33. Sadness

2.7K 95 2
                                    

Kesedihan adalah sahabat yang menemani dalam menghadapi kehidupan pahit ini tanpa tahu kapan itu akan berakhir.

Suara alarm berbunyi. Suara yang tidak seperti biasanya. Dengan terpaksa aku membuka mataku dan mencoba melihat jam. Sudah jam setengah 5. Dengan segera aku mematikan alarm yang membuat telingaku sakit. Setelah itu aku menengok sekeliling dan semuanya terasa asing di pagi seperti ini. Aku menengok ke sampingku dan Audrey masih tertidur dengan pulas. Dengan perlahan aku turun dari kasur dan segera mengambil handukku dari koper. Dengan cepat aku mandi. Aku lupa kalau motorku masih ada di rumah, untung saja Audrey mau berangkat sekolah bersamaku walau sekolah kami berbeda.

"Lo udah sarapan? Ambil aja donat di lemari dapur," kata Audrey.

"Oh ok deh!"

Ada rasa sedih yang ada di hatiku. Biasanya aku tinggal memakan sarapanku tanpa perlu menyiapkannya. Tapi kali ini tidak dan membuatku ingin pulang. Tapi apa dayaku yang tak diinginkan mereka semua? Sekarang ini mereka sedang apa ya? Apa mereka juga sedang sarapan? Atau berbahagia karena tidak ada diriku di sana? Sungguh hatiku hancur jika mereka berbahaia tanpa memikirkanku.

Sebenarnya aku rindu keluargaku dan ingin memeluknya sekarang. Aku ingin mempunyai keluarga seperti dulu dimana belum ada tembok yang memisahkanku dengan mereka semua. Dinding yang terus tumbuh sampai sekarang dan aku pergi. Tembok itu sudah menutupi hubunganku dengan sempurna tanpa alasan yang aku tau. Aku rindu dengan keluarga yang sebenarnya. Saling menyayangi, melindungi, dan saling berbagi kebahagiaan. Keluarga yang menerima kelemahan setiap anggota keluarga. Tapi tidak untukku.

•••

Dengan langkah lebar aku menyusuri lorong kelas. Suasana kelasku tak berubah. Hanya saja tanpa Vania suasana hatiku berubah. Dan bukan hanya dia saja. Keluargaku juga membuatnya berubah. Entahlah aku akan merasa seperti ini terus selamanya atau tidak. Kalau soal waktu pasti tidak bisa diulang. Aku yakin aku tak akan bisa kembali ke keluargaku sepeti dulu.

Bhuk!

Aku sepertinya menabrak seseorang. Aduh! Ini pasti akibat melamun.

"Maaf ya." Aku berucap malu.

"Gak apa apa. Keira. Udah lama gue gak ngeliat lo," kata orang itu dengan suara yang tak asing di dengar. Suara yang sudah aku rindukan karena jarang mendengar suara lembutnya lagi.

Aiden?

"Eh gue buru-buru." Aku berlari ke kelas untuk menghindar darinya. Jangan sampai aku ketemu dia lagi! Aku tak kuat menahan rasa rinduku dan sakit hati ketika melihatnya bersama Keila.

AIDEN'S POV

Aku hanya bisa melihat Keira yang makin lama berlari menjauh. Dia benar-benar marah padaku. Aku menghela nafas kesal. Semakin lama dia menjauh dariku. Selama ini aku hanya bisa menatapnya dari jauh tanpa teman dan kebahagiaan. Pasti ada masalah lagi. Keadaannya sekarang semakin kacau. Dari matanya. Walau dia menunduk saat dia menabrakku, tapi aku sempat melihatnya berjalan dengan tatapan kosong. Melamun. Aku yakin dia memiliki beban yang dia sembunyikan di balik punggungnya. Aku ingin membantunya tapi dia tak akan mau mendengarku. Melihatku saja tidak. Aku hanya bisa melihat keadaannya yang memburuk tanpa bisa membantunya sama sekali.

KRING!

Suara bel masuk membuatku tersadar dari lamunanku. Aku segera tersadar dan segera kembali ke kelas.

Saat istirahat, aku menghabiskan watuku di kantin bersama dengan batagor langganakanku. Tatapan mataku tak pernah teralihkan dari seorang perempuan yang sedang makan sendiri dengan tatapan kosong. Dengan terpaksa aku menelan batagorku. Mengingat kejadian pahit saat sahabatku meninggal akibat depresi.

Aku harus bertindak sebelum terlambat! Keira bisa depresi! Dengan cepat aku segera duduk di hadapannya tanpa izinnya. Aku yakin dia tak akan mengizinkanku untuk duduk di hadapannya.

"Keira!" sapaku berusaha seramah mungkin. Berharap dia bisa melupakan masalahnya sejenak.

Wajah Keira berubah jengkel. Dia menatapku tajam. Sorot matanya menggambarkan kebencian dan kesedihan yang dia rasakan.

"Ngapain lo ke sini? Mau hina gue lagi di depan murid-murid ini?"

Aku takut dia tak mau memaafkanku akibat kesalahpahaman ini. "Gue bisa menjelaskan semuanya. Gue gak bermaksud menghina lo seperti itu. Gue ada maksud baik saat itu."

"Setelah perkataan itu yang telah menyinggung gue, lo bilang itu maksud baik?! Maksud baik untuk membuat gue terkenal tapi dengan keburukan gue?! Ada apa dengan malam itu?!" tanyanya ketus.

"Tolong dengerin gue dulu. Setelah ini gue bia membantu lo memperbaiki semuanya. Dari pertemanan lo sampai hubungan keluarga lo. Gue janji akan memperbaiki semuanya." Aku memohon padanya.

"Gak! Gue gak percaya sama lo lagi! Lo telah menghancurkan kepercayaan gue! Lagi pula tak ada yang bisa memperbaikinya! Gue bisa sendiri tanpa bantuan lo!"

Wajahnya memerah penuh amarah yang tak pernah aku tau.

"Lo gak tau alasan gue untuk berkata seperti itu! Gue hanya mencoba melindungi lo!" lirihku.

"Melindungi apa?! Lo malah membuat hatiku ancur! Lo mau tau perasaan yang gue rasakan itu?" Aku hanya bisa diam sambil menunduk. Aku tak tau harus berbuat apa lagi selain berusaha agar dia memaafkanku. Dia memang keras kepala. Itu karena banyak orang yang telah menyakitinya. Tapi aku tak bermaksud untuk itu.

Tiba-tiba Keira bangkit dari duduknya dengan amarah yang tak bisa terhitung.

"Hei kalian!" teriaknya keras membuat semua mata tertuju padanya dan murid-murid di kantin diam dan siap mendengarkannya.

Aku mengernyit bingung. Apa yang dia lakukan?

"Lo gak boleh temanan sama Aiden! Dia buruk dan jahat! Dia pernah membunuh mantannya sendiri hanya masalah sepele dan dia dipenjara selama 4 bulan itu! Jangan mendekatinya bila lo sayang sama diri sendiri karena orang ini berbahaya dan tak pantas medapatkan teman!"

Aku terkejut. Apa dia benar-benar menghinaku seperti itu? Tiba-tiba tangannya mengambil es teh manisnya dan menumpahkannya di kepalaku. Desiran air dingin menjulur di tubuhku membuat emosiku meningkat. Aku tak suka dihina seperti itu.

KEIRA'S POV

Wajahnya memerah dan aku yakin dia marah. Aku meletakan gelas yang sudah kosong ke meja dan melangkah mundur.

BRAK!

Aku terkejut saat melihat Aiden yang bangkit dan menggebrak meja. Sorot matanya menatapku tajam seperti seakan-akan membunuhku.

Aku sempat berpikir untuk lari. Tapi terlambat. Aiden sudah menggenggam pergelangan tangan kananku dengan kencang sampai rasa sakit itu menjalar di sekujur tubuhku.

"Lo memang bertujuan mempermalukan gue seperti itu?! Gue udah berusaha menolong lo saat itu dan ini balasannya?! Lo gak pernah dengerin gue dan sekarang lo melakukan ini dengan alasan yang memang jahat!" Aiden membentakku.

"Gue udah berusaha yang terbaik buat lo dan sekarang ini balasan lo?!" tanyanya lalu mendorongku sampai terjatuh.

Bibirku terigit dan mengeluarkan cairan merah. Aku tak pernah mengalami hal seperti ini. Aku terisak dan hanya bisa diam menjadi tontonan murid tanpa ada yang berani menolongku. Tapi mataku tak pernah teralihkan dari Aiden yang sekarang sudah berjalan pergi meninggalkan luka dan kebingungan yang ada di hatiku.

THANK YOU FOR READING

JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang