Tak salah menangis kalau dapat menenangkan hati.
-The Knave Boy-
"Papa aku udah di rumah," ucap Sheren menatap Dipta yang fokus menyetir tanpa meliriknya.
Dipta hanya berdeham. Dia bukan anak indigo yang bisa melihat masa depan. Tapi dirinya sudah merasakan akan ada fase-fase kacau yang akan mendatang dalam hidupnya.
Mengapa dirinya akan bercita-cita menjadi seorang jaksa? Karena Dipta ingin orang-orang jahat semacam David di jatuhkan hukuman seberat-beratnya. Karena itu alasannya dipta yang sangat antusias menjadi seorang jaksa.
"Kapan kita buat acara pertemuan sama Papa kamu?" tanya Sheren.
Uhuk. Dipta batuk. Ucapan Sheren membuat tenggorokannya tercekik. Maksudnya David akan bertemu Papanya? Sungguh tidak rela, lelaki jahat itu bertemu dengan keluarganya. Cukup di Silsilia, Sergio bertemu dengan David.
"Kamu mau langsung pulang?" tanya alih Dipta.
Sheren menggeleng. "Kamu janji, kalau Papa aku ke Indonesia kita bakal ada pertemuan sama keluarga kamu," ucap kekeuh Sheren.
Kepala Dipta rasanya ingin pecah. Bodoh juga, mengapa dirinya harus berjanji dan mengatakan hal itu? Rasanya jalan hidupnya sudah buntu, tidak akan ada lagi kehidupan yang indah.
"Aku janji."
Gadis itu terlihat senang dan menepuk tangannya sendiri. "Grazzie," ucapnya. - 'Terima kasih,'
"Di Jakarta ada pantai?" Sheren bertanya dan di balas anggukan oleh Dipta
"Bawa aku ke sana, sekarang," pintanya.
🍁🍁🍁
Alaya menatap kedua lelaki ini secara bergantian. Mereka yang selalu membuat dirinya pusing setengah mati. Sello dan Dipta yang sekarang tengah saling berhadapan dan tatapan tajam.
Hari ini kurang begitu indah. Alaya bertemu Dipta dan Sheren yang tengah berduaan di pantai. Seharusnya Sello tidak membawanya ke sini. Memang bukan salah Sello, ini hanya sebuah ketidaksengajaan.
"Stop," ucap Alaya menyadarkan keduanya.
Dipta tertawa kecil. "Sehebat inikah kalian?" tanya Dipta kepada Sello dan Alaya.
"Dip, Stop. Lebih baik sekarang kita pulang," ajak Sheren menarik-narik tangan Dipta. Namun tenaganya cukup kencang untuk melepaskannya.
"Kenapa lo nggak cari yang baru?"
"Kenapa lo mungut bekas gue, Sell?"
"Kenapa?!" Dipta memerah karena emosi yang terpendam.
Bagaimana dirinya tidak emosi? Dipta menemui Alaya dan Sello tengah di pinggir pantai. Begitu juga ada hal aneh membuat marahnya memuncak. Yaitu Sello sedang memeluk Alaya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knave Boy
Teen Fiction[END] [BOOK 1 : Dipta dan Alaya] Si Dipta, bule Milan asli Jawa. Bukan badboy, tapi dia knave boy yang mengartikan bajingan. Dengan teori lima menit berpacaran kemudian putus dengan sosok gadis cantik untuk menghindari adik kelas yang terus mengej...