Dia?

874 22 0
                                    

Dea berjalan menuju kamar kontarakannya sendiri, dilepasnya sepatu yang biasa menutupi jari-jari kakinya. Dea berlari kocar-kacir memasuki kamar miliknya disebelah kamar Vanila.

Dibantingnya bantal berwarna merah hati itu, hingga bantal itu melampias jauh didepan lemari. Dea menengkulupkan wajahnya dibalik tangannya, sesekali Dea menutupkan matanya lebih dalam untuk melihat dunianya.

"Udahlah Dea" hibur Vanila yang berada diluar kamar Dea. Dea hanya menatap linglung pada pintu dikamarnya.

"Kenapa sih Dea?" Tanya Vanila yang berada diluar kamar.

"Lo nggak bakalan ngerti Van" ucap Dea yang masih menekuni kegiatan tangis-menangisnya.

"Gue gak ngerti apa? Makanya dong lu cerita ke gue" ucap Vanila lembut.

"Gak usah" isak Dea yang masih sibuk dengan kegiatannya.

"Hmm...kalau itu terserah elo, semuanya kan elo yang tau gue bisa apa" ucap Vanila dengan lembut.

Dea merebahkan dirinya diatas kasur, tangannya menggengam ponsel hitam.

"Hmm" Dea hanya memiringkan kepalanya sedikit. "Dia balik lagi". Dea bangun dan menaruh semuanya didalam tas ransel miliknya, lalu Dea duduk diatas kursi rias milik berdua.

"Apa gue kabur aja yah?" Tanya Dea dalam dirinya sendiri.

"Tapi kalau gue kabur, nanti gak ada yang bantuin Vanila bayar kontrakan" ucap Dea. "Ahh..... Gue pusing"

Dea menyenderkan kepalanya kesamping lemari, lalu Dea menyalakan ponsel miliknya. Terlihat banyak mesagge dan call dari Ray, Lani, dan teman-temannya yang juga menyaksikan kejadian tadi.

...

Dea memandang matanya lekat-lekat pada Vanila yang masih sibuk mebgurus kepanitian acara sekolah, acaranya akan berlangsung 20 menit lagi.

Daripada suntuk melihat Vanila yang masih sibuk dengan segala urusan acara sekolah, lebih baik Dea melihat dunia secara nyata atau lebih dalam. Berangan-angan dalam mimpi, sebelum seseorang menghampirinya dan menghancurkan mimpi indah miliknya.

Dea berjalan menuju tempat paling tenang dan aman, yaitu taman belakang sekolah. Entah, orang mau bilang apa tentang taman belakang sekolah itu, tapi yang terpenting menurut Dea taman belakang sekolah adalah taman paling aman dan nyaman.

Suasananya yang sejuk dan dingin, tumbuhan tumbuh terlalu lebat ditaman belakang sekolah, daun-daun kuning bertaburan didekat pohon besar, kursi panjang yang sengaja dibuat agak dekat dengan pohon besar agar bisa menjadi kursi sandaran.

Dea berjalan menuju kursi panjang itu, dan mulai menyalakan walkam miliknya, mendengarkannya melalui earphone.

suara motorku semakin dekat

kamu acuhkan sapanya

dia berupaya mencari senyummu

dengan rayuan yang pelik

Waktu demi waktu ku berlalu

Keinginanmu mulai tumbuh

Biar dia merindukan mu sendiri

huowo

Jangan resah dia pasti fikirkanmu

Walau kau tak tahu

Hingga di ujung malam

Dea melayangkan pikirannya pada impiannya sendiri, lagu yang menjadi salah satu favorit Dea. Dea menutupkan matanya, yang berarti dia sangat menikmati lagu itu dan tidak ingin diganggu gugat.

"Mbak" ucap seseorang.

"Hmm" Dea hanya sibuk pada walkman miliknya, menikmati lagu.

"Dipanggil mbak" ucapnya.

"Heh?" Dea hanya menaikaan alis sebelah kirinya saja.

"DIPANGGIL MBAKKNYA!" Teriaknya dengan suara yang keras. Dea segera mencopot walkman miliknya.

"Bisa gak sih gak usah neriakin orang?" Tanya Dea dengan kasar.

"Habisnya mbak saya panggil gak denger-denger" ucapnya, Dea tidak dapat melihatnya dengan jelas karena sosok itu berada disampingnya. Yang jelas cowok beralis tebal, berambut hitam, kulit putih, dan..... Entahlah.

Dea menoleh kebelakang, cowok itu sudah pergi. Yang kelihatan hanya punggung berpunuk unta yang terlihat.

"Hei" panggil Dea, Dea berdiri menghampiri sosok itu. Sosok itu berbalik, Dea membelakaan matanya tak percaya.

"Ada apa?" Tanyanya, Dea ternganga.

"Hello?" Tanyanya lagi, tangannya melambai-lambai didepan mata Dea.

"Baik-baik aja?" Tanyanya lagi, Dea menelan ludah.

"Redut" ucap Dea yang tiba-tiba tidak nyambung.

"Redut?" Tanyanya, ia tampak mengernyitkan dahinya.

"Arghhh, ganteng banget elo" teriak Dea, mmembuat semua mata memandangnya. Ray, Vanila, Lani, semua teman-temannya menghampirinya dengan tatapan bingung.

"Kenapa lo Dea?" Tanya Lani.

"Redut" ucap Dea, seketika juga pandangannya gelap total. Dea pingsan ditenpat.




Vanila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang