Besoknya, pada jam 5 sore, Luna sudah pulang. Seli sangat senang karena ia bisa makan malam dengan kedua orangtuanya lagi. Biasanya, ia hanya makan sendirian dan akhir-akhir ini hanya Sean yang menemaninya makan.
Makan malam itu menjadi lebih menyala suasannya daripada hari-hari kemarin. Mereka makan dengan senang seakan masalah-masalah yang menimpa keluarga itu menghilang.
Setelah makan malam, seperti biasa Seli melakukan rutinitasnya: beres-beres bersama Luna. Ia mencuci piring, memasukan makanan ke kulkas serta membersihkan meja makan. Sampai ia hendak membuang sampah di luar, ada Sean disitu, sedang menelpon seseorang.
"Iya, nanti malam saya bawa. Saya kesana.. Iya.."
Seli hanya tersenyum, dia senang akhrinya Sean bisa keluar dari ruang kerjanya. Ia kemudian berlari kecil ke depan pagar dan membuang sampah disana. Dengan pembuangan sampah, itu berati menandakan bahwa pekerjaan Seli telah selesai. Anak itu berlari kecil menaiki tangga dan segera menyambar ponselnya, tidak sabar untuk bermain dan menceritakan apa yang terjadi hari itu ke Flora.
Terus berada di sosial media sampai jam setengah sepuluh malam, sebuah panggilan dari Sean mengejutkan Seli di lantai atas. Ia segera menghampiri Sean. "Kenapa, Pa?"
"Ikut Papa ke minimarket, yuk,"
"AYO!" seru Seli riang lalu kembali lagi ke lantai atas untuk berganti baju. Tangannya lalu kembali menyambar ponselnya.
Seli
Brb in 10 minutes. Find me if I don't text u, LOLSetelah mengirimkan SMS itu kepada Flora, Seli langsung menuruni anak tangga dan segera mengambil helm kecilnya. "Ma! Ke minimarket sama Papa, ya!" seru Seli yang dibalas anggukan dari Luna.
Ia lalu segera naik dengan cekatan ke sepeda motor yang sudah dinyalakan oleh Sean. Tangannya melingkar di pinggang laki-laki itu. "Berangkat kita, Pa!" begitu katanya.
Sementara Flora, diujung sana, masih terkekeh lantaran membaca pesan dari sahabatnya yang tidak masuk akal itu. Akhirnya ia memindahkan dirinya dari aplikasi chatting ke youtube. Ia menonton macam-macam yang pokoknya bisa dan pantas untuk ditonton.
Belum berapa lama, ia pindah lagi ke instagram. Namun, tak berapa lama lagi, ia pindah lagi ke youtube. Lewat sepuluh menit, Flora yang tak tahan lagi akhirnya mengirimkan pesan kepada Seli yang ditungguinya itu.
Flora
Dimana woi? Katanya 10 menit doangDan akhirnya, Flora berakhir dengan meng-scroll explore di instagram. Beberapa menit kemudian, matanya menemukan sesuatu yang harusnya ia temukan sedari 30 menit tadi. Disitu ada foto seorang gadis ramping, dengan senyum kelincinya.
Gadis yang tiap hari hampir bersama dengannya, gadis yang benar-benar ia kenal, gadis yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri, yaitu sahabatnya, Seli. Foto Seli terpampang jelas di akun bernama 'anse12' dengan captionnya 'Hubungi 086503xxxx. LOL'.1 days ago.
Lantas Flora langsung melompat dari kasurnya lalu berlari ke kamar tidur orang tuanya sambil menelpon Seli. Namun, telponnya tidak diangkat sama sekali. Ia membangunkan paksa ayah dan ibunya yang sedang tertidur.
"PAPA! BANGUN PA! CEPET!" seru Flora sambil menggoncang-goncangkan tubuh Louis, ayahnya. Ibunya, Vara, juga ikut terbangun lantaran teriakan Flora yang memekikkan telinganya.
"Aduh, kenapa sih, Flo? Kamu bangunin papa mama malem-malem gini," omel Louis.
Flora segera menunjukkan foto di instagram tadi tepat di depan wajah Louis yang masih setengah tersadar, membuat laki-laki paruh baya itu sontak terbangun sempurna dari tidurnya. "Seli ditelpon gak diangkat."
Tanpa berpikir lama, ia lalu segera menelpon para bodyguardnya untuk segera ke rumahnya sekarang. Sementara sambil dirinya berlari ke meja kerjanya, berusaha melacak keberadaan Sean dengan nomor teleponnya. Matanya kian membesar saat mengetahui dimana Sean berada. Dia mengusap wajahnya kesal.
"Seharusnya aku langsung lunasi aja hutang-hutangnya secara paksa," ucap Louis menyesal. "Mikir apa kamu, Sean?"
Putrinya menatap ayahnya dengan cemas, berharap sahabatnya baik-baik saja. "Pa, Seli gak kenapa-kenapa, kan?" tanyanya panik.
Louis hanya bisa mengusap rambut Flora. "Flora, kamu diem sini dulu, ya, bilang Mama suruh telpon Tante Luna, Tante Luna suruh kesini ya sekarang." Perintah Louis sambil tersenyum kemudian berjalan ke luar rumahnya.
Flora menjalankan apa yang diperintahkan ayahnya. Ia segera berlari ke Vara, yang sudah tau apa yang terjadi. "Ma, telponin Tante Luna, dong!"
Vara mengangguk sambil memeluk Flora. "Iya, sayang, Mama telpon ya."
Sementara itu, Louis sudah mengerahkan beberapa anak buahnya langsung ke tempat kejadian perkara, sebuah gedung tempat karaoke. Boss besar itu menatap jalanan dengan cemas, takut terjadi sesuatu pada Seli –yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri- "Mikir apa kamu, Sean??" ucapnya gemas sambil memejamkan matanya.
Tak perlu waktu lama, ia-pun sampai di gedung itu. Terjadi keributan di depannya. Entah siapa melawan siapa. Bodyguard Louis langsung menunduk ketika Louis turun dari mobil. Ia kemudian masuk ke dalam gedung itu dengan sisa bodyguardnya yang ikut di mobilnya tadi. Betapa terkejutnya ia saat ia menemukan Sean berkelahi dengan salah satu bodyguardnya.
Satu tinjuan melayang tepat di pipi Sean, membuat laki-laki itu jatuh tersungkur. Louis menarik kerah baju Sean dan berusaha mengangkatnya. "SUDAH GILA KAMU? KAMU APAKAN ANAKMU SENDIRI, SEAN?!"
Satu bulir air mata jatuh dari mata Sean. Ia menatap Louis sedih.
"DIA ITU SATU-SATUNYA PUTRIMU! KENAPA KAMU SEPERTI INI?" seru Louis masih sambil mencekik kerah baju Sean kemudian melepaskannya kasar.
"Tahan dia," perintah Louis kepada bodyguard-nya yang badannya paling besar. Sementara bodyguard yang lain masih berusaha menendang-nendang pintu yang terkunci rapat itu. Terdengar suara teriakan pelan dari dalam.
"SELI!" panggil Louis keras.
Tak berapa lama, pintu itu berhasil dibuka. Nampaklah satu pria paruh baya yang tak lain adalah boss dari Sean, sedang bersama Seli yang... bajunya sudah robek setengah.
Amarah Louis memuncak. Ia segera masuk dan menghajar pria paruh baya itu dengan kebencian di setiap pukulannya. Kemudian ia melempar pria itu keluar, simbol kepada bodyguardnya untuk menghabisi Si Bejat itu. Dirinya mengibaskan jaket yang dibawanya, kemudian dipakaikanlah jaketnya itu ke tubuh Seli yang mungil.
Hatinya hancur saat melihat gadis itu. Seli menangis tanpa suara. Matanya enggan berkedip. Tangannya sibuk memeluk dirinya sendiri. Nafasnya terengah-engah, tanda ia sangat ketakutan. Saat Louis hendak menggendong Seli, namun gadis itu berteriak sekencang-kencangnya, tanda lain ia enggan disentuh oleh dirinya.
Tangan Louis mengepal erat. Ia kemudian melangkah keluar dari ruangan itu. Matanya menatap kepada Sean, sahabatnya. "Aku tunggu alasanmu di pengadilan besok." Ucapnya lalu menelpon seseorang.
"Halo? Rumah Sakit Darma Permai? Iya.. Kirimkan ambulans dengan semua perempuan sebagai perawatnya. Tidak boleh ada laki-laki kecuali sopir. Terimakasih."
●▪●▪●
Jadi begitu asal-muasal Seli mendapat Arrhenphobia.
Happy reading❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen Fiction#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...