Kenapa mereka harus memilihmu dibandingkan diriku yang sudah bersusah payah untuk bangkit?
"Gue mau minta maaf udah buat lo sakit hati kemaren. Maaf gue udah emosian." Mason menghampiriku dengan penyesalan yang terbesit di wajahnya.
"Iya gak apa-apa. Gue yang salah karena kebanyakan melamun."
"Nanti gue ajarin lagi deh."
Aku menggeleng dengan senyum tipisku. "Gak usah terima kasih. Gue nyerah."
Sebenarnya hatiku berbunga-bunga Mason minta maaf dan akan mengajariku lagi. Tapi aku tak mau kalau Mason tau kalau aku bodoh dan sangat sulit untuk diajarinya.
•••
Pikiranku terngiang-ngiang saat dia berjalan menghampiriku pagi itu setelah berbicara kepada Aiden. Apa keputusanku untuk diajari Mason salah?
"Kenapa melamun?" tanya Audrey yang sadar aku menatap tv yang menyala dengan tatapan kosong.
"Eh iya! Hehehe."
"Ke mall yuk! Kita cari buat makan malem!" ajaknya.
"Ayo! Sana pesen taxi dulu." Detik itu juga Audrey memesan taxi.
Perjalanan di taxi sangatlah sepi. Hanya suara radio yang memenuhi suara. Rintik rintik hujan mengenai jendela membuat pemandangan di luar terlihat remang remang. Sampai di mall aku segera berkeliling untuk mencari restoran yang cocok. Perutku sudah keroncongan tapi aku memiliki dilema.
"Mau makan apa ya? Yang belom pernah kita makan gitu." Audrey bertanya.
"Gak tahu. Gue juga bingung."
"Cari-cari lagi aja lagi yuk!" ajaknya sambil menggandeng tanganku.
Langkahku terhenti ketika melihat sekelompok orang-orang yang beberapa aku kenal.
"Ada apa?" tanya Audrey sambil mencoba melihat apa yang aku lihat.
"Bukankah itu Aiden, Mason, dan Keila?" tanyaku tidak percaya.
Ada 3 orang lagi yang aku tidak tau dan mereka terasa asing. Mason dan Aiden sepertinya berjalan bersama tetapi tetap ada tembok es diantara mereka. Semuanya memegang tas belanjaan kecuali Keila. Jangan bilang itu belanjaannya semua dan dia menyuruh mereka semua untuk membawakannya.
"Wah ada toko boneka! Gue beliin untuk lo, mau gak?" tanya Aiden lembut.
Keila mengangguk dengan senyumnya. Walau jarak yang cukup jauh aku bisa mendengar ucapan mereka dengan jelas.
"Tunggu sini ya..." perintah Aiden. "Gue juga mau beliin dia," kata Mason sambil menyusul Aiden.
Aiden hanya menatap Mason dingin dengan tatapan elangnya. Tapi dia tetap membiarkannya. Mason akan membelikan boneka untuk Keila? Terbesit rasa sedih yang membuatku bad mood. "Samperin yuk!" ajak Audrey.
"Jangan! Tunggu dulu," seruku tanpa mengalihkan matanya ke arah mereka.
Tak lama kemudian mereka segera memberikan boneka berukuran sedang ke Keila. Wajah Keila sangat senang. "Makasih kalian!!" Keila mencubit pipi Aiden dengan pelan.
"Sini bonekanya gue yang bawain," pinta perempuan asing sambil mengambil 2 boneka itu.
What?
"Yok samperin!" rujuk Audrey sambil menarik tanganku.
Aku tergelonjak kaget dan mencoba memberontak tapi aku terlambat. Semua orang dihadapanku menatapku terkejut dan heran.
"Eh- he- Hi!" sapaku gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...