ILY#45

127 19 0
                                    


    Maria pagi ini sangat kesal karena Die mengatakan bahwa ibu dan ayahnya bertengkar karena gadis itu.

Ya. Gadis bernama Nila itu yang membuatnya geram dan kesal namun ia tidak akan kembali sebelum orang tuanya yang menjemputnya atau mungkin keluarga Padilla yang akan nelakukan itu.

Maria menyuap sarapannya dengan malas sementara Pedro dan Pricilla yang melihatnya mengernyitkan dahinya.

"Lo kenapa Ri?" Tanya Pricilla mewakilkan kakaknya yang sangat penasaran pada gadis yang sedang makan dengan malas itu.

Maria mendoak melihat Pedro dan Pricilla menatapnya bingung, ia cengengesan sambil menggaruk tengkuknya.
"It's okay. I'm okay."

Pedro dan Pricilla memakan kembali makanan mereka sambil sesekali melirik kearah Maria.

"Sebenernya dia udah ngebuat nyokap bokap gue berantem, gue baru dapet telepon dari Die kalau nyokap gue lama kelamaan benci sama dia karena Daddy gue yang awalnya nggak main tangan sama siapapun jadi main tangan dan itu sama Angela, kakaknya sahabat gue." Tutur Maria sambil menatap nanar makanan di piringnya, pikirannya melayang menebak apa yang di lakukan ayahnya pada Angela.

Pricilla menaikkan sebelah alisnya. "Dia?"

"Nila." Jawab Maria singkat yang membuat wajah Pricilla memerah menahan amarah, bukan karena Maria menjawabnya dengan singkat tapi karena nama yang di sebutkan Maria benar-benar nama orang yang ia benci.

Maria mengerutkan keningnya melihat wajah Pricilla dan Pedro seperti menahan sesuatu.

Maria berdehem untuk mencairkan suasana yang menurutnya sangat tegang ketika ia menyebut nama 'Nila'

"Kenapa muka kalian pada tegang gitu?" Tanya Maria yang  membuat Pedro maupun Pricilla berdehem tak enak.

Alis Maria naik satu, ia bingung mengapa kedua orang di depannya sangat aneh.

Tiba-tiba sebuah dering telepon dari ponsel Pedro berbunyi yang membuatnya segera mengangkat itu tanpa melihat si penelepon.
Kebiasaan Maria yang mirip dengan Pedro.

"Hallo."

Seru Pedro  sambil menyantap makanan yang sempat ia anggurkan.

"..........."

Maria mengernyitkan dahinya menyadari rahang laki-laki di meja seberang mengeras.

Nafsu makan Pedro seakan hilang setelah mengetahui siapa yang meneleponnya.

"Anda nggak usah bawa-bawa adik saya dalam keadaan ini karena dia nggak salah apa-apa."

Kebingungan Maria bertambah menyadari raut wajah Pedro yang berubah dingin dan tak berperasaan.

Gadis cantik berambut cokelat itu menoleh kearah Pricilla yang terdiam.

Pricilla tahu bahwa yang sedang berbicara itu adalah seseorang yang sangat Pedro benci, dulu Pedro memiliki banyak musuh karena ia bersahabat dengan Nila yang terbilang popular namun karena banyak musuh Pedro yang melihat Nila menangis saat Pedro membentaknya membuat musuh Pedro melakukan apa saja untuk mencelakakan kakaknya itu.

Pedro segera memutus sambungan teleponnya lalu membuang ponsel, tak peduli pada ponsel tak bersalah itu.

"Kak Pedro." Lirih Pricilla yang di dengar Maria karena Maria berada di samping gadis cantik itu.

Maria menunduk, ia tahu apa yang terjadi di keluarga Pedro lebih rumit dari pada dirinya namun entah mengapa keduanya kuat menjalani semua ini.

"Gue ke Taman belakang dulu ya?" Tanpa menunggu jawaban Maria maupun adiknya, Pedro melangkah menuju Taman.

Maria yang melihatnya tak tinggal diam sedangkan Pricilla, ia hanya terdiam melihat kepergian kakaknya.

Gadis berambut cokelat itu segera berlari menuju taman walau panggilan Pricilla terdengar indah di telinganya.

***

Pedro menghela nafas frustasi, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan karena orang itu tahu bahwa Pricilla adiknya.

Memang. Banyak yang tidak tahu tentang hubungan antara Pedro dan Pricilla kecuali anak-anak di sirkuit.

"Memendam masalah sendiri nggak akan ngebuat lo tenang." Ucap seorang gadis berambut cokelat, bermata hazel dan memiliki sifat dingin serta peduli.

Gadis itu tak lain dan bukan adalah Maria violetta manuel bernardo.

Maria memegang bahu kanan Pedro sedangkan laki-laki itu hanya diam menunduk karena tertangkap basah.

"Gue pernah ngerasain ini, tapi Granma gue selalu bilang kalau seseorang yang memiliki masalah nggak boleh memendam sendiri karena itu akan menjadi dendam dan Granma juga bilang kalau seseorang yang memiliki masalah membutuhkan sandaran." Pedro mendongak melihat gadis bertubuh mungil itu lalu segera memeluknya, ia tak kuat menahan beban sebanyak ini.

Maria yang mendapat pelukan itu hampir saja terjungkal kalau saja Pedro tak menahan tubuhnya, gadis itu tersenyum maklum lalu mengelus punggung laki-laki yang memeluknya saat ini.

"Nangis sepuas lo, nangis juga bukan cuma buat cewek tapi juga buat cowok." Ucap gadis itu sambil memandang ke depan. Tak hanya Pedro yang menangis, ia juga menangis karena turut merasakan apa yang di hadapi laki-laki yang memeluk dan di peluknya kini.

Tak lama Pedro melepaskan pelukannya yang membuat Maria segera menghapus airmatanya.

Gadis berambut cokelat itu tersenyum tipis yang di balas Pedro dengan tulus.

"Makasih." Lirih Pedro sambil menatap wajah manis milik Maria yang membuat gadis itu tersenyum sembari mengangguk sebagai respon.

"Nggak usah makasih. Semangat ya Ro, gue yakin lo bisa ngelewatin ini. Lo tau? Gue juga pernah ngerasain itu, tapi gue inget kata-kata granma gue." Pedro memandang mata indah gadis itu dengan memegang kedua bahunya.

"Gue boleh ketemu granma lo?" Pertanyaan Pedro membuat tatapan Maria sedikit sendu namun tak bertahan lama.

Bukannya menjawab pertanyaan Pedro, Maria justru kembali melanjutkan kisah di mana neneknya dan dirinya bersenang-senang.

"Granma gue selalu ngomong kalau setiap orang itu nggak bisa memendam perasaan sakitnya sendiri. Orang itu butuh seseorang buat jadi sandaran dan orang yang mau memeluk dia." Maria mengenang masa-masa di mana neneknya mengucapkan itu padanya saat ia berusia 14 tahun.

Pedro tersenyum. "Lo punya nenek yang keren." Pujinya yang mengundang kekehan gadis di hadapannya.

Maria mendongak menatap langit yang cerah di atas lalu terteriak. "Granpa. Temen aku bilang kalau Granma keren."

Pedro yang awalnya tersenyum berubah saat melihat tingkah Maria, ia tahu maksudnya.

"Granpa sama Granma selalu bersama-sama. Bahagia, sedih ataupun semacamnya mereka hadapi dan motto mereka 'Sampai maut memisahkan' mereka pergi ke surga bersama-sama. Gue seneng, gue seneng mereka di atas sana tapi gue sedih karena mereka harus ngeliat gue menderita kayak gini karena permainan takdir." Pedro yang melihat wajah Maria yang tersenyum seketika lega dan ia segera membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

"Selama-lamanya."

Tanpa mereka sadari, seorang gadis mengintip sambil tersenyum haru lalu meninggalkan mereka berdua.

Gadis itu adalah adik dari seorang Pedrollin aguinaldo yaitu Pricillana aguinaldo.

"Salah satu cara buat ngebebasin kakak yaitu bunuh orang yang udah rusak keluarga kita."



Semangat ya Pricilla buat bunuh tuh orang, karakter Pricilla itu asli saudara kandungnya Pedro alias Edwart so, nyatu'kan?

Tinggalkan jejak, maaf soal typo-nya guys........

I Love You(Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang