Bertemu denganmu adalah takdir, menjadi sahabatmu merupakan pilihan, namun jatuh cinta kepadamu diluar kendali diriku
-Dipta, si Mas Jawa
-The Knave Boy-
Bunyi mesin EKG terus berbunyi di dalam ruangan yang bernuansa putih serta kesunyian yang melanda dan bau obat-obatan sangat menusuk ke dalam hidung. Sudah hampir setengah hari gadis ini terus menunggu pria yang terbaring lemah.
Hari sudah berganti malam. Bagi Alaya, tangisnya sekarang sudah tidak penting lagi. Mau sampai nangis darah sekalipun, dia sama sekali tidak peduli. Bagaimanapun Dipta, lelaki itu yang telah melindunginya dari papa Sheren.
Jika tidak ada Dipta. Mungkin Alaya yang akan ditusuk oleh Papa Sheren. Dipta adalah penyelamat Alaya. Air matanya terus berjatuhan ke pipi Alaya, dia tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa kepada Dipta. Dan yang paling terpenting Dipta cepat sadar dan melewati masa kritisnya.
Mata indah Alaya memandang mata Dipta yang terpejam indah. Kata dokter, tusukan itu terlalu dalam dan hampir membuat Dipta kehabisan darah. Alaya rasanya ingin menjerit. Seharusnya dia saja yang tertikam bukan Dipta.
"Dip-ta, ish...hiks," ucap Alaya seraya tangannya menggenggam erat tangan kekar milik Dipta.
Alaya mengangguk pelan. "Alaya janji, kalau Dipta bangun. Alaya bakal beliin Dipta balon!"
"Kayak waktu itu pas aku sakit." Tangis Alaya tidak bisa berhenti. "Kamu beliin aku balon, sekarang aku yang bakal beliin balon,"
Alaya tertawa sendiri yang tak lupa dengan air matanya masih berlinang. Betapa senangnya waktu dirinya sakit dibelikan balon teddy bear oleh Dipta. Sekarang Alaya berjanji akan berbuat hal itu sama seperti Dipta lakukan kepadanya.
"Tapi? Dipta janji dulu sama Alaya," tuturnya.
"Janji bakal bangun."
"Ayo sayang, Dipta pasti bi-sa...,"
Bibir mungil Alaya mendarat mulus di punggung tangan Dipta. Tidak mengerti lagi, Alaya harus berbuat seperti apa karena Dipta belum kunjung sadar dari komanya.
"Alaya?" sahut seseorang dari arah belakang gadis ini.
Sello, Alaya menoleh dan melihat lelaki tampan itu berdiri dibelakangnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Kembali dengan memandang Dipta tanpa memperdulikan kedatangan Sello dibelakangnya. Alaya hanya butuh Dipta sekarang.
Sello menarik kursi dan duduk di sebelah Alaya. "Jangan nangis,"
Alaya tidak peduli.
"Lo nggak curiga sama sekali?" tanya Sello heran. "Tentang hubungan keluarga gue sama keluarga Sheren?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knave Boy
Teen Fiction[END] [BOOK 1 : Dipta dan Alaya] Si Dipta, bule Milan asli Jawa. Bukan badboy, tapi dia knave boy yang mengartikan bajingan. Dengan teori lima menit berpacaran kemudian putus dengan sosok gadis cantik untuk menghindari adik kelas yang terus mengej...