Setelah selesai acara yang hampir pukul dua belas malam. Akupun dan kak Adit menuju kamar kami di hotel ASTON. Kami memilih kamar Deluxe sekitar lima ratus ribuan. Yang di brosurnya bertuliskan fasilitas tempat tidur king size, pemandangan gunung Lawu dan gunung Wilis. Serta fasilitas kamar mandi yang menggunakan sower. Gak usah mahal mahal untuk nikahan karena perjodohan.
Awalnya mau ambil yang superior yang empat ratusan. Tapi Bunda Hendra memaksa kami memilih yang president suite. Hanya saja kak Adit menolak dengan alasan harus berhemat. Huvv bikin kesel. Tapi gak papa dua juta untuk satu malam itu bisa buat kebutuhan satu bulan kurang satu minggu prajurit bintara. Kalo perwira sih palingan dua juta udah kayak tabungan satu bulan. Hemat Alana harus hemat- itulah kata yang beberapa hari ini kak Adit tancapkan ke otakku.
Deg... deg...deg
Jantungku berdetak kencang saat aku mulai memasuki kamar ini. Saat aku memasuk, Aku sedikit ternganga dengan apa yang aku lihat. Pemandangan kota madiun serta gunung Lawu dan Wilis, kemudian Kasur king size, tv empat puluh inchi, kamar mandi dengan fasilitas sower dan toilet duduk. Mewah banget padahal ini kamar deluxe apalagi yang yang junior atau president gak kebayang mewahnya.
Awalnya sih aku bingung, mau ngapain dulu. akupun memutuskan duduk tepi ranjang ukuran king size ini, menatap jendela kaca yang transparan menunjukkan kota Madiun. Apa yang harus aku lakukan- batinku bingung.
Sedangkan kak Adit mulai mencopoti pakaian PDU 1 nya dari tubuhnya. Menyisakan dirinya dengan celana hijau panjangnya dan kemeja yang sudah terlepas dari jeratas dasi.
"Aku pakai dulu kamar mandinya." Ucapnya membelakangiku sambil membuka kopernya mencari ganti.
"Ehm, iya." Ucapku kaku. Kak Aditpun pergi menuju kamar mandi. Dari luar aku bisa mendengar air sower terdengar nyaring. Tiba tiba bulu kudukku merinding. Ada hantu kah?
Selama dia mandi aku segera membuka koper mencari pakaian gantiku. Dan segera mengurai rambutku yang super duper hair stayles banget ini.
Selang lima belas menit dia keluar. Akupun meliriknya. Kulihat dia mengenakan kaos tipis berwarna putih dengan celana pendek berwarna hitam. Dia keluar sambil mengusap usap rambut pendeknya dengan handuk untuk menyeka air dari rambutnya.
"Kamu gak mandi?" Tanyanya saat aku mengalihkan pandang kea rah lain.
"ya ini mau mandi." Ucapku menuju ke kamar mandi dengan gaunku yang masih melekat.
"Yakin bisa nyopot itu bajunya?" Tanyanya saat aku membelakanginya menuju kamar mandi
"Bi-bisa kok." Ucapku memastikan. Tanpa membalikkan badan menatapnya.
"Alana.. Alana. Tanganmu paling Cuma bisa bukak sedikit aja terus mau gimana, ngerobek gaun mahal itu?" Cibirnya tersenyum remeh. Yang sepenuhnya bener.
Diapun berjalan ke arahku dengan santainya dan membukakan resleting bajuku. Kemudian meninggalkanku sendiri diam membeku.
"Kenapa? Kok diem aja, buruan mandi." Suruhnya santai. Menuju Kasur kemudian bersantai di Kasur king size.
"Iy-ya ini mau masuk. Makasih atas bantuannya." Ucapku berjalan cepat menuju kamar mandi sambil memegangi baju yang terasa longgar di badanku.
Akupun mandi dengan tempo yang super duper lambat banget. Memang aku sengajakan seperti ini agar ketika aku keluar si tengil Adit itu udah tertidur.
Persetan dengan badan yang mulai kedinginan. Dari pada aku di serang sama dia mending sembunyi di balik pintu ini dengan alasan mandi.
Setelahku yakini waktu sudah memungkinkan aku keluar. Apesnya aku menemukan pajangan hidup di depan kamar mandi dengan wajah datar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dituliskan Takdir
Fiction générale#1 Tentara 30/01/2020 #1 abdinegara 30/01/2020 #1 militer 21/04/2019 #1 Tentara 19/10/1/2019 #1 cintapertama 16/7/2017 [COMPLETED √] Takdirkan selalu mengiringi kemanapun Kita pergi. Diantara pilihan yang ada hanya kamulah yang ku nanti