Setelah saling sapa dalam keterkejutan itu, Nando berteriak ke arah kamar Darren lumayan keras. Ia tak peduli jika para tetangga terbangun karena suaranya.
"REN, BURUAN KELUAR!" setelah berucap demikian, Nando bergegas lari mengelilingi kompleks rumah Darren. Ia tak menganggap kehadiran Lita di sana, bahkan untuk pamit pun tidak.
"ADA APA, NDO?!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari dalam rumah. Lelaki itu berlari tergesa-gesa menyusul temannya di luar. Sesampainya di depan pagar, lelaki itu dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis yang dulu -atau bahkan sampai saat ini- menghuni hatinya.
"Lita, ngapain lo di sini?" Tanya Darren spontan tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Lita tak menjawab, tiba-tiba ia terisak pilu. Darren yang tak tahu menahu tentang apapun, bingung harus berbuat apa. Akhirnya, lelaki itu merangkul Lita dan berusaha menenangkan gadis tersebut.
"Lo kenapa? Lo abis diusir dari rumah?" Tanya Darren serius. Ia tidak niat bercanda, bahkan raut wajahnya terlihat tegang dan panik.
Lita masih diam saja, ia mengeratkan rangkulan Darren pada tubuhnya. Tidak bermaksud modus, gadis itu memang sedang membutuhkan sandaran.
"Masuk ke rumah gue aja ya? Kita ngobrol di dalem," Ajak Darren sambil menuntun anak manusia yang sudah bertamu ke rumahnya pada pagi hari ini.
Setelah duduk di sofa dan menatap pantulan dirinya di depan layar televisi yang mati, Darren menatap Lita dengan tatapan horror.
"Lit, lo gapapa kan gue tinggal sendiri?" Tanya Darren penuh harap. Ia ingin menghilangkan diri dari hadapan Lita sejenak untuk mengambil kaus dan menutupi tubuh bagian atasnya. Benar, tadi ia terburu-buru karena panggilan Nando yang menuntut, hingga ia lupa mengenakan kaus.
"Jangan, Ren. Temenin aku bentar aja, habis itu aku pulang." Lita memaksa agar Darren tetap di sisinya.
"Gue sungkan sama lo, Lit. Masa gue nggak pake baju,"
Lita terkejut mendengar ucapan Darren. Untuk memastikan, gadis itu melihat wajah Darren yang memerah, kemudian turun ke arah dadanya yang lumayan bidang untuk ukuran siswa SMP. Lita baru sadar, ternyata saat Darren merangkulnya tadi, lelaki itu tidak memakai sehelai benang pun pada tubuh bagian atasnya.
"Ehm-- uhuk-- ka-- kamu boleh ambil bajumu dulu," balas Lita canggung sambil membuang muka dari Darren.
"Wait, gue cepet kok. Lo jangan terombang-ambing. Gue belum sixpack 100%. Tunggu ya, nanti lo kok, orang pertama yang---" sebelum Darren menyelesaikan kalimatnya, Lita segera melemparkan tatapan membunuh.
"Hehe, bercanda. Biar lo nggak nangis lagi. Yaudah, lo tunggu sini ya," pamit Darren, kemudian menuju kamarnya di lantai dua.
*****
"Ren, kita ngobrolnya di luar aja. Aku nggak enak sama keluargamu," pinta Lita sambil menarik pergelangan tangan Darren agar mengikutinya ke taman kompleks.
"Lo pengen flashback pas lo ngabisin gorengan sama gue di sore itu, ya?" Tanya Darren sambil menujukkan senyum mautnya. Matanya menelusuri tempat dimana ia dan Lita menghabiskan gorengan dan minuman isotonik berdua ditemani anak-anak kecil yang riang bermain.
"Ren, gak waktunya bercanda, please." Darren merasa bersalah karena guratan sedih itu kembali tampak di wajah Lita.
"Sorry-sorry. Lo mau cerita apa?" Tawar Darren sambil mengelus bahu Lita yang kembali bergetar karena tangisan.
"Nando, Ren! Kenapa dia jadi seperti ini? Bahkan aku nggak kenal dia yang sekarang. Oh my God, dia kabur dari rumah, Ren! Ibunya telepon aku tadi. Beliau bingung anaknya pergi kemana dan cari info ke aku. Apa yang bikin Nando berubah, Ren? Dia nggak bisa lagi memberikan kehangatan dan kenyamanan buat aku, sekarang dia dingin dan tak tersentuh." Jelas Lita sambil mengusap matanya yang berlinang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brutal in Love
Teen FictionBagaimana jika tiba-tiba dua orang menyeretmu masuk dalam kehidupan mereka secara bersamaan? Lalu, peran konyol apa yang sedang dimainkan oleh keduanya? Adakah unsur kesengajaan di sini? Lita secara tak sengaja melakukan eyes contact dengan Darren...