Flora menghela nafas panjang sedetik kemudian. "Lo tahu, Yo, pada waktu Seli dibawa ke rumah sakit, kondisinya itu.." tahan Flora di sela-sela kalimatnya. Air mata kembali membanjiri pipinya. Telapak tangannnya terangkat untuk mengusap wajahnya berkali-kali. Kemudian dirinya kembali menarik nafas panjang. "Gue gak tega ngeliatnya, Yo.. Dia cuman anak kelas 6 SD waktu itu."
Rio masih memandang lantai sedari tadi. Dikeluarkanlah sapu tangan yang selalu ada di setiap celananya, kemudian diberikannya kepada Flora untuk menghapus air mata perempuan itu. Tangan kanan Rio membulat. Kesal, sedih, dan kasihan bercampur menjadi satu.
"Tubuhnya semua lebam. Rasanya si bangsat itu menghajar Seli. Kalo lo liat baik-baik tangan Seli sebelah kanan, ada satu garis bekas kena puntung rokok yang nyala, Yo," jelas Flora. Tangisnya menjadi-jadi. "Bayangin, Yo, sepanas apa itu puntung rokok nyala langsung di..." Flora lagi-lagi menghentikan kalimatnya, tak sanggup untuk melanjutkannya.
"Gue bersyukur banget, si bangsat itu gak nyakitin Seli sejauh itu. You know, kan? Kalo aja bokap gue gak cepet sampe waktu itu.."
"Iya, gue ngerti," jawab Rio sambil menitikkan satu air mata. Jarinya menyeka air mata yang terus turun sampai ke dagunya. "Terus.. Om Sean?"
"Om Sean dipenjara 4 tahun doang. Sementara si bangsat itu pertamanya cuman ingin dipenjara 10 tahun, tapi bokap gue minta dia untuk dipenjara seumur idup," jemari Flora melipat-lipat sapu tangan yang diberikan Rio tadi.
"Pas pertama kali gue jenguk Seli, dia cuman bisa natap ke selimutnya, dia bahkan gak mau natap gue, Yo, gueeee.. sahabatnyaaa.." cerita Flora lengkap dengan kesedihan tersirat di setiap kalimat yang diucapkannya. "Gue sedih banget, Yo.. Padahal dari kecil Seli itu mesti bilang aku pengen tau deh jodohku kayak apa.." jelas Flora lagi membuat kedua insan itu tertawa geli setengah terpaksa.
"Terus.. Dia ngunci dirinya setahun di apartemen yang sekarang ia tinggali ini. Of course lah, Tante Luna cerai sama suaminya, nggak mau Seli ketemu sama Om Sean lagi.."
Mereka berdua lantas terdiam. Yang satu sibuk mengusap wajahnya, yang satunya lagi sibuk berpikir yang tidak-tidak, contoh: balas dendam kepada Sean.
"Gue minta maaf, ya, Yo," ujar Flora lemas. "Gue juga salah karena gue-"
"Seli pasti bilang lo gak salah kan?" tanya Rio yang dibalas anggukan pelan dari Flora. "Then, be proud. Karna kamu emang gak salah."
Flora lagi-lagi tertawa geli dan menyikut cowok yang duduk di sebelahnya itu. "Apaan sih lo, Yo? Kayak bukan lo aja sekarang."
"Terus.. Kapan dia bener-bener mau berubah? Maksud gue, kok tiba-tiba dia bisa masuk SMA ini seolah gak terjadi apa-apa?"
"Itulah prestasi gue.. Selama SMP, gue sama Seli akhirnya sekolah di Sekolah Khusus Perempuan, pas waktu mau masuk SMA, gue sama Tante Jean berusaha keras banget buat bikin Seli bangkit. Gue bilang kalo lo gak berusaha, gimana mau sembuh?"
"Dan udah abis gitu dia masuk SMA Bakti Wijaya?"
"Ya nggak segampang itu, lah, gue mesti ceramah tiap hari biar dia masuk SMA bokap lo. Dia juga mesti terapi sama Tante Jean. Dan untungnya lagi bokap lo nawarin beasiswa, jadi lebih tepatnya, Seli lebih tergiur sama beasiswanya," jelas Flora lalu terkekeh pelan.
"Gue selalu berusaha buat nyembuhin Seli. Dimanapun, kapanpun, di situasi apapun, gue selalu menggunakan kesempatan apapun buat bikin Seli nggak takut lagi sama yang namanya cowok. Dan untungnya, yang diperjuangin, juga nggak semena-mena. Untungnya.. Seli juga ada kemauan buat sembuh," lanjutnya lagi. "Karena emang.. emang nggak ada yang perlu ditakutin dari cowok, gitu lho."
"Gue bersyukur. Sejak masuk SMA, dia udah lebih berani. Berani keluar rumah, berani berinteraksi sama cowok, ngobrol sama cowok, ngobrol sama guru cowok, bahkan marah-marah sama cowok. Waktu sebelum itu, bener-bener parah banget! Terapinya Tante Jean emang the best," lanjut Flora lagi.
Mata Flora lantas beralih ke jam dinding besar yang terpajang sempurna di dinding dekat aquarium itu. "Udah dua jam ya gue ngerocos."
"Flora..." panggil seseorang tergesa-gesa.
Merasa terpanggil, Flora segera beranjak dari tempat duduknya dan memeluk erat wanita itu. "Seli sama Tante Jean masih di dalem, Tante.."
Luna mengangguk dan mengelus rambut Flora lembut. Kemudian matanya beralih kepada laki-laki tinggi yang ikut berdiri di depannya. "Ricado, kan, ya?"
"Iya, Tante," ucap Rio sambil memberi salam kepada Luna.
"Yasudah, Flora, Ricardo, kalian pulang aja gapapa.. Sudah ada Tante disini, nanti kalo Seli sudah boleh dijenguk, Tante pasti hubungi kalian berdua."
"Gapapa, Tante, Flora tunggu disini aja," ucap Flora sambil melirik Rio. "Dan kayaknya yang di sebelahku ini lebih gak mau pergi ketimbang Flora."
Wanita itu tersenyum menatap kedua insan itu. "Yasudah, kita tunggu sama-sama, ya."
●▪●▪●
Flora😭seng sabar yo nak.. you are the best!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen Fiction#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...