PART 9

13.3K 596 15
                                    

"maaf Alana sudah sedikit merendahkanmu waktu lalu." Ucapnya om Rehan sedikit menyesal saat mengingat kejadian waktu lalu yang menyebkan aku, mbak Desi serta om Dibyo sedikit canggung dengan Dia. Hari ini adalah hari perpisahan kami. Ya, om Rehan mendapat surat kepindahan kesatuan ke luar jawa. Sedikit mengagetkan kami semua tapi apa yang bisa kami lakukan. Itulah nasib seorang abdi negara. Mereka harus siap mental dimana dan kapapun mereka menerima berita kepindaahan, tidak hanya kepindahan saja. Mereka juga harus siap siaga ketika negara memanggil mereka tanpa mengenal yang namanya waktu.

"Hati hati Han, jaga diri saat disana." Itulah pesan yang hanya bisa disampaikan om Dibyo kepada om Rehan dengan tulus. Sebenarnya permasalahan waktu lalu sudah kami selesaikan dengan baik baik. Tapi aku sedikit menjaga jarak sejak saat itu.

Setelah berpamitan ke semua orang yang dikenalnya termasuk om Bagas dan om Rendi, yang tentunya dia sudah bukan lagi sebagai seorang bujangan lagi melainkan seorang suami dari seorang Dokter muda yaitu Dr. Yonita Novianti, wanita yang telah disahkan om Rendi dua minggu lalu. Pernikahan mereka sangat meriah dan megah, ya walaupun aku gak ikut lihat gimana proses sebenarnya tapi aku melihat dari video yang berdurasi lima menit dari hp mbak Desi. Tetapi menyangkup keseluruhan proses pernikahan mereka yang mengusung adat jawa itu.

Serta tak lupa proses pedang pora yang menurutku adalah inti nomer dua setelah akad nikah dari seorang abdi negara khusunya perwira.
Sedangkan untuk kalangan bintara tidak ada tradisi pedang pora. Hanya saja diadakan prosesi mirip pedang pora, dengan maksud untuk menghormati rekan yang melepas masa lajang, acara ini disebut dengan Hasta Pora atau gapura yang di bentuk dari penghormatan tangan, sehingga pedang digantikan dengan tangan yang lurus ke atas seperti pedang pora pada umumnya.

*

Setelah memarkirkan motor scoopy cosmo creamku di paling ujung parkiran sepeda motor. Aku segera melihat pukul di jam tangan buatan swiss biru di lengan kiriku. Setelah memastikan pukul berapa sekarang, aku segera berlari sekuat tenaga menuju kelasku karna aku sudah telat sepuluh menit. Dan bodohnya aku kuliah baru berjalan seminggu. Seminggu teman teman. Anak ingusan coba coba cari masalah sekarang.

"Per-permisi." Ucapku terbata bata karna kelelahan berlari menaiki anak tangga ke lantai tiga sebab saat tadi lift sedang penuh. Saat aku mengucapkannya seluruh isi kelas menatapku aneh. Tak terkecuali dosen yang hanya menatapku sinis.

"Dua puluh lima menit. Kamu masih berani masuk ke kelas saya padahal sudah hampir berjalan setengah jam ini. Duduk!" ucap bu dosen sambil melihat jam tangannya kemudian melirikku dengan tatapan sinisnya. Dosenku ini memiliki rambut pendek yang sedikit keriting, berkacamata, serta memiliki tatapan yang sangat killer. Akupun meminta maaf dan segera duduk di sebelah teman yang baru ku kenal lima hari yang lalu, namanya Devi. Cewek rantau dari Makkassar.

"Kamu gak papa kan?" tanyanya sedikit berbisik padaku.

"Iya gak papa kok." Jawabku sambil memasang senyum semanis mungkin. Setelah itu akupun segera fokus dan mengikuti kelas dengan sedikit lelahan.

Hari yang buruk Alana - batinku meruntuki diri.

**

"Kenapa Lan kok telat?" tanya Devi saat kami makan siang di warung yang bisa dibilang resto tapi sedikit sederhana

"Kesiangan ditambah macet." Ucapku kesal.

"Aku kira kenapa tadi. Ya kamu cari kos kosan lah di sekitar sini." Ucapnya memberi usul

"Belum kepikiran. Udah nyaman soalnya di tempat om ku."

"Emang di mana sih om mu?" Tanya nya sedikit kepo

"Di asrama." Ucapku singkat kemudian menyeruput jus alpukat pesananku.

"Asrama? Om mu tentara?" Tanyanya sedikit kaget bin canggung. Akupun hanya memberikan Bahasa isyarat dengan anggukan tanda iya. Sambil menyeruput jus alkupat yang kupesan lagi.

Dituliskan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang