44. Confused

2.5K 88 0
                                    

Aku tak sanggup untuk mengatakan kepadamu bahwa aku menyayangimu dan rindu kehadiran dirimu yang selalu berhasil menghilangkan rasa sedih di hatiku.

Dengan perlahan aku menuruni tangga. Aku tak mau terjatuh kedua kalinya. Aku tak mau memperbesar benjol di dahiku yang sekarang aku tutupi dengan poniku. Bagaimana pun juga, aku menjadi aneh sekarang dengan poni yang memaksaku untuk menutupi dahiku.

"Apa aku terlihat aneh ma?" tanyaku tidak percaya diri.

"Tidak masalah tapi penampilan kamu kali ini berbeda."

"Walaupun lo seperti biasa juga wajah lo sama aja. Sama-sama buruk," ketus Keila dan membuat emosiku memuncak.

Ingin sekali aku melempar batu ke mulutnya yang tak bisa mengucapkan satu kata manis untukku. Hanya untukku. Hal itu membuatku kesal sambil memakan sarapanku. Aku selesai memakan sarapanku paling dulu. Aku meraih handhoneku.

Keira : Lo dimana?

Aiden : Tunggu. Gue nunggu Keila pergi duluan. Tapi jangan bilang ke Keila kalau lo bareng gue.

Keira : Kenapa emang?

Aiden : Gue bilang lo turutin aja tanpa banyak nanya.

Keira : Lo membuat gue bingung.

Aiden : Ntar juga lo tau.

Aku berdecak kesal. Aku terus memandangi Keila yang berkutik dengan sepeda motornya.

"Ngapain lo liatin gue? Lo mau telat? Naik motornya yang ngebut kalau enggak nanti gak boleh masuk sekolah," tanya Keila sambil menyalakan motornya.

"Kenapa lo peduli? Bukannya lo gak punya hati?"

"Gue hanya mengingatkan. Dengan nilai seburuk itu ditambah kedisplinan yang kurang, gue yakin tidak segan-segan sekolah mengeluarkan lo." Keila melajukan motornya meninggalkan rumah.

Aku segera meraih handphoneku dengan terburu buru.

Keira : Udh pergi dia. Cepetan dong.

"Keira. Gak berangkat ke sekolah. Entar telat gimana dong?" tanya Kak Devan yang sekarang telah berdiri di sampingku.

"Dijemput Aiden."

"Aiden? Wow! Jadian?" tanya Kak Devan jail.

"Enggak. Temenan aja enggak," lirihku disambut tatapan bingung dari Kak Devan.

Lalu suara deru motor terdengar di hadapanku. Aku segera menatapnya membuat degupan cinta terasa di sekujur tubuhku. Aku mengakui, aku mencintainya. Aiden yang mengendarai motornya menatapku dingin. Sosok yang aku rindukan. Sangat ingin aku menyelesaikan masalah ini di antara kita. Tapi egoku tak ingin merendah.

"Naik! Gue gak mau telat," perintahnya dingin.

"Sabar dong jangan maksa! Lo udah maksa gue kan?!" bentakku lantang membuatnya terkejut.

Aku sudah muak dengan semua drama ini. Aku emosi karena tak bisa mengucapkan kata rindu. Kebencian bukanlah hal yang menyelimui hatiku kali ini. Hanya rindu yang mengendalikan emosiku sekarang.

Wajah Aiden melunak. Aku tau dia tidak menyangka akan kubentak seperti itu. Tapi perkataan tak bisa kutarik kembali. Aku juga kesal karena Aiden masih marah padaku. Aku beranjak naik ke motornya dan detik itu juga motor melaju. Hanya ada hembusan angin dan suara kendaraan yang meramaikan suasana. Tidak ada kata yang terucap.

"Maaf gue udah bentak lo. Gue hanya susah menerima kenyataan," bisikku.

Aku bingung dengan diriku sendiri. Aku ingin mengatakan itu tapi aku terlalu ragu untuk mengucapkan kalimat yang sederhana.

"Apa?" Aiden mencoba mendengar bisikanku.

"Lucu ya. Dulu kita saling tertawa sama bercanda. Sekarang, hanya ada rasa benci dan kerinduan yang gue rasakan. Gue capek."

Aiden hanya diam. Aku yakin dia tidak mendengar suaraku yang sangat pelan. Kuharap dia tidak mendengar semuanya. Aku memang pengecut yang takut untuk mengucapkan isi hatiku yang sebenarnya.

Sampai di sekolah aku segera turun terlebih dahulu dari Aiden dan segera berlari menuju kelas. Meninggalkan Aiden yang sendirian menatap kepergianku. Dia bisa melukai perasaanku. Begitu juga aku. Walaupun aku mencintainya, aku tetap saja bisa kesal dengannya. Kesal bukan benci. Kesal dengan keadaan yang membuatku sulit untuk menunjukan rasaku kepadanya. Lagi pula, mengingat Aiden marah padaku, aku jadi ragu untuk mencintainya. Aku takut akan resikonya walau aku tau tak ada cinta yang tak disertai rasa sakit.

"Keira! Lo gak ngebut ya?" tanya Keila yang sedang berdiri di depan kelasku dengan tatapan bingung.

"Ngebut lah."

"Udah dipake remnya? Gimana?" tanyanya lagi dan membuatku bingung.

"Cukup Keila. Dia bareng gue jadi semua rencana lo ini akan gagal. Maaf gue gak suka," kata Aiden yang menyusulku lalu merangkul pundakku protektif.

Jangtungku berdetak tak karuan. Aiden membelaku. Untuk apa? Apa rencananya? Semua membuatku bingung. Terlalu banyak rahasia yang aku tak tau. Dan buruknya semua ini berkaitan denganku.

"Keira, lo masuk aja ke kelas," perintahnya lembut kepadaku.

Aku mengenyitkan keningku. Sekarang dia bertingkah lembut? Lelaki memang sulit dimengerti. Tapi walaupun begitu, hatiku bergejolak senang. Suara lembut itu yang aku tunggu. Aku segera masuk ke kelasku dan disambut dengan tatapan Vania yang ternyata sedang memperhatikanku sedari tadi.

"Maaf gue gak bisa mencegah Keila. Dari tadi dia nunggu lo di depan kelas dengan gelisah," katanya sambil tetap fokus membaca novelnya.

"Gak apa apa. Lo kenapa, Vania? Kok murung?" tanyaku khawatir.

"Berkaitan dengan Keila yang membuat gue kesal. Biasalah," jawabnya gelisah.

"Beri tau ada apa! Tolong! Lo gak mungkin takut sama Keila!" perintahku lantang lalu menatap Aiden yang menarik Keila di depan kelasku secara paksa.

"Dia ngancem gue. Dia psikopat. Dia tadi mau nyakitin gue."

Aku menganga. "Nyakitin gimana?" tanyaku.

"Dia datang ke sekolah lebih pagi. Buruknya belom ada yang dateng di kelas ini. Jadi gue sendiri. Terus Keila berdiri di depan kelas kita. Gue samperin dan ternyata dia nunggu lo. Gue tentunya marah dan mengusirnya. Dia malah ngeluarin cutter terus diarahin ke gue. Gue diancam gak boleh biacara lagi saat itu dan gue disuruh masuk. Anggap saja Keila gak ada. Begitu katanya," ceritanya dengan suara pelan.

Aku menutup mulutku dengan tanganku. Itu fakta yang tak pernah aku duga. Memang Keila mempunyai sikap menyebalkan di depanku dan teman dekatku. Tapi aku gak menyangka kalau Keila sejahat itu.

"Serius?!" tanyaku dengan rasa khawatir.

"Iya. Gue gak nyangka Keila sejahat itu. Gue kira ini hanya kenakalan biasa. Ternyata dia lebih dari jahat. Pokoknya lo harus hati-hati sama dia!"

Aku memeluknya. "Gue perwakilan dari Keila mau minta maaf. Nanti gue laporin mama. Atau gak gue sekarang mau ketemu dengannya. Ini masalah yang harus dihentikan!" Aku bangkit berdiri, hendak menemui Keila.

"Jangan! Ini masalah besar yang serius Keira! Lo gak bisa melakukannya sendiri! Setidaknya lo harus laporkan ke ortu lo atau polisi. Cukup! Biarkan saja mereka yang mengurusinya! Dia berbahaya Keira!" Vania berlari untuk menyusulku.

"Gue bisa. Gue akan beri pelajaran untuknya," kataku sambil berhenti melangkah.

"Dengerin gue! Lo bisa celaka! Biarkan orang dewasa yang menanganinya!"

Aku mengalah dan menurut. Ada apa dengan Keila? Kenapa dia sekesal itu sampai ingin menyakiti sahabatku sendiri? Anehnya, satu sekolah pada menyukainya dan mengaguminya. Andaikan mereka tau sikap Keila kepadaku. Andaikan mereka tau kalau dia adalah mutiara palsu.

THANK YOU FOR READING

JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang