47. The Truth

3K 94 0
                                    

Kamu berhasil melindungiku.

Esoknya, Keila mengakui apa yang terjadi. Dan kali ini, Keila tak diperbolehkan masuk sekolah oleh mama dan papa. Mereka akan mengurusi kasus ini. Dan hari ini adalah hari yang menyenangkan untuk memulai hari baru. Bukan karena penderitaan Keila, tapi karena pertama kali aku naik motornya Keila. Ya walaupun hanya selama Keila diurusi oangtuaku. Tapi yang membuatku tambah senang adalah aku akan dibelikan motor baru.

Aku menceritakan semuanya ke Vania. Seperti yang kuduga, dia kaget walaupun dia pernah diancam olehnya. Tentunya aku merahasiakan semua ini dari sekolah. Hanya Vania dan Audrey. Orang yang aku percaya.

Soal Aiden. Luka di lengannya sudah diobati. Luka kecil baginya. Kalau aku seperti itu, sudah panik. Aiden adalah lelaki kuat. Yang aku pastikan kalau aku mencintainya tanpa aku mau. Dan sampai detik ini aku belum melihatnya. Padahal dia berjasa bagiku. Rencananya aku ingin meminta maaf dan memperbaiki situasi ini menjadi normal.

"Jadi mau dilaporin polisi apa enggak sih?" tanya Vania di tengah keramain kantin.

"Gak tau Vania... Sudah berapa kali gue bilang ke lo kalau gue gak tau? Orangtua gue lagi ngebahas."

"Kok bisa nekat banget sih dia ngelukain Aiden? Padahal setahu gue, dia gak bisa bela diri sama sekali. Kayak gak tau aja Aiden orangnya gimana. Satu pukulan, satu nyawa melayang," komentarnya.

"Ekhem."

Suara dehaman seseorang membuatku mendongak. Dan di belakangku sudah ada Aiden yang berdiri dengan tatapan dinginnya. Dingin? Apakah dia masih marah padaku? Tapi mengingat kejadi kemaren membuatku yakin kalau dia sudah tidak marah. Tapi kemaren dia langsung pulang tanpa pamit.

"Jangan ngomongin orang mulu ah!" Aiden berkata membuat Vania menunduk malu.

"Keira. Habis pulang sekolah, gue mau lo nemuin gue di kelas gue setelah kelas sepi. Ada beberapa hal yang gue mau bahas."

•••

Aku duduk di hadapannya yang menatapku hangat. Suasana kelas sudah sepi. Tapi semua terasa ramai karena suara rintikan hujan yang mengenai jendela. Dingin. Dan ini situasi buruk. Aku mencoba mengendalikan detakan jantungku karena berhadapan dengan orang yang mempunyai kunci hatiku. Tapi mustahil.

"Keira. Gue gak tau mau ngejelasin dari mana. Terlalu banyak rahasia yang gue semebunyikan dari lo. Bukan rahasia sih sebenarnya. Tapi kenyataan," kata Aiden dengan tatapan lembut dan bersalah. Tatapan itu yang sudah lama aku tak lihat.

"Jelaskan dari awal. Gue siap mendengarnya apapun itu," kataku dengan serius.

"Gue tau sejak rencana Mason yang berencana nembak Keila, bukan lo. Tapi lo menjadi baper dan PHP. Gue bertengkar karena lo. Semuanya buat lo. Gue sangat patah hati bila lo nangis, Keira. Sebisa mungkin gue menghibur lo dan gue mengikuti lo saat pulang sekolah kemana pun lo pergi. Gue tunggu di depan rumah lo sampe lo keluar rumah dan menyendiri. Tapi gue gak akan membiarkan itu, jadi gue ada di samping lo saat itu," mulainya.

Ya Tuhan... Ada apa yang terjadi?

"Pas gue menghina lo, gue bukan bermaksud mempermalukan lo. Gue hanya berpura-pura menghina lo karena gue gak mau lo terluka dan terjerumus dalam pergaulan yang berbahaya. Leo akan mengajak lo ke pesta saat malam itu. Gue gak setuju dan berusaha mengarang kelemahan lo agar lo gak jadi diajak."

"Gue kecewa banget saat lo bales dendam ke gue tanpa mau mendengar alasan gue. Gue tau memang maksud lo untuk menghina gue. Bagaimana pun emosiku tak terkontrol dan tanpa sadar gue nyakitin lo. Maaf."

Tiba-tiba aku sesak nafas. Oksigen banyak tapi aku kesulitan bernafas. Apakah memang seberat ini menghadapi kenyataan?

"Pulang sekolah gue ke apartemen sahabat lo untuk mencari informasi. Dan ternyata lo diusir dari rumah. Itu kenyataan yang cukup membuatku terpukul. Gue tak bisa membantu lo padahal lo sedang terpuruk. Gue takut lo malah tambah marah ama gue. Jadi gue berusaha membantu lo tanpa sepengetahuan lo."

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang