Ini adalah pertama kalinya aku bisa merasakan kepedulian seorang teman. Sayangnya, kamu lebih memilih untuk menemaninya.
Aku hanya menatap Keila yang hanya diam di depan pintu masuk rumah dengan tas yang masih ada di bahunya. Mukanya jengkel tapi masih terlihat cantik. Dia memang cantik dan membuatku iri.
"Kenapa gak masuk?" tanyaku sambil menghampirinya.
"Kita dikunci. Lampu di dalem mati semua dan sepertinya gak ada orang di rumah. Gue gak tau harus gimana lagi. Mama, papa, Kak Devan gak ada yang ngangkat telpon gue. Pesannya gak dibaca," gerutunya.
Klek!
Tiba-tiba ada suara dari pintu membuat Keila menyingkir dari pintu sambil memandangku bingung.
"Coba buka pintunya," perintahku.
Dengan cepat Keila membuka pintu dan masuk ke rumahnya diikutiku. Gelap. Tak ada lampu yang menyala. Ada apa ini? Ini memang rumahku tapi hal ini tak pernah terjadi sebelumnya.
Dengan cepat aku menyalakan lampu dan...
"SURPRISE!!!!"
Aku terlonjak kaget. Aku melihat sekeliling dan melihat semua temanku dan Keila ada di sini dengan spanduk 'HAPPY BIRTDHAY' dan senyuman terukir di semua wajah mereka. Tapi ada satu pertanyaan tentang semua ini.
Apakah ini untuk aku dan Keila atau Keila saja?
Tapi sepertinya mustahil untuk aku. Semuanya untuk Keila walaupun ada temanku juga di sini. Temanku juga temannya Keila. Siapa sih yang tak kenal dengan Keila si Putri yang sempurna?
"Wahh! Terima kasih teman teman semua udah kasih gue suprise! Gue kaget banget!" seru Keila.
"Ciiee... Dikasih surprise..." ledekku dengan senyuman yang kupaksakan.
"Ini surprise untuk lo juga Keira. Kita semua hadir untuk lo juga," kata Audrey sambil menghampiriku dan membawa kue dengan lilin berangka 17 di atasnya.
Aku tertegun. Audrey kok hadir? Apakah benar ini surprise untukku?
"Bener Keira. Ini temen lo semua." Audrey tahu apa yang ada di pikiranku sekarang.
Aku masih diam. Tapi sekarang aku menengok sekeliling. Yang istimewa adalah mama, papa, Kak Devan, Vania, Ethan, Leo, Dariel, Mason, dan... Aiden. Dan dia sedang memegang kue untuk Keila seperti Audrey. Dia untuknya. Bukan untukku. Ingin sekali aku mendekatinya dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Tapi aku yakin dia hadir bukan untukku. Ini semua untuk Keila.
"Makasi banyak temen-temen!!! Kuenya lucu!!" komentar Keila.
"Selamat ulang tahun sayang!!" seru mama sambil mengecup keningku dan Keila secara bergantian.
"Makasih ma."
"Tiup lilinnya Keira," perintah Audrey.
Dengan segera aku memejamkan mata dan berdoa. Begitu juga Keila. Semoga aku bisa tambah dewasa, semakin pinter, dan makin sayang sama mama. Semoga aku bisa sukses dan membanggakan mama dan papa. Semoga dia kembali padaku seperti dulu.
Aku membuka mata dengan rasa kebingungan. Kenapa aku menyelipkan Aiden ke doaku? Tentunya aku yang berdoa tapi hatiku tak bisa diatur dan... Hatiku berharap dia kembali seperti dulu.
"Sudah? Tiup lilinya Keira, Keila sudah meniupnya. Mereka nungguin lo." bisik Audrey membuyarkan lamunanku.
Dengan gugup aku meniup lilinku. "YEAYYY!" teriakan dan tepuk tangan menggelegar di sekitarku.
"Gue mau bicara, Audrey." mohonku untuk membuat mereka diam.
"Woy! Keira mau bicara! Dengerin!" teriak Audrey dan berhasil membuat hening.
"Makasih ya udah kasih surprise ke gue. Gue gak nyangka. Jujur, ini pertama kalinya gue merasakan bahagia seperti ini. Gue gak pernah ngerasain seperti Keila yang setiap tahunnya seperti ini. Makasih banyak. Hanya itu yang bisa gue ucapkan. Siapa yang mengidekan ini?"
Hening. Tak ada yang menjawab. "Siapa?" tanyaku sekali lagi.
"Gak kok. Bukan siapa-siapa. Ini ide kita semua," jawab Audrey akhirnya.
"Ayo waktunya kasi kado!!" teriak Vania.
Detik itu juga semua orang mengerumumi Keila. Ya Keila saja dan aku hanya berdiri bersama Audrey dan Vania tanpa ada yang memberikan kado untukku. Aku tidak menginginkan kadonya. Tapi aku ingin kepedulian mereka. Dan mereka lebih peduli Keila.
"Ini kado untuk lo. Semoga lo suka," ujar Audrey memberikanku kotak kecil berbungkus kertas kado berwarna merah.
"Wah! Makasih Audrey!" Aku memeluknya.
"Ini untuk lo." Vania juga memberikan kado untukku.
"Makasih Vania ku tayankk!!" teriakku mencoba mencairkan suasana.
"Ini kado buat kamu Keira, ini dari mama, papa, sama Kak Devan," ucap mama sambil memberikanku bungkusan cukup besar.
"Makasih ma, pa, Kak Devan."
"Kamu sudah besar sekarang Keira. Gak nyangka kamu sudah sewasa sekarang. Kayaknya kemaren kamu baru belajar naik sepeda di depan rumah," komentar papa dengan kekehannya lalu ia mengusap kepalaku dengan lembut.
"Waktu memang cepat berlalu pa. Tidak ada cara untuk menghentikan atau mengulanginya," kataku sambil menatap semua orang yang mengerumumi Keila.
Tentu kado ini sudah cukup untukku. Tapi melihat semua orang memberikan kado untuk Keila saja membuatku sedih. Setidaknya mereka juga mengerumumiku agar aku merasa tidak serendah ini.
"Kata-katanya cocok dibuat puisi," canda Kak Devan sambil berdiri di sampingku. "Lo gak apa-apa? Jangan sedih. Mereka memang temannya Keila," katanya lagi sambil mengusap bahuku dengan lembut.
Aku mengangguk pelan.
"Waktunya gue!" teriak Aiden dan membuat kerumuman itu mundur dengan maksud memberi ruang untuk Aiden dan Keila.
Aku menelan ludahku sendiri. Aku takut hal yang paling aku takuti terjadi.
"Gue mau ngasih kado yang paling spesial untuk Keila! Happy Birthday Keila!" serunya lalu memberikan bingkisan besar untuk Keila.
Aku menghela nafas dengan pelan. Setidaknya hal yang aku takuti tidak terjadi. Walapun hal itu juga membuatku sakit hati. Aku hanya bisa menatap mereka berdua bahagia. Sedangkan diriku? Mencoba melupakan kenangan indah bersamanya dan mencoba untuk tidak jatuh cinta padanya. Aku takut dia akan menyakitiku juga. Sama seperti yang lain. Walaupun kali ini aku masih berharap untuk bisa bahagia dengan Aiden tanpa rasa cinta. Aku hanya ingin memiliki rasa sayang sebagai sahabat untuk Aiden. Tunggu! Sahabat? Bukankah dia tak akan menganggapku teman lagi sekarang?
"Jangan melamun. Semuanya akan baik-baik saja," tegur Audrey.
"Enggak. Dia membenci gue."
"Enggak. Dia gak benci sama lo. Dia sayang sama lo. Dia peduli sama lo. Dia suka sama lo," bisik Vania di telingaku.
"Itu mustahil. Gue udah pernah nyinggung dia dan dia marah besar. Jelas saja dia marah sama gue. Sikapnya berubah," lirihku dengan kekecewaan yang menyelimuti hati.
"Lo hanya gak tau apa yang sebenarnya terjadi. Memang Aiden membuatnya lebih ribet. Tapi dia memiliki semua alasan itu, Keira. Tugas lo hanyalah menunggu untuk waktu yang tepat," ujarnya lagi.
"Ayo makan kuenya!!!" seru mama membuat obrolanku terhenti.
Aku segera bergabung untuk merayakan ulang tahunku sendiri. Seharusnya ini hari yang menyenangkan untukku. Dihadiri oleh orang orang yang kusayangi dengan senyuman mereka yang jarang aku terima. Tapi hatiku tidak bahagia. Semua orang mengabaikanku dan lebih banyak fokus ke Keila. Terutama Aiden yang belum mengucapkan sepatah katapun untukku.
THANK YOU FOR READING
JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Fiksi RemajaKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...