"Kalau lo ninggalin gue pasti nyesel. Karena gue ganteng, HAHAHA!" Dipta si bule, ketawa jahat.
-The Knave Boy-
"Susah amat tinggal bilang A, B, C, D, E, F, G,H."
Dipta sedari di diamkan oleh Alaya.
Alaya memilih membungkam mulutnya selama di dalam mobil gara-gara tadi membahas soal Sheren. Tidak mau bicara dengannya, sedari tadi Dipta membujuknya agar berbicara tapi sialan tetap saja sulit diajak bicara.
"Kira-kira kalau marah, pusing kepala gue lihat cewek marah."
"Rasanya dunia kebelah dua, tiga, empat, lima, Argh!"
"Alaya, ngomong kek,"
"Gondok gue."
Lelaki ini melihat Alaya yang masih mengalihkan pandangannya ke jendala ke arah luar mobil. Tangan kiri Dipta mencoba meraih tangan mungil Alaya untuk di genggam tapi dengan cepat dia tepis. Sialan susah sekali meluluh seseorang wanita, ini lebih susah menjinakan singa jantan.
"Gue nggak kenal Sheren, gue kenal dari lo kalau dia kakak pembimbing teater kan?" Dipta berbohong demi kebaikan.
"Terkadang lo terlalu childish, masalah sekecil ini lo buat jadi besar."
Dipta memutuskan untuk ikut diam seperti Alaya. Setelah beberapa menit tidak ada yang membuka percakapan satu pun, sedari tadi gadis itu selalu sibuk dengan ponselnya dan memberikan efek kepada Dipta untuk menoleh agar bisa mengetahui sedang apa Alaya dengan ponselnya. Tidak terlihat, tapi rasa ingin tahu Dipta besar, dirinya takut kalau Alaya selingkuh di belakangnya.
Alaya yang merasa risih di perhatikan oleh lelaki itu, ia menoleh ke arah Dipta yang sedang terlihat risih. Pasti dia curiga kepadanya dan lebih baik ia taruh lagi ponselnya ke dalam saku seragamnya.
"Kenapa bisa ketemu kak Sheren di swalayan?" Alaya akhirnya memutuskan untuk berbicara.
"Udah?" tanya Dipta sambil mengernyit.
"Maksudnya?"
"Udah bisa ngomong?" Dipta tertawa tanpa suara. "Lo itu terlalu lucu, Alaya."
"Yang namanya kebetulan ketemu sama dia. Lo harus marah sampai segininya?"
Dipta memilih memberhentikan mobilnya di tepi jalan. Terlihat jalanan ini sangat sepi tidak ada mobil yang berlalu lalang dan juga jarang ada yang tahu jalanan ini karena terlalu gelap ketika melintas di malam hari, tidak ada lampu penerangan membuat mereka takut akan kejahatan yang ada di jalanan ini.
Suasana akan tenggelamnya fajar membuat seisi mobil milik Dipta terasa beda dan membuat rasa aneh tersendiri. Sepi dan hening dan tidak ada suara lagi selain lantunan lagu calude kelly-forever yang keluar dari speaker mobil. Kepala Dipta goyang pelan seirama menikmati musiknya, dia sangat menyukai lagunya sedari dahulu. Walaupun tidak banyak orang yang mengenal lagu itu, tapi Dipta sangat suka karena lagunya terkesan romantis dan sosweet.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knave Boy
Teen Fiction[END] [BOOK 1 : Dipta dan Alaya] Si Dipta, bule Milan asli Jawa. Bukan badboy, tapi dia knave boy yang mengartikan bajingan. Dengan teori lima menit berpacaran kemudian putus dengan sosok gadis cantik untuk menghindari adik kelas yang terus mengej...