rapal Lita terus-terusan
Sedangkan Evan menampakkan wajah bahagianya. Kapan lagi dia mengejek Lita sampai yang diejek memaki-maki?
Jujur, ia suka dengan kepribadian Lita. Entah mengapa, lama-kelamaan Evan lebih menyukai cewek yang tertutup, bukan seperti Gaby yang sukanya menjadi sorotan publik. Tapi ia sadar, yang menjadi pacarnya saat ini adalah Gaby, bukan Lita
Mau tak mau, Evan mencoba menerima segala kekurangan Gaby. Ia tidak boleh egois, ia tidak boleh berpaling hanya karena Gaby sedikit tidak sesuai kriterianya. Ia sadar, bahwa banyak cowok diluar sana yang ingin menempati posisinya. Sebisa mungkin, ia menempatkan Gaby pada prioritas
Setelah secara tak sadar membandingkan Lita dan Gaby, Evan kembali fokus pada hp nya, chatting dengan pacarnya yang sangat berkarisma.
Dalam hati, ia sangat bersyukur, dapat menduduki tempat terpenting di hati Gaby. Karena untuk mendapatkan gadis itu, bukanlah hal yang mudah. Perlu perjuangan ekstra dan sepenuh hati. Makanya, Evan dapat menghargai Gaby sebagaimana perjuangan nya ingin dihargai oleh gadis tersebut
Semoga kita langgeng ya. Dapetin kamu aja susah, apalagi lepasin kamu, hehe
Evan geli sendiri dengan perkataannya.
LITA POV
Jahanam banget si Evan, astaga. Bikin badmood ae. Udah gitu, gak ngerasa bersalah, malah lanjut chatting sama pacarnya
Ya tau sih, aku ganggu waktu mereka berdua. Seenggaknya bilang kek, jangan main usir-usir seenak jidat dia
Ah, jadi kesel kan! Terus aku harus apa sekarang? Main sama Tasya? Biasanya dia lagi berselancar di media sosial. Sama Michelle? Bukan di kasih solusi, malah di ajak galau-galau an. Sama Nando? Masa iya sih sama dia, aishh
Oke, aku harus nekat! Masa si Brutal pasif? Aku mau ngajakin Nando ke kantin, sekalian kenalan lebih dalem. Modus dikiitt aja gak bikin mati kok.
*****
Aku berjalan di koridor kelas 9. Banyak yang menatapku dengan berbagai ekspresi. Ada yang heran, kagum, sinis dan sebagainya. Tapi, aku sih biasa aja. Nggak senyum, nggak balik natap sinis, pokoknya pasang muka flat
Sesampainya di depan kelas 9A, aku bertemu pandang dengan seorang laki-laki. Aku baru ingat, orang itu sama dengan orang yang menatapku intens saat upacara
"Permisi, ada Nando?" Aku memberanikan diri untuk bertanya
Laki-laki tadi melongo menatapku. Aku yang di tatap demikian hanya mengerutkan kening
"Ooh, ada. Tunggu bentar. NANDOO, LO DI CARIIN GEBETAN LO!!!" Teriak laki-laki itu tak tau malu, dengan suara menggelegar
Lalu, aku melihat Nando mendekat. Ia tersenyum manis sambil berkata
"Eh, Lita. Ada apa, Lit?" Tanya nya dengan hati-hati
Aku tak menjawab, hanya mengendikkan dagu. Lalu dia menarik pergelangan tanganku, menjauh dari kerumunan orang-orang yang kepo
KAMU SEDANG MEMBACA
Brutal in Love
Fiksi RemajaBagaimana jika tiba-tiba dua orang menyeretmu masuk dalam kehidupan mereka secara bersamaan? Lalu, peran konyol apa yang sedang dimainkan oleh keduanya? Adakah unsur kesengajaan di sini? Lita secara tak sengaja melakukan eyes contact dengan Darren...