28 - Calum's

327 22 14
                                    

"Where have you been ?"

Mataku menangkap sosok shirtless yang sedang berdiri tak jauh dari pintu utama yang baru ku masuki. Wajah kriminalnya mengintrogasi ekspresi bingungku karena lupa ingin menjawab apa.

"Starbucks."

Matanya memicing tanda ia belum percaya. Aku menaruh paper bag khas starbucks di meja. Menatap nya yang terlihat um.... depresi ?

"Where have you been ?"

Aku bertanya balik selagi mengambil minum. Bisa ku lihat sebelah alis nya naik seperti bertanya 'what do you mean ?' Walaupun rumah ini gelap.

"I was home 20 minutes ago. Where are you ?"

"H-how ? Starbucks is an hour away."

"Im taking a night run. Where are you ?"

Wajah nya kembali datar mengingat aku memiliki lari yang cukup cepat. Aku selalu membanggakan nama sekolah untuk lomba lari saat junior high dulu.

Ia menjatuhkan diri ke sofa. Mengusap wajahnya kasar. Merasa penasaran, aku duduk di sebelahnya. Menjatuhkan kepala di pundak nya.

"What's wrong ?"

"Your mom's boyfriend. he wants you back."

"But.... i dont want to come back." Ucapku pelan.

"Me either. And your mom's boyfriend told me that he would do anything to take you back."

"This is mom's game right ? Even she devorced with dad so i could go with you."

"Yes. This is your mom's game. Anyone who could bring you back have a chance to marry her. And she told me that i have to protect you. Cause she dont know what that jerk's plan." Ia terus berbicara sambil menutup mata.

Calum adalah seorang kriminal. Ya aku tinggal bersamanya bukan dengan orang tuaku. Ayah ku tidak pernah setuju jika aku memiliki hubungan dengan Calum. Berbeda lagi dengan ibuku. Ia sangat mendukungku dan memutuskan untuk bercerai dengan ayahku agar aku bisa bersama Calum. Sedikit yang aku tidak tahu, ibu ku memiliki sebuah permainan. Lelaki manapun yang bisa membawaku kembali pada ibuku bisa menikahinya. Aku tidak mengerti tujuan yang ibu miliki. Hanya saja, sebelum aku dan Calum pergi, ibu berpesan kepada Calum agar aku tetap bersamanya sampai entah kapan.

Ibuku bisa di bilang seorang miliuner. Tak heran banyak yang ingin menjadi suaminya. Dan jika aku sudah berada di hadapannya, aku tidak akan bisa lagi lepas dari ibuku. Bahkan Calum tidak bisa lagi berhubungan dengan ku.

"You better go to bed. I'm going to my office. Lock the door. Good night." Ia berdiri, memakai kaosnya. Aku pun ikut berdiri mengantarnya sampai depan pintu. Tangannya terulur ke belakang kepalaku. Menarikku mendekat. Mencium kepalaku dan pergi.

Aku pun mengunci pintu dan segera berlari ke atas. Mematikan setiap lampu yang menyala. Berganti baju dan melompat ke tempat tidur.

□■□■

Mataku terbuka mendengar samar samar barang jatuh. Memiliki keyakinan besar bahwa pacar ibuku memulai serangan, aku turun dari tempat tidur tanpa suara. Melihat tidak ada tanda tanda Calum di rumah. Aku meraba laci nakas. Mencari pistol andalanku. Menyambungkan earphone ke handphone dan memakainya secara tidak normal yaitu dari punggung. Mencoba agar earphone tersebut tidak bergerak. Selesai dengan urusan memakai earphone dengan tidak normal itu, aku mengantongi handphone dan menghubungi Calum.

Masih bisa ku dengar suara langkah kaki yang ku yakini lebih dari satu orang. Perlahan, aku membuka pintu balkon. Sengaja tidak turun lewat dalam rumah. Meloncat dari balkon hingga ke taman belakang. Beruntung, pintu kaca yang menuju halaman belakang ku tutup juga ku kunci.

OneShot(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang