Kamu mampu menghilangkan suasana mendung di hatiku.
"Keira! Bangun! Ini sudah jam 6!" teriak mama sambil menarik selimutku.
"Ini kan Sabtu ma!!!" kataku komplain sambil menarik selimutku kembali. Mama segera membuka tirai sehingga cahaya pagi masuk ke kamarku membuatku sangat silau.
"Kita akan pergi ke acara keluarga. Kita akan menginap bareng mereka sampai besok!" ujar mama sambil menarik lenganku.
"Aku gak mau ma. Aku gak mau dipukul kakek lagi. Lebih baik aku diam di rumah saja sendiri!" Aku memohon dengan wajah yang memelas berharap mama akan mengerti keadaanku.
Kakekku sangat mengerikan. Hanya beberapa kali saja aku pernah merasakan kasih sayangnya. Seingatku semenjak aku berumur 7 tahun. Aku dulu memang sangat nakal sampai membuat kakek marah. Tapi aku lupa kesalahanku apa sampai dia menyimpan dendam yang sangat dalam kepadaku.
"Tidak ada penolakan! Kamu haruis ikut! Keila saja bangun jam 5 dan segera bersiap siap. Dia sudah merapikan pakaiannya sendiri untuk dibawa!" bentak mama sambil memasukan bajuku ke koper.
"Mandi!" perintahnya lalu melempar handuk ke wajahku.
•••
"Hi Keila sayang!!!" Teriakan itu menyambut kita saat masuk ke villa yang besar itu.
Hanya sambutan untuk Keila yang aku dengar. Tidak ada sambutan untukku sedikit pun. Mereka hanya menyambutku dengan senyuman saat aku salim kepada mereka. Aku sudah biasa seperti itu. Tersisihkan dari yang lain.
"Kamar kalian ada di sini," kata Tante Wulan sambil menunjukan kamar yang menghadap perairan pantai yang sangat indah.
"Ayo bawa kopermu ke kamar. Bawain juga punya papa sama mama," perintah papa sambil memberikan 2 koper besar.
"Gak mau pa. Aku bukan pembantu yang mudah papa suruh," tolakku tidak terima bila papa menyuruhku melakukan itu.
Semua sekarang menatapku. Aku yakin mama dan papa akan malu melihat anaknya seperti ini. "Papa hanya minta tolong."
"Tapi sayangnya aku tidak mendengar kata tolong dari ucapan papa tadi." Mungkin aku memang anak yang penuh dosa akibat melawan orangtuaku seperti ini. Tapi merekalah yang membentuk diriku menjadi seperti ini.
"Keila ini kuncinya. Kamu yang buka pintu ya." Mama mengalihkan pembicaraan dan mencairkan suasana.
Aku yakin kalau orangtuaku malu karena aku bersikap seperti tadi. Tapi aku tidak bisa menahannya karena aku sudah muak dengan semua perlakuan orangtuaku. Dengan malas aku mengikuti Keila yang sibuk membawa 1 koper dan 1 kunci kecil. Sedangkan aku 3 koper sekaligus! Dunia memang tidak pernah adil! Dengan kesal aku melempar koper dengan asal ke sudut ruangan. Aku benci suasana seperti ini.
"Kemaren Aiden yang nelpon ya?" tanya Keila tiba-tiba dengan sorot mata yang dingin.
"Bukan."
"Gue denger. Jadi lo gak usah bohong," kata Keila dengan nada seakan membunuhku. Ada apa dengan dia? Dia seperti ini setiap berbicara soal Aiden.
"Urusin aja deh kehidupan lo. Gue gak butuh kehidupan gue diurusin sama lo!" Bentakku.
"Gue gak suka lo deket sama Aiden," kata Keila dengan penuh penekanan.
"Hah? Lo cemburu?" tanyaku bingung.
"Enggak. Gue gak suka kalau lo deket sama semua cowok!" Keila tersenyum dengan licik.
"Hahaha! Apa hak lo buat ngatur? Lo iri kalau gue deket sama mereka? Ternyata gue punya saudara yang sungguh jahat," sindirku dengan ketus.
"Gue jahat karena lo!" teriak Keila.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...