ILY#52

124 15 6
                                    

Seorang gadis tengah berada di sebuah ruangan, tangan gadis itu menggenggam erat sebuah botol wine.

Siapa lagi kalau bukan Maria, gadis itu kini sudah tak pernah absen untuk pergi ke club karena itu sudah menjadi kebiasaannya kini.

Ia tak sendiri, ia ber-5 bersama Die, Pricilla, Patricia dan Pedro yang tadi ia jemput menggunakan mobilnya, ia sebenarnya ingin sendirian namun karena takut jika ia nanti akan mabuk jadi ia mengajak mereka ber-4.

Mata gadis berambut cokelat itu melihat Pricilla, Patricia dan Die yang asyik melonggak-lenggokkan tubuhnya mengikuti irama musik yang menggelegar.
Sementara ketika ia menengok ke samping, Pedro. Laki-laki itu tengah asyik menatapnya sambil tersenyum, apa laki-laki ini mabuk? Entahlah. Setahu Maria, Pedro tidak akan mabuk mau berapapun ia akan minum.

"Mabuk, hm?" Tanya Maria yang terdengar sangat seksi ditelinga Pedro yang membuat laki-laki itu tersenyum.

"Nggak kok, gue seneng aja karena gue bisa lebih deket gini sama lo." Mungkin terdengar seperti gombalan namun Pedro mangatakan apa yang ia rasakan.

Maria terkekeh sambil menepuk bahu Pedro yang justru membuat Pedro menariknya kepangkuannya yang membuat gadis berambut cokelat itu kaget.
"Apa-apaan sih Ro." Protes gadis itu sambil berdiri dan menatap kesal pada Pedro yang dibalas cengiran.

"Gue tau lo mabuk." Ujar Maria sambil menoyor kepala Pedro yang membuat Pedro terkekeh.

"Kalau mabuk gue nggak bakalan kayak gini Maria." Iya juga, mana ada orang mabuk yang sadar. Tapi tingkah Pedro seperti orang sedang mabuk? Aneh.

"Dia emang gitu Ri, kalau di club suka keliatan mabuk tapi sebenernya dia nggak mabuk, dia cuma pura-pura." Pricilla mengecilkan suaranya agar Pedro tak mendengar apa-apa. "Karena masa lalunya yang kelam." Ucapnya.

Maria mengerti, tapi kenapa laki-laki ini sangat tegar? Maria ingin menjadi seperti dia, Pedro tegar menghadapi masalahnya namun Maria? Ia bimbang antara pasrah dan menghadapi, pilihan itu sulit.

Mata Maria menyipit saat melihat gadis yang tak asing baginya, gadis yang juga tengah menatapnya dengan sendu. Ia kenal gadis itu, ia tak ingin melihat gadis itu sekarang atau mungkin selama-lamanya?

"Kenapa dia selalu ada dimana-mana?" Tanyanya pelan pada diri sendiri, ia tersenyum nanar menyadari tak seharusnya ia seperti ini.

Pedro yang mendengarnya segera mengalihkan pandangannya kearah pandangan gadis di samping itu.
Jantungnya berdebar melihat Nila yang menatapnya sendu dan penuh penyesalan.

Pricilla yang merasa janggal pun mengikuti arah pandang kakaknya yang kaget itu dan kini ia pun sadar bahwa gadis itu yang membuat kakaknya kaget dan Maria temannya sedih.

"Gue bakal tepatin janji gue sama lo kak walau lo nggak tau apa yang gue janjiin ke-elo. Maaf ya Maria, kak Pedro, ini demi kalian dan juga___gue." Batin Pricilla menyahut, napasnya memburu dan kilatan kemarahan serta dendam terdapat dimatanya saat ini.

"Lo mau kemana?" Tanya Maria ketika melihat Pricilla berjalan menjauh dari dirinya dan ke-2 temannya serta kakaknya, Pedro.

Pricilla menoleh kilas kearah Maria sambil menyunggingkan senyum miring, firasat Maria mengatakan bahwa gadis ini akan berbuat nekat. "Mau ke suatu tempat dimana seseorang bisa abis sama gue."

Maria menatap Pricilla sambil mengernyitkan dahinya, ia yakin gadis itu akan berbuat sesuatu yang nekat. "Apa gue percaya gitu aja sama lo?! Jujur, lo mau kemana?" Tanyanya lantang, matanya menatap nyalang mata Pricilla.

Pricilla tersenyum sinis. "Gue mau nepatin janji gue sama kak Pedro." Terdengar dari nadanya, gadis itu sudah tidak sabar melakukan sesuatu.

"Janji? Gue curiga lo bakal melakukan hal yang gila." Ucapan Maria memancing emosi Pricilla yang sejak tadi ia tahan untuk mangsanya.

Pricilla menatap murka pada Maria yang membuat Maria tersenyum sinis. "Apa yang bakal lo lakuin kalau gue melakukan hal gila yang lo maksud itu?" Tanyanya pada Maria.

Jelas saja Maria menggeleng, ia tak punya hak apa-apa pada Pricilla namun firasatnya tak enak. Sungguh.

"Gue harap jangan, karena kematian terlalu indah untuk seseorang yang lo maksud itu." Maria benar, kematian terlalu indah baginya, lalu apa yang harus ia lakukan? Menyewa seseorang untuk memperkosa gadis itu? Itu cukup menarik.

Pricilla menatap Pedro yang sedang meminum botol ke-5 vodka nya. Ia tahu pasti bahwa kakaknya itu meminum vodka karena sudah terbiasa dan tak akan mabuk namun bila ia meminta laki-laki itu untuk meminum wine apakah laki-laki itu juga tidak akan mabuk? Hanya satu untuk membuktikannya yaitu mencoba.

Mungkin Pricilla dapat disebut gila karena membuat kakaknya mabuk tapi ini demi kebaikan semuanya termasuk dirinya sendiri.

Pricilla menukar botol wine Maria dengan botol vodka milik Pedro begitupun sebaliknya. Ia menyeringai memikirkan nasib Nila nanti sementara Maria? Gadis itu sudah curiga dengan tingkah Pricilla karena menurutnya sangat aneh.

Tiba-tiba tubuh Pedro seperti melayang, kakinya membawanya kearah gadis yang sedang memandangnya sendu. Ia tak tahu saja jika laki-laki di hadapannya ini sedang mabuk karena ulah adiknya sendiri.

Maria melotot walau kepalanya sedikit pusing, mungkin ia sudah banyak minum namun mengapa rasanya lain? Entahlah.
Ia segera mengikuti Pedro yang membawa Nila kearah sebuah ruangan khusus.

Maria tahu bahwa Pedro benar-benar mabuk, kecurigaannya terhadap Pricilla semakin besar karena ia saja asyik berciuman bersama seorang laki-laki, dia juga mabuk pikir Maria.

Maria mendengar pekikan dari dalam ruangan itu dan segera membukanya, ia melihat Pedro yang sibuk memainkan bibirnya pada leher Nila.

Nila menangis, ia sesegukan melihat Pedro mabuk dan ia juga merasa rendah karena dengan seenaknya Pedro merenggut ciuman pertamanya dan keperawanan lehernya.

"Pedro berhenti, aku mohon." Maria marah karena Pedro berlaku tak senonoh pada Nila apalagi melihat gadis itu memohon, ia juga masih punya hati.

"Pedro! Lepasin Nila sekarang." Bentak gadis berambut cokelat itu sambil menunjuk Nila dan mencoba menarik Pedro yang semakin gencar menciumi leher jenjang Nila.

Pedro terhempas saat Maria melayangkan pukulannya di pipi laki-laki itu lalu mendorongnya.
Itu terpaksa karena ini untuk kebaikan harga diri seseorang, kalian ingat bahwa Maria masih punya hati bukan?

Pedro bangkit lalu memeluk Maria yang sedang mengatur napasnya yang memburu, ia takut bila Pedro melakukan hal yang tak senonoh lagi pada seorang gadis.

Nila yang melihat itu menangis, ia tahu bahwa dua orang di hadapannya ini menderita tapi apa yang harus ia lakukan? Siapa yang berani membuat Pedro mabuk seperti ini?

Maria melirik kearah Nila yang tengah memeluk kedua lututnya, walau Nila mengambil kasih sayang orang tuanya namun ia tak mungkin tega melihat harta paling berharga bagi seorang gadis direnggut seseorang yang sedang mabuk.

"Lo sadar Ro, sadar!" Teriak Maria sambil melepaskan pelukan Pedro lalu menggoyang-goyangkan bahu laki-laki itu.

Pedro menatap lesuh Maria sambil menggumamkan satu kalimat.

"Maaf."

Dan setelah itu Pedro tak sadarkan diri dipelukan Maria.




Tinggalkan jejak :*

Semangat terus ya ngikutin cerita ini walau berbelit-belit....


Salam Ippa yang abis pulang taraweh...

I Love You(Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang