SUARA berisik nan panik menghiasi kamar itu. Gadis itu perlahan membuka matanya. Mungkin, akibat tidak tahan akan suara cempreng yang didengarnya sedari tadi. Dilihatlah dua orang perempuan yang sedang berbicara di ujung pintu. Matanya menyipit-nyipit, membantu supaya dapat memperjelas penglihatannya.
"Yaampun, Sel! Udah bangun lo?" seru sahabatnya sambil berlari kecil menghampiri dirinya.
Seli hanya menatap wajah Flora, enggan untuk menjawab pertanyaannya. Ia lalu merubah posisinya menjadi duduk di kasur. Dilihatnya lagi sekelilingnya. Tidak ada masker oksigen yang menghiasi wajahnya, tidak ada infus yang menancap di pergelangan tangannya, dan tidak ada bantalan peredam suara kamar. Ini kamar standart untuk pasien.
Tarikan nafas panjang keluar dari mulut Seli. "Aku masih belum gila, ya?"
PLAK!
Satu tamparan berhasil mengenai pipi Seli dengan mulus. Tangan Seli lantas memegang pipinya yang panas dan merah. Matanya membesar menatap perempuan yang yang menajamkan matanya itu. Kemudian, didekapnyalah perempuan itu ke dalam pelukannya.
"Maafin aku, Flo. Aku takut," ujar Seli sembari menitikkan air matanya. "Makasih udah buat aku sadar."
Flora hanya menatap datar dinding tembok yang ada di depannya. Jemarinya mengusap rambut Seli lembut. Ia menggertakkan giginya. Kesal, karena tidak tahan dengan keadaan ini. "Lo gapapa?"
"Iya, aku gapapa," balas Seli sambil meminum segelas air, ingin menenangkan dirinya sendiri. "Kacamataku mana?"
Flora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Um. Hilang waktu lo pingsan. Sori, ya."
Tangan Seli mengusap pelan wajahnya. Harus pake softlens dong abis gini. "Oke-lah. Udah berapa lama aku disini?"
Kedua perempuan yang berdiri di depan Seli sekarang saling berpandangan satu sama yang lain. Saling mengode satu sama yang lain untuk menjawab pertanyaan Seli.
"Umm, lo udah pingsan selama tiga hari," jawab Flora pelan.
Seli kembali menghela nafasnya. Tangannya memutar-mutarkan gelas yang dipegangnya, melihat air yang ada di dalamnya ikut bergerak searah jarum jam. "Gitu ya?"
Kali ini giliran Flora yang menghela nafas. Sedari tadi, tangannya disenggol-senggol oleh Jean. Nampaknya ada sesuatu yang harus disampaikan sekarang juga.
"Hari ini Rio dateng lagi kesini,"
Mata gadis itu kembali membesar saat ia mendengar kalimat itu. "Aku gak mau ketemu Rio."
"Ya, Tante juga sudah tau kamu bakal ngomong itu, Sel," ujar Tante Jean tiba-tiba. "Flora, tolong panggilkan Ricardo masuk."
Badan Seli mendadak merinding hebat. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Gelas kaca itu diletakkan di nakas dengan keras. Tangannya mencengkram erat milik Jean, simbol ia memohon untuk mengabulkan permintaannya. Flora sudah keluar kamar, hendak memanggil Sang Laki-laki.
"Karena sudah sampai sini, Tante dan Flora, juga mamamu memutuskan untuk operasi besar-besaran. Tante percaya, kesempatan ini bisa membuat kamu sembuh lebih cepat," jelas Jean sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Seli. "Maafin Tante karena membuatmu stress padahal kamu baru bangun. Tapi Tante harus lakuin ini ke kamu."
"Setidaknya habiskan waktumu sama Rio selama 30 menit, setelah itu, kamu boleh ketemu Mamamu," ucapnya lagi sambil mengambil inhaler Seli. "Now, I won't go easy to you. Behave, Seli."
Daun pintu itu bergerak, menampilkan sesosok laki-laki yang masuk dengan was-was. Flora tersenyum di ujung sana dan segera membantu Jean melepaskan diri. Dokter Jean kemudian menepuk pundak laki-laki itu dan segera menutup pintu itu rapat-rapat, meningglkan keponakannya sesak nafas di dalam kamar.
Sunyi senyap. Rasanya, udara yang berputar di dalam sana semakin dingin layaknya di kutub. Rio menempatkan dirinya di sebuah sofa yang berhadap-hadapan dengan kasur Seli. Senyum terulas di wajahnya lantaran ia mengingat hal seperti ini sudah terjadi dahulu. Mata coklatnya menatap Seli lembut. Sedangkan yang ditatap sibuk sendiri mengatur nafasnya yang mulai tersegal-segal.
●▪●▪●

KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Novela Juvenil#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...