7

4.3K 370 1
                                    

"Assalamualaikum," Suara Guru Sejarah itu akhirnya menyeruak setelah bel tanda pergantian pelajaran telah berbunyi.

"Komsalam," jawab sekelas seadanya.

"Komsalam-komsalam! Ikutin saya yang bener! Waalaikumussalam,"

Dengan sedikit rasa malas, seisi kelas XI-A mengulangi salamnya kepada Pak Syahril. "Waalaikumussalam."

"Sekali lagi. Assalamualaikum.."

"Waalaikumussalam...." desis kelas XI-A menahan kesal.

"Nah, gitu kan bagus! Ayo keluarkan buku paket sejarahnya."

Pak Syahril di SMA Bakti Wijaya, adalah satu-satunya guru yang berprofesi ganda. Dia akan mengajar Pelajaran Sejarah untuk kelas sebelas, dan akan berubah menjadi guru Agama pada saat ia masuk ke kelas sepuluh. Oleh karena itu, tak jarang Pak Syahril memprotes murid-muridnya yang enggan-engganan membalas salamnya.

"Kita sekarang akan belajar seperti apa itu Peristiwa Rengasdengklok," ujar Pak Syahril sambil mengambil spidol papan tulisnya.

Seisi kelas menarik nafas, dengan ogah-ogahan, mereka menarik buku paket sejarahnya dari tas masing-masing. Ada yang menggunakan buku tebal itu sebagai tembok, untuk menutupi mereka dari bermain ponsel. Ada yang tidak peduli, alias masih asik dengan grup gosipnya. Dan ada yang benar-benar tidak peduli, alias bersiap-siap untuk tidur pulas.

"Dasar, dari SD sampai SMA pelajaran ini materinya gini-gini aja," bisik Flora jengkel.

"Udah, biarin aja, biar Pak Syahril seneng." Balas Seli sambil mempersiapkan bolpen untuk mencatat.

"Ohya, saya sampai lupa," ucap Pak Syahril sambil mencari sesuatu di dalam tasnya. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kotak kecil berisi kertas-kertas mungil. "Ini kan sudah pertengahan semester. Jadi, saya ingin memberikan sebuah tugas untuk kalian."

Seisi kelas lagi-lagi menarik nafas panjang. Lalu, helaan nafas itu berubah menjadi keributan yang tak bermakna.

"Baru masuk semester baru masa langsung tugas, Pak?"

"Jangan tugas terus, lah, Pak!" demo anak-anak.

"Kita baru seneng abis liburan. Masa Bapak tega membuat anak-anaknya kesulitan?"

"Sudah diam!" seru Pak Syahril sambil memukul papan tulis dengan spidol membuat kelas XI-A hening seketika. "Ini saya sudah siapkan undian. Satu kelompok, isinya dua orang. Orang yang nanti dapat nomor sama, langsung menjadi satu kelompok. Misal Andy dapet nomor 5, lalu Cici dapet nomor 5, ya kalian sekelompok."

Lagi-lagi murid kelas XI-A yang berjumlah 40 anak itu mengaduh keras, termasuk Seli. Pasalnya, pada saat kenaikan kelas, SMA Bakti Wijaya selalu mengacak kembali murid tiap-tiap kelas. Bagi yang beruntung, mereka masih bisa menjalani kelas sebelas dengan sahabatnya. Tapi, bagi yang tidak beruntung, maka mereka harus berusaha untuk membuat teman baru di kelas barunya.

Nah, Seli adalah salah satu murid yang beruntung, karena ia masih bisa sekelas dengan Flora—sahabatnya dari kecil. Namun, tugas kelompok kali ini membuatnya gusar. Kecil kemungkinannya untuk membuat Seli berkelompok dengan Flora.

"Tugasnya gampang kok. Buat kliping tentang Peristiwa Rengasdengklok. Deadline-nya...." Pak Syahril kemudian membuka-buka kalender yang ada di depannya. "Sekarang tanggal 10 Juli, tolong kumpulkan tanggal 18, ya. Saya sudah baik kan? Sudah ngasih waktu seminggu lebih satu hari."

Untuk yang keempat kalinya, kelas XI-A kembali menghela nafas kesal bersama-sama membuat Pak Syahril menatap puas para muridnya itu. Lantas ia menuliskan nomor satu sampai dua puluh di papan tulis dengan semangat. "Nanti, tolong tuliskan disini kalian masuk ke kelompok nomor berapa, ya. Sekarang, mulai dari Andy, sini maju ke depan, ambil undian lalu tuliskan namamu di nomor yang sesuai."

Arrhenphobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang