BAB 20 : Nembak tapi Gagal

20.9K 1.1K 58
                                    


-The Knave Boy-
Happy Reading

"Hati-hati, Ma," ucap Alaya sambil melambaikan tangannya. Senang sekali bisa memanggil wanita berparu baya itu dengan sebutan Mama.

Alaya memandang pundak wanita berparuh baya yang semakin lama menghilang dari balik pintu ruangan ini. Ia tersenyum manis, bisa mengenal wanita bak bidadari. Seperti peri baik namun berwujud nyata, inilah kebahagiaan.

Walaupun hanya sebentar tapi Alaya bisa merasakan kedekatannya. Sebenarnya sedih, wanita itu cepat-cepat pulang karena ada urusan mendadak.

"Tadinya mau bawa roti buaya sama ondel-ondel. Cuma gue takut lo pingsan." Dipta tidak ikut pulang, Jeje menolaknya. Karena ia bisa menaik kendaraan lain, mamanya memang paling perngetian dan menyuruh Dipta untuk menjaga Alaya.

Hari ini, hari terakhir Alaya di rumah sakit. Kata dokter sekarang gadis cantik ini sudah boleh kembali ke rumah, tapi Alaya ingin menunggu Sheryl datang ke rumah sakit. Katanya dia akan menjemput Alaya sore ini bersama Alya, adik cantiknya.

"Nggak akan pingsan selagi lo yang bawa, eak!" pekik Alaya bercanda lalu mencolek lengan Dipta dengan centil berhasil membuat lelaki tampan itu tersipu malu.

Menurut Dipta dalam ruangan ini sekarang sedang banyak bunga. Bahkan ditaburi hati yang berjatuhan dari langit-langit. Dipta bahagia ketika melihat Alaya tersenyum manis, begitu sempurna kecantikannya.

"Bener, ya?"

Alaya mengangguk sambil tersenyum manis. "Bener, dong. Emangnya gue bohong?"

"Dipta? Ajak gue ke taman rumah sakit ini dong," pinta Alaya yang memohon-mohon. Dan Dipta menyetujui permintaannya.

"Oke, bos."

🍁🍁🍁

"Dipta, mau balon."

Dipta menelan salivanya dengan sangat amat sulit, kali ini ia sedang merasakan kematian akan datang. Alaya yang seperti sedang mengindam, dan dia tetap mengingikan balon yang berada di seberang taman rumah sakit ini.

"Itu udah ada," ucap Dipta yang menyengir tanpa berdosa.

Sedangkan Alaya melotot. Sialan pemikiran lelaki itu bercabang dan kemana-mana. "Gila, anjir."

"Ngapain beli lagi kalau udah ada."

"Mau beliin gue balon atau kaki lo pengkor disini gue tendang," ucap Alaya dengan nada memekik menyaring ke dalam telinga Dipta.

Dipta kesal dan berdecak kesal. "Iya, gue beliin. Tapi ada satu syarat," pinta Dipta. Dia berjongkok di depan Alaya sambil menunjukan wajah sialnya yang mengangkat alis dan menggigit bibir bawahnya.

Betapa teduhnya sekarang. Dipta pintar memilih tempat agar Alaya tidak kepanasan terkena teriknya sinar matahari. Kedua insan ini berteduh di bawah pohon besar, dan diiringi suara kicauan burung diatas pohon. Semakin lengkap dan indah suasana siang ini.

"Apa?"

"Gue boleh pegang balon lo," kata Dipta memasang wajah mengarah kesana entah Alaya tidak

"What?!"

Dipta tertawa dan mengedipkan sebelah matanya, sialan hal ini paling dibenci oleh Alaya. Dan anehnya kenapa harus menemukan lelaki macam Dipta yang selalu membuat dirinya ambigu.

"Boleh, nggak?"

"Sabar, Alaya. Jangan nunjukin  kekuatan avengers lo disini," ucap Alaya sambil mengelus dadanya dan memejamkan matanya sejenak melupakan kata-kata hina Dipta.

The Knave BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang