BAB 14 : Memori

24.9K 1.2K 67
                                    

Nggak usah cari peri di khayangan. Kalau pacar gue secantik ini?

-Dipta

  -The Knave Boy-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  -The Knave Boy-

  Dipta menuruni anak tangga rumahnya ini satu persatu sambil mengelap rambutnya dengan handuk kecil, rasanya segar baru pulang langsung bilas tubuhnya. Napasnya mendesah, melihat tiga orang yang tengah asyik menyantap makan tanpa berbincang sedikitpun.

  Ia berpikir lagi, sejak kapan papanya pulang? Bukannnya sekarang sedang sibuk di Italia dengan perusahaan mobilnya yang ternama? Lalu ia mendekati langkahnya dengan perlahan dan baru ingin duduk ia mendapatkan satu senyuman manis dari Jeje, sang Ibu kandung.

  "Tumben baru pulang?"

  "Kapan papa balik?" Dipta mengalihkan pertanyaan Jeje.

Marcello mendengus. "Jawab dulu pertanyaan mama, bego banget sih."

  Marcello kerap disapa Sello oleh orang. Dia adalah kakak kandung Dipta, umur mereka tidak jauh Sello lebih tua setahun dibandingkan Dipta. Wajahnya juga hampir mirip namun hanya ada perbedaan sedikit kalau marcello lebih identik ke Indonesia, sedangkan Dipta lebih identik ke darah Milan.

  "Tugas."

  Jeje mendelik lalu mengusap bahu Dipta dengan lembut. "Tugas? Toh, budhe bilang ke mama. kamu punya pacar cantik. Bener?"

  Seketika semua hening saat mendengar Jeje berbicara. Dipta melihat Sergio yang masih sibuk makan tanpa membalas ucapan sang mama dan beralih ke arah Sello yang memberhentikan makannya.

  "Kenapa? Kalian nggak suka?"

  "Kenapa kalian nggak pernah suka kalau aku pacaran sama cewek lain?"

  "Sello, lo selalu dukung gue."

  "Sell!"

  "Lo takut karena ada papa?" tanya Dipta mematikan Sello. Sejujurnya kakaknya ini sangat mendukung kalau Dipta berpacaran dengan gadis lain, bahkan ia yang menyuruh agar dirinya tidak terikat oleh jomblo.

  "Apa kamu lupa? Sama insiden yang terbesit di hidup kamu?"

  "Dia di Indonesia, Dipta," ucap Sergio sambil menyilangkan garpu dan sendok di atas piring menandakan bahwa ia selesai makan.

  "Maksud papa?"

  "Dia di Indonesia,"

  "Dia pergi dari Milan. Dan memberikan alasan untuk mencari cintanya."

  Dipta memejamkan matanya lalu berdecak kencang. Mengingat beberapa tahun lalu yang belum bisa ia ceritakan semuanya kepada siapapun karena ini telah menjadi satu pengalaman yang begitu hina di hidupnya.

The Knave BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang