BAB 15 : Aku Pasti Kembali

22.8K 1.2K 65
                                    

    

Tunggu aku kembali.

-The Knave Boy-

   Besok adalah hari keberangkatan Dipta ke Milan. Masih ada perasaan risau di hatinya karena ia tidak memberitahu semua ini kepada Alaya. Jika Alaya tahu, mungkin akan terjadi sesuatu pada hubungannya, entah apa.

  Dipta duduk di tepi ranjang dan menghela panjang  napasnya, baru saja ia selesai membereskan bajunya ke dalam koper. Papanya sudah berjanji tidak akan berlama-lama di Milan, tapi jika Dipta ingin pulang terlebih dahulu akan diberikan kesempatan oleh Sergio. Dan ia memutuskan hanya dua hari disana.

  "Udah siap?"

  Ia mengangguk sedikit, lalu matanya beralih perlahan melihat wanita berparuh baya yang sedang berdiri di ambang pintu kamarnya sambil melemparkan senyum manisnya. "Pacar kamu tahu?"

  "Nggak."

  "Kenapa? Nanti dia nyari kamu,"

   "Mama setuju kalau aku punya pacar selain dia?"

  "Maksud kamu?"

  "Memangnya, mama selama ini nggak setujuin kamu punya pacar? Lah, ini keputusan kamu."

  "Yang itu cuma masa lalu kamu. Jadi kamu tahu mana yang terbaik,"

  Senang rasanya, senyum Dipta mengembang sempurna. Mendengar perkataan dari Jeje, seakan-akan ini mimpi Dipta malam ini. Bahwa ia boleh berpacaran dengan gadis lain, tapi di sisi lain ia sangat berada di pososi yang membingunkan.

  Tidak mungkin juga kalau Dipta akan menemui dia. Dan hal itu akan menyakitkan Alaya jika sampai tahu, Dipta sangat memohon kepada siapapun jangan ada yang memberitahu tahu Alaya tentang ini.

    "Jangan senyum-senyum. Jadi kamu mau kasih tau kepergian kamu ke Milan?"

  Dipta menggeleng. "Nggak, ngapain."

  Selang beberapa menit ia beranjak dari ranjangnya sambil mengulum senyuman manisnya dengan cepat ia mengambil kunci mobilnya. Sebelum pergi satu kecupan manis untuk mamanya di pipinya, begitu manis Dipta kepada Jeje.

  "Anak bandel," ucap Jeje sambil tertawa.

🍁🍁🍁

   "Alaya," sahut Dipta pelan.

  Alaya hanya berdeham kecil, dan tidak memandang wajah Dipta yang tengah menatapnya. Sejujurnya rasa debaran jantungnya semakin tidak bisa ia kontrol karena tatapan Dipta terlalu memautkan.

   Kaki Dipta di hentak-hentakan kecil ke lantai  ruang tamu rumah Alaya dan meremas jarinya sendiri, ia sudah tahu kalau Alaya akan marah. Suasana ruang tamu ini rumah Alaya ini pun membuat ketegangan tersendiri. Alaya yang duduk bersila di atas sofa dan Dipta yang disebelahnya membuat mereka merasakan ketegangan yang begitu berbeda.

  "Lo ma-ma..."

  "Kenapa nggak sekolah tadi? Bolos? Atau mati?"

  Pertanyaan Alaya sangat mencekik lehernya sekarang. Tapi ia coba mengatur semuanya tetap tenang jangan terlihat frustasi. Ini semua gara-gara papanya yang melarang sekolah karena Dipta untuk mempersiapkan diri ke Milan.

  "Kenapa?" tanya Alaya dengan sedikit nada penekanan.

  "Kesiangan," jawab Dipta tegar walaupun berbohong.

  Alaya tertawa kecil. "Terus kalau kesiangan nggak mau sekolah? Nggak inget lo punya pa-"

  "Ralat."

The Knave BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang