Suasana lorong belakang dekat pintu belakang sekolah ini sedang sepi tidak ada murid berlalu lalang. Karena ada fakta yang sedikit menyeramkan, sering banyak murid kesurupan sehabis lewat sini. Namun bagi dua manusia ini yang sedang saling berhadapan biasa saja menganggap hal ini tidak terlalu menyeramkan.
Dipta menyenderkan tubuhnya ke dinding seraya memejamkan matanya. Ia pusing sedari tadi mendengar Alaya komat-kamit baca mantra waktu, katanya teori pacaran bersama Dipta itu busuk dan tidak baik. Tapi menurut Dipta hal ini tidak dipermasalahkan lagian dirinya pusing diikuti adik kelas yang genit.
Alaya sedari tadi memegang tangan kiri Dipta untuk melihat waktu di jam tangan milik cowok ini. Sebenarnya ikhlas tidak ikhlas memegang cowok ini. Tapi bagaimana lagi ia ingin melihat waktu saja, tapi Alaya hari ini sangat lupa tidak memakai jam tangan.
"Lima detik lagi,"
"Empat, tiga, du...a, sa...tu." Alaya senang seraya melepaskan tangan Dipta sedangkan Dipta lagi bersantai ria tanpa memikir hal itu.
"Ayo!" Alaya ngegas.
Dipta membenarkan posisinya menjadi berdiri tegak rasa pusingnya menambah akibat gadis itu menagih ucapannya. Ia menatap sekilas wajah Alaya yang kini tertunduk melihat jari-jarinya sendiri. "Apaan?"
Hanya itu jawaban Dipta? Sialan. Ternyata cowok itu sengaja melupakan atau memang lupa beneran?
"Gue tanya lo kenapa?"
"Sakit?" Dipta menempelkan tangannya ke dahi Alaya membuatnya langsung menepis tangan cowok sialan itu.
"Dingin,"
"Lo meriang deket-deket sama gue," ucap Dipta sambil tertawa tanpa suara.
Sebenarnya Alaya tidak menganggap hal ini menjadi sebuah fakta. Hanyalah kesialan yang datang di hari ini atau sebuah kebaikan dalam menolong. Mau tidak mau Alaya menolong satu cowok super duper tengil kesiapapun karena Dipta sangat memaksa dengan sebuah alasan dia capek dikejar-kejar adik kelas. Tapi sekarang cowok itu sepertinya lupa dengan teori berpacaran lima menit itu.
"Cepet!" ucap Alaya sangat memekik kencang di telingan Dipta.
"Baru juga telat lima detik," ucap Dipta dengan santai lalu ia ingin pergi dari hadapan Alaya.
"Gimana kalau telat selamanya?"
"Dipta!"
Dipta membalikan tubuhnya menghadap Alaya yang kini berdiri di tengah-tengah lorong yang berjarak satu meter dari Dipta berdiri.
"Kita putus," ucap Alaya sambil bersedekap dada.
Dia berjalan menghampiri Dipta. Dan sebelum gadis itu pergi ia sempat melototkan matanya dan menabrak tubuh Dipta dengan kencang untuk lelaki itu menghindar dan tidak menghalangi jalan.
"Alay!"
"Alaya!"
"Mantan!""Eh, Pacar!"
Alaya menoleh. "Pokoknya kita putus!"
"Lo ngerti kan? Kita putus!"
"Lupain semua teori pacaran lima menit yang busuk itu!
"Lupain kalau kita nggak pernah bersama!"
Hap. Tangan Dipta menarik cepat lengan Alaya yang berusaha menjauh darinya. Secepat itu Dipta mendapatkan tangannya agar tidak pergi terlebih dahulu.
"Kayaknya cewek yang nggak suka gue, lo doang,"
"Sadar?"
"Sampai kapanpun gue nggak pernah suka sama anak manja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knave Boy
Teen Fiction[END] [BOOK 1 : Dipta dan Alaya] Si Dipta, bule Milan asli Jawa. Bukan badboy, tapi dia knave boy yang mengartikan bajingan. Dengan teori lima menit berpacaran kemudian putus dengan sosok gadis cantik untuk menghindari adik kelas yang terus mengej...