"KELOMPOK tujuh!" panggil Pak Syahril.
Sontak Seli menolehkan kepalanya ke arah Varen, teman sekelompoknya. Lantas kepalanya di goyangkan ke samping beberapa kali, simbol ia ingin Varen sendiri yang mengumpulkan tugas klipingnya ke depan. Laki-laki itu lalu mangap-mangap.
"Bareng lo!" ucapnya tanpa suara sambil menunjuk Seli.
Seli menggeleng kepalanya cepat seraya mengernyitkan keningnya. "Udah buru!" balasnya juga tanpa suara.
"KELOMPOK TUJUH!" ulang Pak Syahril setengah berteriak. "Belum kerja atau gimana ini? Mau saya kurang—"
"Iya Pak." Varen melantangkan suaranya lantas mulai beranjak dari kursinya, berjalan ke depan. Dan saat tubuhnya berdiri di samping meja Seli, ia menolehkan kepalanya, lalu berbisik mengancam: "Ikut nggak?!"
Gadis itu mendengus kesal lantas dengan berat hati ia beranjak dari kursinya, mengekori Varen dari belakang.
"Ohh, Varen sama Seli, toh." tanya Pak Syahril kemudian mengamati kliping sejarah milik kelompok 7. "Hmm.. Hasilnya bagus. Yaaa.. seperti yang diharapkan dari murid teladan sekolah ini."
Mendengar itu, Varen hanya memutar bola matanya. "Saya sudah boleh duduk, Pak?"
"Iya duduk sana, gih."
Dua orang itu mulai melangkahkan kakinya untuk kembali ke bangku masing-masing.
"Eh! Tunggu, Seli-Seli!!" panggil Pak Syahril lagi.
Kenapa harus aku coba yang disebut namanya, batin Seli menahan kesal lantas memutar tubuhnya dan menghadap guru paruh baya itu. "Iya, Pak?"
"Tolong pergi ke kelas XI-C. Panggilkan anak-anak yang belum ngumpulin tugas ini, ya. Terimakasih, Nak." Perintah Pak Syahril,yang matanya masih saja sibuk menelaah daftar nilainya.
Lagi-lagi Seli mendengus kesal. "Bo-boleh bareng Flora, Pak?"
"Ya, boleh."
Mata Seli lalu bertumbuk kepada Flora, kepalanya digerakkan ke samping, tanda ia ingin Flora segera ikut bersamanya keluar kelas. "Permisi, Pak." Pamit Flora lantas berlari kecil menghampiri Seli yang sudah di ujung pintu. "Ngapain sih manggil gue? Kan gue udah males jalan."
"Biar kurus." jawab Seli santai.
"Ih, gue dengan berat 48 kg ini kurang kurus apa?"
"Masih kurusan aku, kan? 45."
"Suka-suka lo, deh, Sel." Flora bersedekap membuat Seli terkekeh kecil.
Mereka berjalan menyosori koridor sekolah, menuju ke kelas XI-C, kelas yang terletak di paling pojok sekolah, dan juga terkenal karena kurang pencahayaan akibat terletak di bawah tangga. Kelas XI-C penghuninya kebanyakan anak yang berbakat di bidang olahraga. Pastinya mereka anak-anak yang sangat aktif, baik fisik maupun mulut. Dan jika sudah pelajaran terakhir, kelas mereka pastinya sudah tidak berbentuk. Apalagi sekarang guru pelajaran mereka sedang ke luar kota, mengikuti pelatihan. Sudah tidak bisa dibayangkan seperti apa keadaan kelas mereka sekarang. Apalagi mereka mempunyai sang biang onar terkenal. Sudah tau siapa kan?
"Gila sih. Kedengaran, lho, sampe sini," Ujar Flora menggelengkan kepalanya, teheran-heran mengapa bisa ada kelas seperti ini di sekolah ini. Suara macam-macam teriakan, suara tepukan meja menggema-gema, bahkan sampai terdengar oleh Seli dan Flora yang masih di ujung belokan. "Ini kelas olahraga atau kelas paduan suara, sih?"
Dua insan itu menatap kelas XI-C dengan hikmat. Dari balik kaca, dapat terlihat berbagai macam aktivitas penghuni kelas itu. Ada yang bermain bola berbentuk tutup botol, ada yang ngumpul di pojok entah membicarakan apa, ada yang duduk di meja, dan juga ada yang jingkrak-jingkrak di atas meja sambil memegang gitar. Sungguh, ini kelas apa sih sebenernya?, batin dua orang itu.
"Flo, sana, gih," perintah Seli pelan yang dibalas gelengan dari Flora.
"No, no. Kan lo yang disuruh. Udah sana cepet. Telinga gue mau pecah."
"Jahat."
"Biar gue jahat. Yang penting lo bisa belajar berani."
Dengusan kesal keluar dari mulut Seli. Dirinya menatap kelas itu cemas. Ia masih berusaha mengamati situasi dari balik jendela, sampai matanya menangkap laki-laki itu, yang sedang duduk di atas meja sambil tertawa bertepuk tangan. Wajahnya riang seakan tak ada beban. Seakan ia tidak ingat jika ibunya sedang berjuang di rumah sakit. Tapi, mata Seli malah bertumbuk dengan teman laki-laki itu yang sedang berdiri di atas meja, Afif. Cowok itu menyenggol-nyenggol laki-laki di bawahnya, ingin menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sedang mengamatinya dari luar.
Mata Rio lantas tak sengaja bertemu dengan milik Seli yang masih mengamatinya. Lalu, dilihatnya Afif berbisik-bisik pada Rio–yang matanya masih tetap memandang ke arah Seli. Seli mengernyitkan kening tatkala Rio tiba-tiba tertawa geli sambil menatap gadis itu. Seketika semburat merah muncul di pipi Seli. Apaan, sih, batinnya dalam hati. Ia lalu melihat Rio turun dari mejanya, diikuti Afif di belakang. Pintu kelas XI-C perlahan terbuka, menampakkan dua laki-laki itu.
"Cewek, ada perlu apa kesini?" tanya Afif yang badannya bersender di pintu.
"Cewak-cewek-cewak-cewek. Kalo mau jadi penggoda, mejeng aja di depan lampu merah sono!" Flora berteriak kesal.
"Ups, ceweknya sensi. Yang mana, Yo? Yang kiri atau yang kanan, nih?" tanya Afif lagi namun wajahnya langsung hilang akibat mendapat tepukan dari Rio, menyuruhnya untuk masuk lagi ke kelas. Lalu, Rio menutup pintu kelasnya.
"Sorry, ya. Temen gue emang nggak waras. Ada perlu apa?" sekarang Rio yang bersuara.
Seli menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matanya melirik laki-laki itu. "Um. Pak Syahril nyuruh yang belum ngumpulin tugas kliping Sejarah, disuruh ke kelas XI-A."
Rio manggut-manggut. "Sekarang?"
"Tahun depan!" seru Flora kesal.
"Yaudah kalo taun depan," balasnya lalu berbalik.
"Heh!"Flora lalu menjitak kepala Rio hingga membuat laki-laki itu meringis. "Ya,sekarang-lah, bego! Udah, balik, yuk, Sel!" Flora lantas menarik lengan Selimeninggalkan Rio yang tersenyum samar di belakangnya.
---------------------------------------------------------
P.S :Terimakasih sudah mampir😊
Nantikan update-annya terus ya♡
Maafkan jika ada kesalahan🙏saya masih baru sih, hehehe
Jangan lupa VOTE, comment, dan follow yah☆Thankyou
감사합니다

KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen Fiction#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...