Semua orang menutup mata dengan jerih payahku ini untuk meraih kemajuan yang tak pernah bisa aku raih.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan semangat. "Mama! Aku mendapat nilai 6 di ulangan fisika!"
"Bagaimana bisa? Biasanya lo dapet nilai do re mi." Keila yang angkat bicara. Dia meledekku atau apa?
"Mana kertasnya? Mama mau liat kertasnya," perintah mama dan aku segera memberikannya.
"Kok kamu bisa dapet nilai segini? Padahal mama gak ada liat kamu belajar."
"Aku belajar kok ma."
"Mana sini! Papa mau liat," seru papa.
Papa juga terlihat terkejut melihat cara dan jawaban yang aku tulis. Lalu papa terlihat membisikkan sesuatu. Setelah itu mama mengambil kertas itu dari tangan papa dan merobek kertas itu. Detik itu juga kebahagiaanku sirna tergantikan dengan rasa sedih yang menghancurkan hatiku.
"Gak ada gunanya kamu mendapat nilai 6 karena licik seperti ini!" bentak mama.
"Licik apa ma?"
"Tidak mungkin kamu bisa mengerjakan soal ini. Kamu curang kan?! Kamu pasti nyontek ke temen?!"
"Aku gak nyontek ma... Aku belajar."
"Kapan kamu belajar?! Kerjaan kamu hanya lah main! Tak usah membela diri karena kamu curang seperti ini! Dikira mama senang dengan penipuan seperti ini?!" Mata mama menunjukan sorot tajam yang akan membunuhku.
"Enggak ma!! Aku diajarin Aiden di sekolah!" Aku berlari ke kamar dengan isakan yang sudah tak tertahankan. Dengan cepat aku meraih hpku.
Keira : Gue butuh lo sekarang. Jemput gue ke sini dong please
Aiden : Ok segera.
Tak lama kemudian terdengar klakson mobil di depan rumah. Dengan cepat aku segera keluar kamar dan turun untuk keluar.
"Ada apa Keira?" tanya Aiden saat aku sudah masuk ke mobilnya.
"Jalan aja. Terserah ke mana aja. Gue mau ngobrol di mobil lo."
Aiden menurut dan menjalankan mobilnya mencari tempat sepi untuk memberhentikan mobilnya, mendengarkan aku cerita.
"Dah! Sekarang cerita apa yang terjadi," perintahnya.
"Gue gak pernah bisa membanggakan mereka semua. Semuanya gue udah usaha, mereka gak pernah bangga."
"Kenapa mereka tak bangga?" tanya Aiden mengerti kalau mereka adalah orangtuaku.
"Mereka gak percaya kalau gue dapet 6. Mereka nuduh gue nyontek ke temen. Sampe mereka ngerobek kertas ulangan itu. Apakah mereka gak tahu kalau gue juga berusaha mendapat nilai tinggi?"
"Lo gak yakinin mereka?"
"Percuma! Mereka hanya memandang sebelah mata!" ketusku.
"Gue akan memberikan pelajaran untuk mereka karena telah membuat lo menangis."
"Bagaimana bisa? Mereka itu orangtua gue." Aku kebingungan.
"Dengan cara membuktikan kalau anaknya yang diremehin ternyata berlian yang mereka buang. Gue akan mencoba menyadarkan mereka dan lo bisa seperti dulu dimana lo bisa merasakan pelukan hangatnya. Memberi pelajaran untuk orang yang bersalah bukan hanya pukulan saja."
Aiden menyalakan radio karena sauasana sangatlah sepi. Dan Aiden tau aku butuh terhibur. Tak lama kemudian Aiden ikut bernyanyi dan arah pandangannya tertuju padaku seperti lagu itu untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...