45

2.5K 224 0
                                    

SELI meraih tisu dari nakas tempat tidurnya. Daritadi hidungnya mampet. Ini semua gara-gara ulah tantenya kemarin. Sebenarnya juga salahnya juga, sih. Jean benar-benar membawanya ke restoran suaminya, yang kebanyakan pelayannya adalah cowok. Dan benar seperti yang dikatakan Jean tentang 'kembali normal'-nya Seli, gadis itu benar-benar tidak merasakan apa-pun saat pelayan-pelayan itu datang ke mejanya, menyajikan makanannya, membersihkan mejanya.

Dan karena masih tidak percaya akan apa yang dialaminya, Seli kembali meminta Jean untuk membawanya ke tempat yang lebih ekstrim: gedung yang dulu merupakan tempat kejadian perkara dimana Seli hampir 'diculik' di tempat itu. Dan luar biasanya lagi, ia benar-benar tidak merasakan apa-apa.

Mereka baru selesai melakukan 'test terakhir' pada pukul sepuluh malam. Seli sampai rumah pukul setengah sebelas malam. Ibunya sudah tidur, tapi ia masih segar. Masih segar untuk memikirkan dan melakukan introspeksi diri. Apakah dirinya yang berubah, ataukah dirinya yang diubah?

Dan berakhir-lah dia di kasur seharian ini karena masuk angin dan kelelahan.

'Sekarang percaya, kan? Kalau kamu sudah sembuh? Kamu harus tenang, Sel. Tenang adalah kuncinya. Penjahat itu sudah masuk penjara. Jadi, apa lagi yang perlu kamu takutkan?' begitu kata tantenya tadi malam.

"Benar. Aku sebenarnya tidak perlu takut. Hanya perlu hati-hati." Gumam Seli pelan sambil tersenyum getir. Baru menyadari bahwa selama ini ketakutannya terhadap laki-laki adalah sebuah perilaku yang membuang-buang waktu. Benar kata Rio, tidak semua cowok yang kamu temui itu jahat. Sadar ia berpikir seperti itu lantas senyum samarnya mengembang. "Kenapa yang nongol malah mukanya dia?"

"Sel?? Selii?" panggil seseorang membuat Seli terlonjak kaget.

"Bahkan kamu sekarang halu, Sel," gumam Seli lagi.

"Seli? Woi! Gue tau lo di dalem!" lanjutnya lagi sambil menggedor pintu.

Bunyi keras pada pintu apartemen yang membuat Seli sadar sepenuhnya. Alisnya bertaut. Kakinya melangkah maju pelan-pelan. Ia berjinjit, matanya melihat siapa yang ada di luar melalui lubang bundar yang ada di pintunya lantas melotot sempurna.

Ricardo!

●▪●▪●

Arrhenphobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang