Mereka berkata bahwa aku buruk. Tapi kamu berkata bahwa aku istimewa.
Aku berjalan dengan gontai menuju kelas. Sekolah masih sepi. Aku sengaja berangkat pagi agar aku bisa menukar duduk dengan Shelia agar berjauhan dari Vania. Aku tidak mau berdekatan dengannya. Tadi malam aku sudah izin dengannya dan untungnya dia menyetujui. Saat Vania datang, dia menatapku sedih dan meletakkan tas di sebelah Shelia. Dan setelah itu, dia datang ke tempatku duduk.
"Keira... Maaf..." Vania memohon.
"Bagaimana perasaan lo ketika lo dikhianati oleh orang yang paling lo percaya?" tanyaku dengan nada dingin.
"Kecewa. Ya gue tau tapi please-"
"Itulah yang gue rasakan sekarang. Lo mau gak rahasia besar lo gue bocorin ke orang yang paling lo benci?"
"Iya gue tau. Gue keceplosan."
"Gue butuh waktu untuk sendiri agar kekecewaan gue terhadap lo hilang. Kalau bisa hilang." Aku berkata dengan tegas.
"Tapi tolong dongg... Ini hanya masalah kecil," mohonnya.
"Masalah kecil? Kecil ya? Ketika gue menjadi bahan olok-olokan dan dihina seperti itu? Dan semua itu akibat rahasia memalukan lo sebarin?" tanyaku dengan nada tinggi membuat teman sekelasku yang sudah datang menatapku.
"Salah gue apa sih sampe gak ada temen yang mau temanan sama gue? Gue sayang sama lo seperti saudara sendiri. Apa ini balasan lo? Apa jangan jangan lo sengaja untuk mempermalukan gue juga? Gue malu di depan orang lain, tetangga, teman, dan bahkan keluarga sendiri. Lo mau memperburuknya lagi?" tanyaku lagi. "Gue gak suka sama orang yang ternyata mengkhianatin gue. Ketika orang yang gue percaya dan sebagai senderan, membuat keadaan gue tambah buruk." Aku pergi keluar kelas.
"Aiden." Dengan suara bergetar aku memanggilnya.
"Ada apa Keira?" tanya Aiden panik.
"Gue kecewa sama Vania. Gimana gue menjauh darinya kalau gue masih sayang sama dia?"
"Dia pasti ngerti perasaan lo kali ini. Dia akan memberikan waktu untuk lo berpikir. Emosi kadang menghilangkan akal sehat.Tapi semua memang pernah melakukan kesalahan bukan?"
Aku hanya diam menatapnya memohon pertolongan.
"Sama kayak gue yang emosi bawaanya mukul," katanya dengan cengirannya.
Aku terkekeh pelan. Dia selalu berhasil membuatku terhibur.
"Walaupun ada orang yang mengecewakan lo atau menindas lo, pasti Tuhan sudah menyiapkan orang yang baik untuk lo. Walaupun sekarang lo berada di masa sulit lo, Tuhan sudah menyiapkan kesuksesan lo. Dan kesuksesan itu menunggu lo di masa depan."
Aku termenung mendengarnya.
"Apa benar gue akan sukses dengan keadaan seperti ini? Ketika gue bodoh dan sulit bergaul."
"Siapa yang bilang lo bodoh? Lo gak bodoh. Lo pintar di bidang melukis. Lo pintar di bidang yang berbeda dengan Keila. Dan lo juga mandiri. Mental lo juga kuat dan lo sangat tegar," ujarnya meyakinkanku.
"Pelukis? Itu bukan lah profesi yang bagus."
"Tidak. Itu kata orangtua lo. Pelukis juga bisa terkenal dan semua orang dapat mengagumi keindahannya," bantah Aiden.
"Tapi... Orangtua gue gak akan bangga," lirihku.
"Mereka akan bangga saat lo bisa membuktikannya dengan goresan kuas dan pensil yang indah. Mereka belom menyadarinya sekarang."
Aku mengangguk patuh.
"Tau gak cara buat lo sukses?" tanya Aiden. Aku menggeleng.
"Tekun dalam bidang yang dia sukai atau bakati. Hanya itu. Berlatih dan berlatih dengan fokus. Janganlah peduli dengan oranglain yang membenci hobi lo. Pedulilah dengan penilaian orang terhadap karya lo. Itu kuncinya," jawabnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/147347372-288-k922469.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...