Ternyata musuhku adalah orang terdekatku.
Aku berjalan santai menuju kamarku. Aku akan bergenti baju dan ke apartemennya Audrey. Syukurlah dia tidak sibuk untuk sekarang. Dengan cepat aku berganti baju dan menyusuri tangga. Tapi langkahku terhenti ketika mendengar suara Keila yang sedang membicarakan sesuatu dengan Kak Devan di ruang keluarga.
"Kemaren memang si Aiden sama gue. Tapi tuh pikirannya enggak!" cerita Keila jengkel.
Aku segera bersembunyi dan kembali naik ke lantai 2 tapi tetap mendengar obrolan mereka.
"Maksudnya?" tanya Kak Devan bingung.
"Dari awal sampai akhir dia selalu menanyakan Keira. Dia bercerita Keira tuh gimana. Dan buruknya dia bercerita tentang semua kebaikannya. Gue gak suka seperti itu. Dia tak henti-hentinya membicaran makhluk bodoh itu."
"Jangan seperti itu. Dia adikmu sendiri," tegus Kak Devan.
"Ya tapi gue malu punya adek kayak gitu. Ew! Kalau ada orang yang menyukainya artinya matanya buta. Dia tak pantas untuk disukai orang. Apalagi Aiden. Dia hanya milikku. Walaupun mulutnya tak pernah berhenti membanggakan Keira."
Aku mendengus malas.
"Lo juga harus menerima kekurangan adek lo."
"Gue pengen banget nangis saat dia memberi tau kalau Keira tak seburuk yang gue pikirkan. Dia selalu meperhatikan Keira. Bagaimana caranya agar dia tau kalau gue suka sama dia? Bagaimana caranya agar Aiden suka sama gue?" Keila bertanya manja.
"Berbuat baik dan pastikan dia nyaman sama lo. Gue sih gak yakin kalau Aiden suka sama Keira. Dari arah matanya, gue yakin dia suka sama lo."
Dengan kesal aku memutuskan kembali ke bawah dan berangkat ke apartemen Audrey. Aku akan menceritakan semuanya kepadanya. Dengan usahaku, aku mencoba untuk bertingkah seperti tak ada yang terjadi. Itu sulit karena hatiku sudah remuk karena mereka. Walaupun Kak Devan sedikit membelaku, tapi dia tidak berniat untuk mengatakan itu sangatlah salah. Hanya Aiden yang membelaku sepertki itu. Aku merindukannya.
Tidak! Dia telah menghinaku di depan banyak orang. Tidak seharusnya aku menganggapnya sebagai sahabat lagi sekarang.
"Ada apa Keira? Kok melamun?" tanya Keila.
Aku tersadar dan ternyata aku berdiri di hadapan mereka.
"Enggak."
"Kamu mau ke klub malam lagi?" sindirnya.
Tanganku yang membuka pintu terhenti mendengar celotehnya. Dia selalu saja membuat moodku yang hancur bertambah menjadi sangat buruk dengan mulutnya yang sama sekali tak bisa dijaga.
"Akal lo dimana sih? Kan lo pinter. Seharusnya lo mikir kalau ke klub malam apa berpakaian seperti ini? Lagi pula ini baru jam 4. Gue hanya main ke rumah teman." ketusku.
"Ya sudah hati-hati." Kak Devan menengahi.
Detik itu juga aku langsung keluar rumah. Mereka menganggapku buruk dan nakal. Asalkan mereka tau kalau aku pulang malam karena aku tak betah di rumah. Aku pulang malam juga gara gara mereka. Mereka tak ada yang menyadari. Walaupun aku nakal dan selalu pulang malam, aku tak pernah menjadi anak malam yang mengadakan pesta di klub dan penuh dengan narkoba. Aku tak pernah terjerumus ke pergaulan seperti itu. Audrey anak yang baik. Dia sangat pintar. Mana mungkin aku mendapat narkoba bila aku bergaul dengan anak kutu buku?
Tanpa sadar aku telah sampai di apartemen Audrey dan dia segera menyambutku.
"Hi! Sudah lama gue gak bisa menerima lo dateng. Gue sibuk dengan ulangan MTK kemaren," sapa Audrey.
"Ya gue ngerti."
"Bagiamana? Ada masalah?" tanyanya.
"Banyak dan semua itu hanyalah Aiden, Keila, Vania dan Mason," jawabku.
"Mason? Mason berulah lagi?" tanyanya terkejut.
Aku segera menceritakan semuanya dari awal sampai akhir mengenai mereka semua.
"Jadi lo bingung kalau lo suka sama Aiden apa enggak? Menurut gue sih lo tenang aja. Aiden sudah meyakini lo. Jangan percaya sama Keila. Aiden kan udah bilang kalau Keila bukanlah tipenya. Kayaknya Aiden sukanya sama lo. Kak Devan hanyalah berbohong untuk membuat Keila senang."
"Gimana lagi? Gue sedang marah sama Aiden," lirihku.
"Coba lo bicarakan dengan dia baik-baik. Dia tak mungkin seenaknya menghina lo seperti itu. Dengarkan penjelasan yang dia berikan. Gue yakin tak seburuk itu. Dia berbeda dari yang lain."
"Gue tau lo butuh waktu untuk memaafkan Vania. Tapi setidaknya lo harus memaafkannya saat lo siap. Dia sudah banyak melakukan kebaikan buat lo. Lo juga harus memaafkan Mason. Gue yakin dia benar-benar tulus setelah mendengar semuanya," sarannya lagi.
"Gue hanya takut untuk jatuh cinta lagi. Gue gak mau nangis lagi. Apalagi karena Aiden yang sudah peduli dengan gue. Gue akan berusaha untuk melupakannya agar gue gak jatuh cinta padanya. Gue tau itu berat tapi tak ada kata mustahil dalam hidup gue. Semuanya bisa terjadi," kataku.
"Aiden sudah banyak membantu lo selama ini. Bahkan dia rela berkorban untuk lo. Lo yakin mau melupakannya? Itu sama saja dengan membuatnya sakit hati."
"Gue gak tau lagi. Dia juga telah membuat gue sakit hati dengan cara mengabaikan gue seperti itu!" seruku.
"Dia hanya sibuk. Lo gak bisa melarang dia untuk berteman dengan siapapun. Lagi pula dia hanya sedikit membuat lo sakit hati. Apa lo gak berpikir juga sebesar apa dia baik sama lo? Gue yakin lebih banyak kebaikan yang dia berikan untuk lo. Kalau ada masalah kecil lo gak perlu khawatir. Dia juga bukan pacar lo yang lo bisa larang. Dia juga harus berteman. Buktinya selama ini hanya lo teman dekatnya. Gue yakin lo udah peduli dengan hal itu karena lo menyuruh Mason menjadi sahabatnya. Kenapa tidak untuk Keila? Mungkin dia juga nyaman dengannya. Atau ternyata dia nganggep itu lo," tuturnya.
Aku terdiam. Dia memang sudah banyak menolongku. Tak mungkin hanya kesalahan kecil aku marah padanya. Sebenarnya bukan karena kesalahan itu. Tapi kepercayaanku padanya yang dihancurkan membuatku kecewa. Padahal dia sendiri yang mengangkatku dan membangkitkan semangatku. Tapi dengan tiba-tiba, dia menghinaku di depan seluruh siswa. Itu sungguh memalukan.
"Tapi kenapa dia menghina gue di depan semua orang? Padahal dia udah janji untuk menolongku menjadi lebih baik. Tapi malah dia membuat situasi bertambah buruk," tanyaku.
"Hal itu gue gak tau. Tapi kenapa lo gak bicarakan dengan dia baik-baik? Kadang orang yang tulus sama lo tertutupi oleh orang yang fake sama lo. Dan untuk mengetahuinya, lo harus berbicara kepada orang itu. Alasan memang bisa dipalsukan tetapi maksud hati tak akan palsu. Gue yakin Aiden orang yang tulus. Buktinya dia selalu berusaha untuk membuat lo bahagia."
Aku hanya termenung. Kegelisahanku merambat di sekujur tubuhku. Apa aku mampu untuk bicara dengannya tanpa patah hati karena dia selalu bersama Keila?
THANK YOU FOR READING
JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...