BAB 08 : Rasa dan Bunga Misterius

29.4K 1.6K 76
                                    

Aku menyesal mengenalmu. Tapi bagaimana? ini sudah terlanjur aku membaca bab perkenalan.

"Lo kenapa blokir gue?"

"Seharusnya lo nggak blokir gue."

"Lo benci sama gue atas kejadian di rooftop dua bulan lalu?"

"Gue sama Arsen cuma teman,"

"Jadi lo nggak perlu khawatir antara gue sama Arsen kalau kita cuma temenan."

Alaya membolak-balikan tubuhnya dari sekitar lima belas menit yang lalu di dalam kamar mandi seraya mengetukan jari telunjuknya ke dagu. Hampir saja ia stres demi merangkai kata untuk berbicara dengan cowok sialan yang menghilang itu, Alaya menyiapkan ini seakan-akan ia sangat ingin bisa berbicara lagi dengan Dipta.

Dia menghilang meninggalkan bekas jejak bibirnya di bibir Alaya. Seharusnya Alaya yang marah, tapi mengapa berbalik ke Dipta? Bahkan cowok itu tidak ada kabar lagi sampai sekarang.

"Gue cewek. Pantas nggak sih nyapa cowok duluan?" gumam Alaya sendirian yang hanya ditemani pintu kamar mandi.

"Kayaknya nggak deh."

"Tapi kalau lihat Sasa, dia sering sapa cowok duluan. Sekarang di cap cabe-cabean,"

"Mati lebih pantas."

Alaya meminta sendirian ke kamar mandi dibandingkan ditemani kedua temannya yang sedikit gila. Ia tahu jika dirinya meminta tolong kepada mereka untuk membantu nyapa ke Dipta pasti akan di ledeki habis-habisan.

"Dor!" Alaya terkejut saat seseorang dibelakangnya memegang pundaknya dan ia menghela kesal napasnya hampir jantungan.

"Simon?!" pekik Alaya.

Mata Alaya yang tadi memandang ke arah Simon berubah menjadi ke satu cowok yang sedang berdiri santai tanpa memandanginya dan dia hanya menatap ke arah depan.

"Sorry-sorry, Ay. Gue antar Dipta dulu ke toilet. Kasian takut kencing disini," ucap Simon sambil menyengir khas Papua.

Sapa gue, please. batin Alaya.

Dipta melanjutkan langkahnya ke dalam toilet tanpa melirik sama sekali ke arah Alaya. Ah sial, Alaya rasanya ingin menangis darah sekarang, cowok sialan itu berubah sangat berubah.

Ia menatap punggung Dipta dari belakang. Alaya mendengus lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok tengah diantara toilet cewek dan cowok. Ia menatap ke arah depan dengan tatapan kosong tanpa memikirkan sesuatu.

"Seengganya lo sapa gue bentar aja,"

"Kayaknya gue bakal senang," kata Alaya lalu pundaknya turun melemah.

Alaya terkejut terdengar deheman kecil sangat kecil dari sampingnya. Ia menoleh melihat cowok tampan yang memakai jaket maroon polos sambil memasukan kedua tangannya di kantong depan jaketnya.

Dia memberhentikan langkahnya di depan toilet tanpa melirik sedikitpun kepada Alaya. Apakah ucapan Alaya terdengar oleh Dipta? Ah rasanya mau mati saja.

"E.. lo denger gue ngomong?" tanya Alaya gugup.

Respon Dipta hanya tertawa tanpa suara sambil menggeleng lalu melangkahkan kakinya ke arah depan untuk menunggu Simon keluar.

"Tunggu!" pekik nyaring Alaya.

Alaya melangkahkan kakinya. Tepat sekarang ia berdiri di depan Dipta yang sedang terdiam sambil mengangkat alisnya dan tidak ingin bertanya ada apa.

"Euu... gimana kabar lo?" tanya Alaya yang gugup sambil tertawa untuk menghilangkan ke gugupannya.

Dipta hanya terdiam.

The Knave BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang