Hati memang tuli. Karena hati tidak pernah peduli dengan ucapan orang lain.
"Udah sampai. Izinkan gue menggandeng lo di sini. Di sini akan sangat penuh dan bisa tersesat. Kadang-kadang terjadi kerusuhan, apalagi kita yang tiket festival," perintah Aiden sambil menatapku serius.
"Iya gak apa-apa," jawabku tapi sedikit ragu.
Aiden segera turun dari mobil dan aku segera menyusulnya lalu menghampiri posisi Aiden. "Ayo!" Ajaknya lalu menggandeng tanganku.
Genggaman hangatnya membuatku merasa aman. Andaikan Mason yang seperti ini padaku. Aiden memberikan tiketnya dan aku menyusulnya setelah memberikan tiketku. Selama itu genggaman kami tidak terlepas. Kenapa dia peduli denganku sampai dia tidak melepaskan genggaman tangannya sama sekali?
"Jadi festival musik ini memainkan berbagai macam jenis musik dari pop sampai rock dan metal secara medley. Lo pasti suka." Aiden menerangkan sambil mencari posisi menonton kami.
"Acara sudah dimulai. Gue lepas genggaman gue tapi lo tetap harus waspada. Jaga juga barang bawaan lo takut dicopet." Aiden memberikan peringatan untuk kesekian kalinya.
Aku mengangguk paham.
Pertunjukan musik sudah dimulai dengan meriah. Saat musik mulai berputar semua penonton mulai menggerakan tubuhnya karena alunan musik yang membangkitkan semangat.
"Seru ya!" komentarku.
Aiden hanya mengulumkan senyum padaku. Tentunya dia juga menikmati setiap detiknya.
•••
Sebentar lagi festival musik akan berakhir. Aku menyempatkan diri menatap sekeliling menatap penonton penonton yang begitu bersemangat melompat. Pandanganku berhenti seketika melihat penonton yang tak jauh berada di belakangku. Keila dan Mason? Kenapa mereka ada di sini? Jadi Keila adalah teman janjiannya? Aku segera berbalik badan menonton festival yang akan berakhir.
"Lo kenapa?" tanya Aiden yang ternyata menyadari perubahan gerak-gerikku. Aku hanya menggeleng.
"Lo seperti khawatir. Lo gak suka?" tanyanya lagi dengan penuh kekhawatiran di wajahnya. Aku menggeleng lagi dengan tegas.
"Gue kasih tahunya di mobil aja ya," jawabku lirih.
Aiden mengangguk ragu sambil tetap memegang lenganku khawatir. Mereka memang sudah merusak mood baikku ini dengan mudahnya. Kali ini, aku tak bisa menikmati musik lagi, digantikan dengan rasa cemburu pada mereka.
"Lo kok banyak diem? Mau balik aja?" Aiden menatpku khawatir.
"Gue bad mood aja. Sini aja. Bentar lagi juga selesai kan? Tunggu aja." Suaraku mencoba memecahkan keributan di sekitar.
Saat di mobil, Aiden langsung menanyakan mengapa sikapku berubah. Sesuai janjiku, aku menceritakannya. Siapa tahu dia bisa membantu. Siapa tau orang yang sering terlibat pertengkaran, bisa menjadi teman curhat yang menyenangkan?
"Gue suka sama Mason. Tadi gue sempet liat Keila dan Mason di belakang kita. Pas tadi saat gue ngenterin dia beli buku, katanya dia juga da janji sama temennya dan ternyata itu Keila," ceritaku dengan sangat lirih.
"Lo serius suka sama Mason? Sebaiknya lo jangan jatuh hati padanya. Dia gak sebaik yang lo pikirin," ujarnya yang sudah kedua kalinya dia memeringatkanku soal itu.
"Lo gak ada hak untuk ngelarang hati gue," tolakku kesal.
"Bukan maksudnya ngelarang. Gue gak suka cewek di hadapan gue nangis gara-gara musuh besar gue." Aiden berkata dengan wajah yang sangat serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...