"Assalamualaikum." Ucapku saat masuk ke rumah Bersama om Bagas.
"Waalaikumsalam." Ucap mbak dan om Dibyo bersamaan. Sepertinya mereka sudah baikan dan hawa dingin dirumah sudah sedikit berubah hangat kembali.
"Danton." Ucap om Dibyo sedikit kaget melihat kehadiran om Bagas.
"CAKRA ndan!" ucap om dibyo dengan menegapkan badan. Yang dibalas anggukan saja dari om Bagas.
"Ini mau ditaruh mana?" tanya om Bagas pada om Dibyo.
"Biar saya bawa saja ndan." Ucap om Dibyo sungkan dan segera mengambil alih kardus itu dari tangan om Bagas dan membawanya ke dapur.
"Silahkan pak duduk." Ucap mbak Desi sungkan.
"Terimakasih, tapi saya harus buru buru kembali. Sudah malam soalnya." Ucap om Bagas ke mbak Desi dan om Dibyo yang sudah kembali ke ruang tamu.
"Siap ndan, selamat malam." Ucap om Dibyo kikuk.
"Besok- besok lagi, jangan suruh Alana beli air ke sana sendiri. Kalau sampai terulang, temui saya kamu Dibyo." Ucap om Bagas sedikit tegas.
"Siap ndan, maaf sudah merepotkan." Ucap om Dibyo sedikit bersalah.
"Ya sudah , saya kembali. Assalamualaikum." Ucap om Bagas sambil melirikku sebentar, kemudian berlalu pergi.
"Waalaikumsalam." Ucap kami bertiga bersamaan.
"Maafin om ya Lan, nyuruh kamu beli malam-malam." Ucap om Dibyo bersalah. Saat om Bagas sudah pergi.
"Iya Lan maafin mbak juga." Ucap mbak Desi menimpali.
"Iya mbak, om. Gak papa kok. Om Bagas Cuma lagi darah tinggi aja tadi. Jangan dimasukin hati mbak, om." Ucapku ke kedua orang di depanku ini yang sudah terlihat seperti orang yang jahat yang sudah melemparkan cewek cantik ke kendang macan. Seperti yang dikatakan om Bagas tadi.
"Tapi kamu disana gak papa kan?" tanya om Dibyo khawatir.
"Maaf om tadi gak nganterin kamu." Ucapnya lagi semakin bersalah.
"Enggak kok om Lana gak papa. Kan Lana anaknya tentara juga. Kalo di ganggu lana bisa kok jaga diri."
Ucapku berusaha bercanda untuk mengurangi rasa bersalah om Dibyo kepadaku."Yasudah om mau keluar dulu. Mau cari udara segar." Ucapnya pamit ke mbak Desi dan aku. Selepas om Dibyo pergi aku segera ngepoin mbak Desi.
"Gimana mbak udah baikan sama om Dibyonya?berantem apaan sih mbak?" tanyaku penasaran.
"Ya biasalah, om mu itu. Bikin mbak kesel." Ucapnya masih kesal ke om Dibyo
"Aduh..aduhh.. yang berantem sama suami." Ucapku menggoda sambil berlari ke kamar.
"Awas kamu Lana." Ucap mbak Desi yang mengejarku masuk kamar.
"Tadi sama pak Bagas ngapain aja kamu? Hayoooo. Pacaran ya?" Goda mbak Desi kepadaku saat kami sudah duduk berdua di atas Kasur.
"Ih apaan sih mbak, Cuma ngobrol santai aja." Ucapku sedikit bersemu merah saat membayangkan apa yang dilakukannya tadi.
"Ih, mukamu kenapa merah padam kayak gitu?" Goda mbak Desi lagi sambil tertawa senang menggodaku.
"Enggak tuh. Gak merah." Ucapku bohong, padahal aku tidak tahu seperti apa wajahku sekarang.
"Yeek, bohongnya ketahuan banget." Ucap mbak Desi terbahak, melihat wajahku yang semakin merah karena godaan mbak Desi.
Akhirnya kamipun perang bantal dengan suara tawa yang lepas.
BAGAS POV
Di tempat lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dituliskan Takdir
General Fiction#1 Tentara 30/01/2020 #1 abdinegara 30/01/2020 #1 militer 21/04/2019 #1 Tentara 19/10/1/2019 #1 cintapertama 16/7/2017 [COMPLETED √] Takdirkan selalu mengiringi kemanapun Kita pergi. Diantara pilihan yang ada hanya kamulah yang ku nanti