BAB 16 : Pengkhianatan Awal

22K 1.2K 49
                                    


-The Knave Boy-

"Gue nggak lihat pacar lo selama dua hari."

Alaya menoleh malas melihat satu cowok yang tengah duduk bersamanya di bangku panjang pinggir lapangan sekolah ini, perlahan Alaya menegak satu botol air mineral yang diberikan oleh Arsen. Benar juga kata Arsen, Dipta tidak masuk sekolah lagi. Padahal hari ini olahraga kelas XII IPA 1 dan XII IPS 2 sedang disatukan karena guru Olahraga tiba-tiba rapat kedinasan. Tapi cowok itu tidak menunjukan batang hidungnya sedari tadi. Terlihat juga Simon tidak bersamanya, kemana dia?

"Lo suka sama pacar gue? Ngurusin amat," ucap Jutek Alaya seraya tersenyum paksa. Arsen yang selalu ingin tahu hidup Dipta, san Alaya sangat tidak suka kepada siapapun yang mengusik hidup cowoknya, iya Dipta.

Menjijikan. Arsen yang duduk di sebelah Alaya juga, entah itu ketidaksengajaan atau dia ingin modus kepadanya, sampai kapanpun Arsen tidak boleh mendekatinya dan memberikan lampu hijau kepadanya. Ia tidak ingin diperebutkan oleh dua cowok tampan di sekolah, asik. Dan tidak ingin suatu hal terjadi pada Dipta dan Arsen.

"Gue cuma nanya, Alaya," lirih Arsen pelan.

"Terserah dia, mau mati juga terserah dia."

Arsen tertawa tanpa suara. "Gue denger dia ke Milan?"

"Bener?" tanya pasti Arsen.

Alaya tidak salah mendengar. Rasanya aneh ketika mendengar hal itu, jantungnya berdetak tapi terasa seperti berhenti berdetak. Arsen mengatakan Dipta pergi ke Milan, negara kelahirannya. Apa benar semua itu? "Ma-maksud lo?"

"Lah, ngapain lo nanya ke gue? Emangnya lo nggak tau?"

Ia menggeleng kecil, matanya menatap lekat wajah lekat Arsen yang memberikan suatu kode agar dia berkata lebih jelas lagi. Apa benar semua itu? Memang sedari tadi tidak ada pesan dari Dipta, bahkan Alaya sempat menelponnya namun ponselnya tidak aktif.

"Dia izin ke sekolah karena mau ke Milan."

"Lo tau darimana?" tanya serius Alaya kepada Arsen.

"Seharusnya yang lebih tau itu lo. Lo pacarnya, ngapain nanya ke gue," jawab Arsen cool.

"Balik lagi, nggak?"

"Kalau nggak, ada gue."

"Cih."

🍁🍁🍁

Sudah hampir lima belas menit Alaya menunggu kelas XII IPS 2 keluar. Padahal bel sudah berbunyi sedari tadi, tapi kelas ini belum keluar. Beberapa menit kemudian satu persatu keluar, ia menunggu seseorang untuk memberikan kepastian kemana Dipta pergi.

"Simon!" sahut Alaya sambil melambaikan tangannya kepada cowok berkulit hitam dan berambut keriting yang tengah berjalan sendirian.

"Eh, sing-. Eh, Alaya cantik."

"Simon ganteng. Dipta mana?"

Pertanyaan itu sungguh ingin mematikan Simon sekarang. Seketika jantungnya berdegup lebih cepat, hal ini sudah ia lupakan agar tidak memberitahunya. Ini adalah pesan Dipta, ia akan diancam keras jika Alaya tahu semuanya.

"Dip-Dip-Dip-"

"Iya mana? Kok nggak keliatan?" tanya Alaya.

"Dipta?"

"Iya, ish. Lo bego banget,"

Simon menyengir paksa. "Ya gue juga nggak tahu."

"Jangan bohong. Dipta pergi kemana?"

The Knave BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang