"Gue cemburu," bisik Dipta di telinga Alaya. Suara itu berhasil membuat bulu kuduk Alaya terbangun semua.Angin seakan menjadi saksi tatapan Dipta sekarang selalu membuat gadis cantik ini membisu dan terdiam. Bukan hanya tatapannya yang membuat Alaya terdiam, tapi bola mata Dipta yang kehijauan seakan menghipnotis dirinya untuk selalu menatap cowok tampan satu ini.
Hik. Alaya berhasil cegukan, dalam persekian detik ia berdiri dari pangkuan Dipta. Lalu gadis ini memutarkan tubuhnya membelakangi Dipta seraya menepuk dadanya, mengapa cegukan ini selalu muncul jika di dekat Dipta?
"Buat apa cemburu? Toh, kita cuma main-main," ucap Alaya yang masih membelakangi Dipta.
"Itu hak gue mau dekat sama cowok siapapun, sekalipun kak Bondan ngedeketin gue. Lo nggak ada hak buat larang gue,"
"Seperti lo bilang tadi kalau kita sekarang udah nggak ada status."
Dipta berdiri di samping gadi cantik ini lalu perlahan ia tertawa kecil mendengar ucapan itu yang keluar jelas dari mulut Alaya. "Kalau begitu, lo masih berharap jadi pacar gue?"
"Eh, maksud gue bukan gitu. Jadi lupain semua kalau kita emang nggak pernah bersama." Alaya menekankan lebih dalam lagi suaranya agar di mengerti Dipta.
"Lagian, lo jauh dari tipe cowok gue," kata Alaya seraya membenarkan rambut yang terkena angin kencang.
"Jadi tipe cowok lo kayak gimana?" tanya Dipta.
Ia kini menatap Alaya lebih lekat lagi ternyata gadis itu kalau dipikir-pikir memiliki wajah yang berbeda dengan gadis lain. Alaya memiliki bibir tipis berwarna pink pucat yang tidak di tambah lipgloss lagi, wajah kuning langsatnya sedikit agak berwarna merah muda jika ia sedang gugup. Yang membuat Dipta mengenal Alaya adalah ciri khas cegukannya jika dia berada di dekatanya.
Sampai sekarang pun Dipta belum bisa memecahkan misteri dari cegukan Alaya. Apa hanya di dekat Dipta saja kalau dia cegukan? Atau memang sudah jadi kebiasaannya?
"Yaa, tipe cowok gue tuh yang jelas nggak kayak lo. Dia bisa memimpin jadi cowok yang baik untuk ceweknya,"
"Lo bisa apa? Marah? Basi."
Dipta memutarkan pundak Alaya menjadi menghadapnya. Mereka kini saling berhadapan tatapan maut Dipta muncul lagi, membuat Alaya ingin mati saja.
"Lo cabe rawit atau cabe merah?" tanya Dipta sambil tertawa. Kedua tangannya yang masih setia di pundak Alaya ia hanya ingin melihat wajah gadis itu dari dekat.
"Kenapa bibir lo warna pink?" tanya Dipya seraya mengangkat alisnya.
"Gue nggak suka cewek gue ke sekolah tebel gincu," kata Dipta.
Alaya menggeleng. "Gue nggak pernah pakai gincu!"
"Tapi bibir lo pink,"
Alaya ambigu dan ia langsung mengulum bibirnya ke dalam mulutnya, bahwa benda kenyalnya itu sekarang sedang menjadi perhatian Dipta terlihat jelas dari mata cowok ini bahwa dia sedang melihat lekat bibir Alaya. Ah sial, perasaan Alaya semakin tidak enak sekarang.
"Lo apaan sih!" pekik Alaya, namun cowok tampan ini menaruh satu jarinya di bibir tipis milik Alaya.
Dipta merapihkan anak rambut milik Alaya yang bertebrangan dengan jari-jarinya. Semanis ini Dipta berbuat, apa ia berbuat melakukan ini juga ke gadis lain? Ah sial.
Alaya melotot saat Dipta mendekatkan wajahnya. Semakin dalam jemari Alaya meremas rok abu-abunya melihat Dipta membungkuk untuk lebih mendekatkan wajahnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knave Boy
Teen Fiction[END] [BOOK 1 : Dipta dan Alaya] Si Dipta, bule Milan asli Jawa. Bukan badboy, tapi dia knave boy yang mengartikan bajingan. Dengan teori lima menit berpacaran kemudian putus dengan sosok gadis cantik untuk menghindari adik kelas yang terus mengej...