KASUR berjalan itu menyusuri lorong-lorong rumah sakit dengan cepat. Gadis yang berada di kasur itu berteriak sekeras-kerasnya. Matanya sekarang terpejam, tapi air matanya masih keluar. Badannya meringkuk, memeluk dirinya sendiri. Jean yang ada di sisinya berhasil mengeluarkan satu air mata dari matanya sendiri. Tidak tahan melihat keponakannya seperti itu.
Sedangkan Flora dan Rio duduk di ruang tunggu. Rio meletakkan sekaleng minuman dingin di pipi Flora, menyuruh perempuan itu untuk tetap tenang. Flora menatap Rio dengan sedih kemudian menghapus lagi air matanya. Jarinya membuka kaleng minuman itu dan menghabiskannya dalam sekali teguk.
"Flora," panggil Rio pelan. "Seli itu-"
"Seli gak gila,Yo," potong Flora cepat. "Plis, hapus pikiran itu dari kepalamu."
Laki-laki itu terdiam. Ia merasa bersalah karena ia sudah berpikiran seperti itu saat melihat Seli seperti itu. Dadanya sakit, seperti ada yang tertusuk sesuatu. Dia membuka kaleng minuman dan perlahan meminumnya.
"Sori, ya, gue ngerepotin lo," ujar Flora kembali mengulangi kalimat yang ia ucapkan pada saat di mobil tadi sambil mengetik-ngetik sesuatu di ponselnya.
"It's okay. Gue bakal lakuin apapun buat Seli."
Flora tersenyum, mendadak bahagia karena ada satu cowok yang peduli kepada sahabatnya. "Gue bersyukur banget, Yo, hari ini gue dan lo bisa ada di kafe itu, gue bersyukuurrrr banget!" seru Flora sambil memandang langit-langit rumah sakit. "Gue gak bisa bayangin apa jadinya kalo misalnya lo sama gue gak ada disana tadi."
Rio kembali terdiam. Tangannya menggoyang-goyangkan kaleng minumannya yang isinya sudah mulai habis. Matanya entah menerawang entah kemana.
"Obat yang tadi buat lo kaget itu, adalah obat yang khusus dipegang sama gue," jelas Flora. "Mangkanya, gue berusaha terus untuk ada dimanapun Seli ada."
"That is BFF do, right?" balas Rio sambil tersenyum.
"Obat tadi dibuat khusus sama Tante Jean untuk jaga-jaga Seli ketemu sama.."
"Om Sean." Lanjut Rio menyambung kalimat Flora yang tadi enggan diteruskan.
"Karna Tante Jean tahu, seberapa parah Seli bisa, you know, sakit," ucap Flora lagi sambil membuat tanda kutip. "Kalo dia ketemu sama Om Sean."
"So, Om Sean ini..."
"Iya, dia papanya Seli," jawab Flora. "Dan dia yang membuat Seli seperti itu."
Nafas berat meluncur dari mulut dan hidung Rio. Pintu kamar pasien itu masih belum terbuka hingga sekarang. Ia meneguk habis minumannya itu kemudian meremasnya dengan kuat sampai tak berbentuk lagi.
Kemudian, ia melemparkannya ke tempat sampah dan tentu saja itu sebuah goal. Matanya kemudian bergerak menuju satu kotak bewarna coklat yang ada di sebelahnya. Kotak yang sama yang dipegang Seli beberapa saat yang lalu.
"Ini apa?" tanya Rio dan tanpa menerima izin dari pemberinya, ia segera membuka kotak itu. "Ini kan.."
"Iya, itu foto lo sama Seli. Gue seneng banget sama foto itu, soalnya Seli masih bisa tersenyum meskipun ada lo di sebelahnya.."
"Jadi lo itu sebenernya seneng apa nggak sih?" tanya Rio lagi membuat Flora tertawa geli. "Gue mau juga dong punya ini."
"Iya. Besok-besok gue kasih salinannya."
Untuk beberapa detik, hanya deru pendingin ruangan yang menyelimuti mereka.
"Yo, lo percaya kan, apa yang gue pikirin sama kayak yang Seli pikirin, kan?" tanya Flora membuyarkan lamunan Rio.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Fiksyen Remaja#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...