Laki-laki pembuat onar itu pun bersiul senang, ingin segera menikmati kasur dan selimut hangat yang menunggunya di rumah di kala hujan deras ini.
Sambil melompat-lompat kecil, Rio hendak mengambil barang-barang yang masih tersisa di lokernya. Contohnya, pakaian olahraga yang sudah tersimpan disana selama seminggu lebih.
“Eww, Ricardo, lo itu ganteng tapi kok jorok sih?” ujar salah satu anak cheers yang lewat, Candy.
“Yang penting ganteng!” serunya tanpa melihat siapa yang berbicara namun pada akhirnya ia berbalik untuk mencari tahu siapa bersuara karena penasaran. “Eh, ada Candy.. Ada salam tuh dari Lian,” balas Rio balik sambil memasukan baju kotornya ke sebuah tas kecil yang memang khusus berisi baju olahraga.
“Iye, balas ye ke dia ‘amit-amit lo’. Bye, Ricardo.” Balas Candy yang membuat Rio tertawa berat kemudian ia menghilang di balik loker-loker.
Kaki Rio melangkah dengan ringan menuju parkiran mobil SMA Bakti Wijaya. Namun, ada satu sosok yang mengundang perhatiannya. Jaket ungu. Siapa lagi kalau bukan Seli. Ia menatap punggung kecil yang kedinginan itu. Senyum kecil terukir di wajah Rio. Ia ingin segera menghampiri cewek itu.
Satu langkah. Dua langkah. Namun, langkah ketiganya terhenti karena satu orang yang tiba-tiba muncul dari belokan kanan. Senyum kecil itu seketika menghilang dari wajah tampan Rio. Terlihat jelas di mata Rio saat laki-laki itu memberikan jaketnya kepada Seli dari belakang.
Varen kampret.
Dirinya kemudian bersembunyi di balik loker, penasaran akan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ada mobil kuning yang terparkir di depan SMA Bakti Wijaya. Tentu saja Rio tahu bahwa mobil itu adalah milik Varen bahkan sebelum Varen menurunkan kaca jendela mobilnya. Dilihatnya Varen yang mulutnya mangap-mangap seperti mengatakan sesuatu. Kemudian, matanya kembali beralih kepada Seli yang sedang asik mematung disana.
“HA haa! Pasti si Varen kampret lagi ngajakin Seli pulang bareng,” ucapnya pada diri sendiri dengan tawa mengejek. “Dan juga pasti Seli gak bakalan mau. MAMPUS!”
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Mata Rio membelalak lebar. Kaki Seli yang ia kira akan berbalik untuk menemuinya [baca:meninggalkan mobil Varen dan membuang jaketnya], justru malah melangkah masuk ke dalam mobil Varen. Dengan tenang. Tanpa penolakan seperti yang biasanya Seli lakukan kepada Rio. Dirinya makin terasa panas tatkala Varen benar-benar meninggalkan SMA Bakti Wijaya dengan Seli berada di mobilnya.
Rio marah. Entah atas hak apa ia bisa marah.
Ia segera berlari menerobos hujan untuk menuju ke mobilnya. Dijalankannya mobilnya cepat melebihi 60 km/jam, berusaha mengejar mobil Varen. Tapi, pikirannya memaksanya untuk tidak memana. Rio akhirnya berpikir jernih dan 'bodo amat' dengan keadaan itu. Ia membawa mobilnya ke belokan yang berlawanan dengan mobil Varen.
Namun, hatinya berkata lain. Tak lama kemudian ia segera membanting setir mobilnya dan putar balik di jalan raya yang lumayan ramai, membuat para pengendara dari dua jalur otomatis kesal dan bertin-tin ria. Bodo amat, begitu katanya dalam hati.
Dasar Rio plin-plan memang.
Setelah menyalip mobil-mobil kesana kemari, akhirnya Rio menemukan mobil Varen, sedang bergerak ke arah dan tujuan yang sama, rumah Seli. Mobil Varen berjalan dengan sangat tenang, sangat bertolak belakang dengan kecepatan Rio. Beberapa menit kemudian, akhirnya dua mobil itu sampai di rumah Seli.
Sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya, Rio melihat Seli yang tiba-tiba keluar tanpa membawa payung, menerobos hujan dengan cepat agar bisa masuk ke apartemennya. Jantung Rio terloncat bukan main.
“Daridulu kebiasaannya sama aja,” ucap Rio sambil tersenyum kecil.
Mendengar suara gas yang cukup keras, akhirnya mobil sialan yang ada di depan Rio itu melegang pergi meninggalkan apartemen Seli. Tangan Rio merogoh saku celananya kemudian jarinya menekan kontak seseorang. Nada sambung berbunyi cukup lama.
‘Halo? Apaan lo nelpon-nelpon! Dasar homo!’
“Yan,” panggilnya sambil menatap apartemen Seli. “Tolong ceritain gue gimana sikap Varen di kelas lo.”
‘Hah? Lo kesambet apa sih, Yo? Emangnya kalo lo udah tau mau diapain?’
“Mau gue keluarin dari sekolah.”
‘Ngomong ape sih lo, nyet? Lo minta dipukul apa?!’
“Ohya, ada salam dari Candy,”
‘Serius lo?!’ seru Lian semangat.‘Apa katanya?’
“Amit-amit lo.” Rio memutuskan sambungan teleponnya dengan Lian yang auto-marah di ujung sana.
---------------------
Karena sudah ada Varen, kalian #TIMSEREN atau #TIMSERI ?😁
ENJOYYY!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Fiksi Remaja#1 in phobia Pertemuan dengannya di ruang guru membuat Rio;cowok bandel nan tampan; terus penasaran dengan satu gadis yang selalu menganggap dirinya hama. Gadis yang selalu membawa inhaler dimanapun ia berada. Gadis yang selalu gondok jika bertemu d...