"HADUH, cewek itu mana, sih??!" jerit Flora tidak tenang di dekat lapangan. "Mana hape sama obatnya ditinggal lagi!" lanjutnya lagi sambil menimang ponsel dan dompet kecil berisi obat Seli.
Sudah 1 jam lewat semenjak Pak Andik memerintahkan dua muridnya untuk pergi ke taman belakang itu. Namun, sampai sekarang dua makhluk itu belum kembali. "Masa Rio gosok WC aja satu jam gini! Lama amat!" hujat Flora sambil menghentakkan kakinya. Jangan-jangan—
"Pak! Saya izin nyari Seli sama Ricardo!" seru Flora sambil mengangkat lengannya.
"Hm. Boleh juga, sudah satu jam tapi mereka belum balik," balas Pak Andik yang terkejut oleh teriakan Flora. "Oke, jemput mereka, laksanakan!
"Laksanakan!" seru Flora lagi sambil melakukan pose hormat. Maklum, Pak Andik itu pelatih upacara bendera. Jadinya kebiasaan, deh.
Kaki jenjang Flora berlari cepat bagai kuda, menyusuri tiap lorong yang ada di sekolah itu sampai akhirnya sampai di taman belakang. Tapi, ia masih belum menemukan dua manusia itu. Tubuhnya kemudian berbalik, mengambil jalan yang berlawanan dengan arah datangnya tadi. Pasalnya, taman belakang ini mempunyai banyak pintu keluar yang berbeda.
"Balik lewat mana, sih, mereka?!" gumamnya kesal.
Namun, beberapa detik kemudian, ia segera melototkan matanya saat menemukan pemandangan yang tak biasa: Rio menggendong Seli yang..... PINGSAAAN?!
"RIOOOO! LO NGAPAIN SAHABAT GUE??!" teriak Flora dari jauh, masih sambil berlari menghampiri.
Rio menolehkan kepalanya, kaget. Lantas menunggu Flora yang bersusah-payah menghampirinya. "Gue nggak tau, Flo! Tau-tau dia jalan terus ambruk!" balas Rio juga sambil berteriak.
Flora panik. "Ih, terus ngapain coba pake acara gendong-gendong segala?!"
"Namanya orang pingsan, ya digendong, lah! Masa diseret?! Gila lo!"
"Duh, gue panik..." gumam Flora lagi sambil mengigit jarinya.
"Elo aja panik, apalagi gue!"
"Yaudah-yaudah. Bawa ke UKS dulu aja."
Rio menghela nafas kemudian membenarkan tangannya yang sedang menggendong Seli. Kemudian berjalan agak cepat. Flora juga ada di sebelahnya, takut terjadi apa-apa dengan Seli. Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di unit kesehatan. Rio lalu membaringkan Seli ke sebuah tempat tidur dan menyelimutinya.
"Dia.. nggak apa-apa, kan?" tanya Rio serius, membuat Flora keheranan.
"Iya, dia bakal nggak apa-apa."
"Nggak mungkin.. nggak bangun lagi, kan?"
"Ngomong apa, sih? Jangan ngaco, ah! Seli itu perempuan kuat! Wonder Woman!" balas Flora. Matanya otomatis mengamati laki-laki yang tiba-tiba mendadak kalem dan tenang di sebelahnya itu, membuatnya bergidik ngerti. Takut Rio 'kemasukan' pada saat di taman belakang tadi. Tangannya kemudian menarik lengan Rio untuk keluar sejenak, mencari udara segar.
"Lo.. nggak apa-apa?" tanya Flora lagi setelah sampai di lorong sekolah. "I mean, gue udah denger dari bokap gue kemarin malem."
"Iya-ya. Nggak mungkin lo nggak tau, secara bokap lo itu sohibnya bokap gue," jawab Rio. "Meskipun cuman sohib bisnis, sih."
"Nyokap lo pasti bangun. Gue percaya nyokap lo pasti bangun."
Laki-laki itu tersenyum kecil mendengar jawaban Flora. "Jawaban lo sama jawaban Seli sama persis. Bedanya dia pake aku-kamu, dan lo, pake gue-lo. Sekarang gue percaya kalo lo bener-bener sahabatnya Seli."
"Penting banget ya lo ngomongin ini ke gue?"
Rio terkekeh pelan, membuat Flora ikut tersenyum melihatnya.
"Seli cuman berusaha ngehibur gue. Terus tiba-tiba aja dia langsung pingsan gitu," jelas Rio. "Gue takut. Takut kalo ada satu perempuan lagi yang nggak bangun gara-gara gue—"
"Gue ngerti lo takut. Lo sedih. Lo emosi. Tapi yakin dong, tetep optimis, kalo nyokap lo dan juga Seli pasti akan bangun." Seru Flora sambil menepuk-nepuk punggung Rio. "Lo percaya nggak, kalo Seli itu baik?" tanya Flora. "Baaaaikkk.. banget.. Nggak ketolongan baiknya."
Pertanyaan Flora menyita perhatian Rio. Laki-laki itu menolehkan kepalanya. "Kok nanya gitu? Out of blue, banget, sih."
"Seli itu baik banget, Yo. Rela berkorban meskipun itu menggerogoti jiwanya sendiri cuman karena dia ingin orang lain seneng," ujar Flora sambil memandang kakinya. "Pernah nggak, denger dia bilang 'nggak'?"
"Sering sih, hahahaha.." jawab Rio kembali mengingat kejadian dua hari lalu.
"Tapi ujung-ujungnya dia ngelakuin, kan? Apapun itu."
Lagi-lagi Rio tersenyum. Kepalanya mengangguk pelan. Tapi matanya kembali terangkat. "Flo, gue punya dua pertanyaan."
"Apaan?"
"Tadi Seli said something like this: 'Maaf aku nggak bisa hibur kamu seperti orang lain. Maaf aku nggak bisa hibur kamu seperti yang kamu harapkan. Hanya ini yang aku bisa.' Lo ngerti nggak kenapa dia bilang kayak gitu?"
Pertamanya Flora mematung. Tapi sedetik kemudian, dirinya tersenyum kecil. "Lo beneran pengen tau? Menurut lo gimana?"
Rio menautkan alisnya bingung. "Oke, this is getting weird, Flo. Yang kedua, gue kira dia cuman pingsan biasa, gara-gara kecapean, kek, anemia, kek. Tapi denger lo bilang gitu, pasti ada sesuatu yang salah sama Seli," ujarnya. "Dan anehnya, kenapa dia pingsan setelah meluk gue?"
"Kenapa lo tanya ini sama gue?"
"Kan lo sahabatnya. Siapa tau lo ngerti penyebab kenapa Seli bisa pingsan."
"Seli emang punya anemia. Tapi jelas bukan itu penyebabnya."
"Terus? Gara-gara apa dong?"
"Itu gara-gara lo." Jawab Flora to the point.
Badan Rio mendadak kaku. Lidahnya kelu untuk membalas kalimat Flora. Otaknya menyesal karena telah menanyakan hal itu. Jadi, ini juga gara-gara gue?
"Dia tetep berusaha ngehibur lo. Padahal lo adalah makhluk yang paling ditakuti Seli,"
Namun, kini alisnya kembali bertaut satu dengan yang lain, bingung atas kalimat Flora. "Maksud lo?"
"Rio, lo itu cowok," jelas Flora pelan. "Dan Seli itu paling takut sama cowok."
"Lo bercanda, ya?" tanya Rio sambil tertawa pelan.
"Apa gue keliatan seperti lagi bercanda?" jawab Flora sambil melipat tangannya."Seli itu punya arrhenphobia."
-------------------------------------------
P.S :Terimakasih sudah mampir😊Nantikan update-annya terus ya♡
Maafkan jika ada kesalahan🙏saya masih baru sih, hehehe
Jangan lupa VOTE, comment, dan follow yah☆Thankyou
감사합니다
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen Fiction#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...