Soal-soal MTK itu tidak sesulit seperti tantangan hidup yang selama ini aku alami.
Aku membaca buku tulis coklat itu dengan perasaan gelisah. Sebentar lagi Bu Ava akan masuk dan memulai ulangan. Sebenarnya tadi malam aku sudah belajar dan menjawab soal-soal ini dengan mudah, tapi siswi bodoh sepertiku ini tak akan percaya diri untuk memulai ulangan.
"Selamat siang semuanya!" sapa Bu Ava dan membuat semua teman-temanku berlari dan duduk di kursi masing masing. Aku segera duduk dengan tegak dan menutup buku tulis tanpa nama itu. Jantungku berdetak dengan cepat.
Apakah aku sudah siap?
Hanya itu yang ada di pikiranku. Aku ingin membuat mama dan papa bangga. Dan semoga mama tak melakukan hal yang sama dengan dulu. 60 pada bidang fisika memang nilai yang tinggi buatku. Tapi sekarang targetku adalah 65 untuk MTK. Harus lebih tinggi dari pada ulangan fisika sebelumnya.
"Ibu akan bagikan soalnya dan kerjakan dengan jujurdan harus teliti. Soal ini bisa saja mengecoh kamu dengan pilihan ganda. Soalnya ada 20 PG semua. Kerjakan di LJK ya. Selamat mengerjakan!" Bu Ava membagikan kertas soal dan LJK.
Dengan perlahan aku menarik nafas dan mulai mengerjakan soal itu. Soal-soalnya mudah. Mirip dengan soal yang ada di buku tulis coklat itu. Bahkan soal di buku tulis coklat itu lebih sulit daripada ulangan kali ini. Waktuku masih banyak tapi aku sudah selesai mengerjakan semua soal ini. Aku sudah memeriksanya berkali-kali. Hatiku masih bimbang untuk mengumpulkan duluan atau tidak. Aku menghela nafas dan mencoba percaya diri dengan jawabanku sendiri.
Aku bangkit berdiri diikuti oleh tatapan teman-temanku yang heran dan kagum.
"Keira? Kamu sudah selesai?" tanya Bu Ava sambil menerima kertasku.
"Sudah bu. Sudah saya periksa juga," jawabku lalu keluar kelas.
Di luar kelas, aku hanya memandang lapangan kosong tanpa ada orang yang main di sana. Sinar matahari yang terang membuat lapangan terlihat sangat panas dan gersang. Mataku melihat semua pemandangan itu tapi tidak untuk pikiranku. Banyak pertanyaan yang menduga pemilik buku tulis coklat itu. Yang paling masuk akal adalah Aiden. Tapi sepertinya mustahil setiap aku mengingat tatapan dinginnya terhadapku. Dia masih marah. Tak mungkin dia berbaik hati memberikan ini untukku.
Aku sudah mencoba melupakannya. Begitu juga dia. Aku yakin itu. Tak ada sakit di hatiku sekarang karena tak pernah melihatnya lagi. Tapi hanya rasa rindu yang aku rasakan saat itu. Rindu. Hal yang sebenarnya berat tapi aku berusaha tidak memedulikan hatiku yang memohon untuk kembali padanya.
"Hei! Keren lo udah keluar duluan!" komentar seseorang dan membuayarkan lamunanku.
"Ya begitulah. Semoga aja gue mendapat nilai 65. Gue mulai tahu teknik belajar," kataku sambil menatap Mason yang berdiri di sebelahku.
"65 bukanlah nilai yang memuaskan Keira. Lo tetep aja remedial."
Aku berdecak kesal. Aku sangat tersinggung dengan kata-katanya.
"Mau ngeledek gue? Seharusnya lo mikir. Gue biasanya dapet nilai kecil tentunya sangat menginginkan nilai 65. Itu tinggi bagi gue. Gak bagi lo yang setiap ulangan dapet 90 terus. Bagi gue nilai 80 aja mustahil," sahutku jengkel.
"Eh maaf gue gak bermaskud menyinggung. Tapi keluarga lo pinter semua dan gue yakin lo bisa pintar seperti mereka semua. Nilai 80 tidak lah mustahil buat lo."
•••
Aku melangkah kan kakiku menuju parkiran. Aku sangat lelah sehabis pelajaran olahraga. Pelajaran basket membuatku lelah walaupun aku berada di pihak yang menang. Tapi hal itu butuh usaha yang berat. Semua ini jauh lebih baik dari pada mengerjakan soal ulangan yang membuatku gugup. Olahraga pelajaran untuk mengistirahatkan otakku sehabis ulangan tadi.
"Keira!" panggil seseorang dengan lantang.
Otakku menyuruhku tetap berjalan dan mencoba tidak peduli. Tapi hatiku berkata lain. Hati lah yang menang dan aku memberhentikan langkahku dan menengok ke belakang. Terlihat dia yang sedang berlari menghampiriku. Dan sekarang orang itu sudah ada di hadapanku dan membuatku sangat ingin mengucapkan kata rindu. Tapi bibirku hanyalah diam dan kelu tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
"Gue mau bicara sama lo di lapangan belakang. Keila sudah nunggu lo di sana. Nanti tunggu gue," perintahnya dengan dingin.
"Se-sekarang?" tanyaku gugup.
Sial! Kenapa aku menjadi gugup?
"Ya sekarang lah!"
Aku hanya diam menatap Aiden yang berlalu meninggalkan bekas luka di hatiku akibat kata-kata dinginnya itu. Kadang semua orang bisa berubah dengan cepat. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan ke lepangan belakang. Benar. Di sana sudah ada Keila yang menunggu.
"Untuk apa Aiden manggil kita?" tanyaku berbasa-basi.
"Paling mau nembak gue," jawab Keila.
Deg!
Tentu saja hal itu bisa terjadi. Bisa saja Aiden akan menembak Keila sekarang. Tunggu! Kenapa aku diajak? Aku bukan lah teman untuknya lagi sekarang. Untuk apa? Apa dia mau membuatku patah hati lagi dan dia adalah orang yang termasuk memanfaatkanku? Apa mungkin dia seperti itu ketika dia mengatakan kata-kata yang menenangkan hatiku saat aku patah hati karena Mason?
"Kenapa diem? Lo gak setuju atau lo ternyata juga suka sama Aiden?" tanyanya sinis.
"Enggak kok. Gue gak suka sama dia. Ambil saja dia sepuas lo."
"Ya tentunya. Kali ini gue akan menerimanya. Dia akan menjadi milik gue tanpa ada yang boleh mendekatinya!"
"Tenang saja Tuan Putri. Jodoh gue udah menunggu dan gue gak akan merebut milikmu," sindirku.
"Yakin dapet jodoh dengan kemampuan lo seperti itu?"
"Pasti ada. Bukannya gue yang seharusnya bertanya ke lo seperti itu. Emang ada yang mau sama lo dengan kepalamu yang sebesar rumah itu? Besar kepala!" bentakku.
"Gue melakukan ini hanya kepada lo. Si Pembawa Masalah untuk keluarga orang lain!" ketusnya.
"Jangan banyak bicara lagi! Gue muak mendengar lo menyombongkan diri lo sendiri yang gak ada apa apanya dengan gue. Lo hanyalah mutiara palsu yang menipu orang!"
Setelah itu hening.
Tak terasa ini sudah jam 5 sore dan Aiden belum juga datang. Aku bosan berdampingan dengan dia. Buruknya sepertinya Aiden menipu kita semua. Ternyata dia benar-benar marah.
"Pulang yuk! Aiden sepertinya membohongi kita," ajakku memecah keheningan yang sudah berlangsung selama 1 jam.
"Ya sudah." Keila sepertinya juga sudah lelah menunggu.
Aku mengikuti langkahnya menuju parkiran sekolah. Aku menaiki motorku dan mengenakan helm. Keila sudah dari tadi melajukan motornya keluar sekolah. Tanpa menungguku dan meninggalkanku sendirian. Aku segera melajukan motorku dengan kencang. Menyalurkan emosi di tempat dan waktu yang salah. Ini berbahaya dan aku tau itu. Tapi aku gak peduli. Hanya rasa kesal atas semuanya yang aku rasakan sekarang.
THANK YOU FOR READING
JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️
![](https://img.wattpad.com/cover/147347372-288-k922469.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...