"Dek, ngapain di sini?" Tanya laki-laki tersebut sambil menajamkan mata untuk mengenali gadis di hadapannya.
Lita hanya menggelengkan kepalanya, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Namun, lelaki itu peka, jika ada perempuan menangis yang ditanyai hanya menggelengkan kepalanya, itu artinya ia belum mau menceritakan masalahnya pada orang lain. Jadi, lelaki itu menggandeng tangan Lita dan menuntunnya ke bangku yang tadi di dudukinya.
"Permisi ya dek. Ayo duduk di sana, saya temani." Lelaki itu sangat sopan dan sabar menghadapi Lita.
Lita menerima tawaran orang itu. Sekilas menilai, ia adalah cowok baik-baik. Jadi untuk sementara waktu, gadis itu menggantungkan diri pada lelaki yang baru ditemui nya tersebut.
Setelah Lita mendudukkan diri dengan posisi nyaman, lelaki itu duduk di sebelahnya, sambil memancarkan sorot khawatir. Keadaan Lita sangat berantakan. Rambut yang acak-acakan, mata lumayan sembab, wajah memerah, dan suara yang serak. Untung saja lelaki itu termasuk orang yang supel, jadi ia tidak canggung menghadapi orang baru.
"Kenapa nangis, dek? Habis dimarahi guru? Atau dapat nilai jelek?"
Ketika semua orang memandang Lita saat ini, mereka akan mengira Lita habis diputusin pacar. Namun tidak dengan lelaki itu.
"Eng--gak kak," jawab Lita sambil sesenggukan.
"Oh, lebih baik kita kenalan dulu yuk. Saya Zevan, dari kelas 9A. Kamu?"
Lita tertegun sejenak, kalau kakak ini dari 9A, berarti ia adalah teman sekelas Darren dan Nando. Ah sudahlah, itu tidak penting. Lebih baik ia merespon kakak kelas baik hati yang mau menolongnya ini.
"Aku Lita, kelas 8A."
Zevan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia terdiam sejenak, mencari topik pembicaraan. Setelah sekitar 20 detik, Zevan kembali membuka pembicaraan.
"Kenapa tadi nangis, dek? Ada yang menyakiti kamu?"
"Banyak kak." Jawab Lita sambil terisak lebih keras.
"Yaudah, kamu nangis dulu aja deh,"
"Kakak jangan lihat aku, aku malu." Pinta Lita sambil menutupi mukanya.
"Fine,"
Setelah membiarkan Lita menangis selama beberapa menit, Zevan menumpukan tangan nya di atas tangan Lita.
"Kamu tau dek, banyak banget orang di luar sana yang bermuka dua. Kita harus pandai-pandai mencari teman. Jangan sampai pertemanan kalian itu menjadi simbiosis parasitisme. Dia untung karena telah menyakiti kamu, dan kamu yang rugi karena telah disakiti dia." Ucap Zevan tiba-tiba.
Selain kaget dengan ucapan Zevan yang tiba-tiba, Lita juga kaget karena gerakan tangan Zevan. Lita tak berpikir macam-macam, ia menebak bahwa itu hanya sekedar cara untuk menenangkan seseorang yang sedang menangis.
"Bukan masalah pertemanan kak, tapi masalah percintaan." jelas Lita, masih dengan isakannya.
"Mungkin kamu ingin berbagi cerita? Cerita aja sama saya," Zevan menawarkan.
Lita terdiam. Ia ragu menceritakan permasalahan ini kepada orang yang baru dikenalnya. Tapi untuk saat ini, ia juga tak kuat menahan segalanya sendirian. Akhirnya, Lita memutuskan untuk menceritakan kepada kakak kelasnya itu.
Selama Lita bercerita, Zevan sangat-sangat menghargai gadis tersebut. Ia tidak pernah memotong pembicaraan sama sekali. Jika ia merasa tak paham, ia hanya mengerutkan dahinya. Selebihnya, hanya mengangguk-angguk. Setelah selesai, Zevan berpikir sebentar. Apa yang sekiranya harus disampaikan kepada gadis seusia Lita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brutal in Love
Teen FictionBagaimana jika tiba-tiba dua orang menyeretmu masuk dalam kehidupan mereka secara bersamaan? Lalu, peran konyol apa yang sedang dimainkan oleh keduanya? Adakah unsur kesengajaan di sini? Lita secara tak sengaja melakukan eyes contact dengan Darren...