Kalian meninggalkanku sendirian dalam kegelapan di hariku.
Hari ini hari Kamis dan hari hariku semakin suram walaupun hari ini guru rapat mengenai UN. Seharusnya aku senang karena senang walaupun free classnya hanya 1 setengah jam. Tapi semua yang aku punya seakan-akan menjauh dariku. Semua milikku sibuk dengan urusan masing-masing dan melupakanku. Audrey akhir-akhir ini banyak urusan dengan acara di sekolahnya.
Kalau Vania, aku hanya bisa bicara dengannya saat pelajaran saja. Jam istirahat dia bersama pacar barunya Henry.
Aiden. Seharusnya dia setia. Tapi sepertinya dia tidak memedulikanku lagi. Setiapku lihat dia, dia selalu bersama Keila. Bercanda dan tertawa seperti aku dan Aiden dulu. Apakah dia akan membuat Keila menjadi orang yang dia paling percaya?
Semuanya berubah dan aku hanya sendiri menatap lapangan dimana anak cowok sedang main basket. Seharusnya ini pertandingan sengit karena tim Aiden melawan tim Mason. Mereka sama-sama jago dalam permainan ini. Para perempuan meneriaki nama idolanya. Dan baru pertaman kali ada beberapa perempuan meneriaki Aiden. Mungkin mereka baru tau kalau Aiden tidak lah mengerikan.
Yang membuat hatiku panas saat Keila menawarkan minum ke Aiden saat istirahat. Tentunya aku cemburu. Aku takut bila Aiden memilih Keila. Bukan berarti aku suka sama Aiden, tapi kalau dia jadian sama Keila pasti dia lebih memedulikan Keila dibanding diriku. Pacar adalah prioritas segalanya bukan?
"Ada apa?" tanya seseoarang sambil menyenderkan lengannya ke tembok.
Alex? Jarang sekali dia bicara denganku. "Lo murung. Karena Aiden dekat dengan Keila ya? Akhir akhir ini lo jarang sama Aiden lagi."
"Gue gak mood membicarakan ini. Sana pergi! Gue gak butuh sahabat dari orang brengsek yang telah memanfaatkan gue!"
"Mason? Dia emang gitu dari dulu. Maksa." Alex berlalu pergi.
•••
"Halo Aiden!" sapa Keila memecah keheningan saat makan malam.
Kali ini aku ikut makan malam di rumah, karena Audrey sangat sibuk. Dengan susah payah aku menelan makananku. Untuk apa Aiden menelepon Keila saat makan malam seperti ini?
"Oh entar? Bisa kok!" kata Keila melalui handphonenya.
"Ada apa?" tanya mama.
"Ada temen minta aku nganterin dia untuk ke mall," cerita Keila.
Dan ternyata benar. Sekitar jam 7 malam, mobilnya Aiden sudah terparkir di depan dan dia duduk di ruang tamu. Aku segera duduk di hadapannya dengan tatapan lesu.
"Hi Keira! Keila belom siap?" tanya Aiden berbasa-basi.
Aku hanya diam menatapnya tajam. Aiden hanya diam tak mengerti. "Kenapa Keira? Kok lo marah?" tanyanya bingung.
"Semua yang gue punya sudah pergi menjauh dari gue termasuk lo!" Aku geram.
"Ada apa? Gue gak ngejauh dari lo."
"Ternyata lo sama buruknya sama Mason. Lo lebih memilih Keila dan lo manfaatin gue! Jujur!" bentakku sambil berdiri.
Aiden diam seakan tak mengerti.
"Sekarang lo pergi menjauh dari gue! Gue gak butuh lo sekarang!" Aku berkata tajam dan berlari ke kamar.
Di dalam kamar, aku menguping pembicaraan Aiden dengan Keila.
"Keila. Gak jadi deh pergi. Keira marah sama gue. Kapan-kapan aja," kata Aiden lalu terdengar tutupan pintu.
Kenapa aku jadi bingung seperti ini?
Aiden : Gue mau bicara sama lo sekarang. Ke mobil gue sekarang.
Aiden : Atau gue yang maksa lo dan jemput lo ke kamar.
Aku hanya membacanya. Bukan maksud aku pengen dijemput atau apa. Tapi aku sudah muak dengannya.
Tok tok tok!
Aku segera membukanya dan dengan cepat Aiden menarikku ke dalam mobilnya. Keila kebingungan. Dikiranya Aiden sudah pulang dan ternyata dia balik lagi ke sini untuk menjemputku.
"Ada apa dengan Keira?" tanya Keila bingung.
Aiden sepertinya tak memberikan kesepatan untuk menjawab pertanyaan darinya. Dia langsung menyuruhku masuk ke dalam mobilnya dan melaju meninggalkan rumahku. Aku tak tahu kemana dia akan membawaku. Aku percaya padanya. Tapi yang jelas, aku berharap dia tak membawaku ke tempat umum, karena aku menggunakan baju tidurku. Hanyalah keheningan yang membelah dinginnya malam. Mataku hanya sibuk menatap keluar jendela. Mobil sudah berhenti di pinggir jalan yang sepi dan Aiden hanya menatapku seperti ini.
"Ada apa Keira? Keluarkanlah hal yang membuat lo seperti ini," bujuknya.
"Gue sekarang sendirian dan gak punya temen sama sekali. Audrey sibuk akhir-akhir ini. Vania juga sibuk pacaran dengan Henry. Dan lo juga ngejauhin gue dan mentingin Keila! Apa lo sadar?!" tanyaku sambil terisak.
Tangisku pecah membuat Aiden merasa bersalah.
"Maafin gue Keira... Memang ini salah gue. Maaf."
"Gue gak dikasih kesempatan sama Keila buat sama lo. Dia nguber gue terus... Maaf Keira..." lirih Aiden dengan sorot mata menyesal.
"Tapi kenapa lo ngajak dia ke mall?" tanyaku dengan air mata yang masih mengalir.
"Mall? Gue gak ngajak dia ke mall. Lo tau dari mana kabar itu? Gue mau ngembaliin buku tulis Lexy yang gue pinjem pas gue gak masuk itu. Dan Keila lah yang tau dimana rumahnya." Jawab Aiden menjelaskan sambil menunjukan buku tulis coklat dengan tulisan nama Lexy di sudutnya.
"Keila bilangnya tadi ke mall."
"Dia berbohong kali." Aiden menghapus air mataku dengan jarinya.
"Jangan nangis. Gue emang bodoh ya buat lo nangis. Besok gue sama lo lagi deh." Aiden tersenyum menghiburku.
"Masih ada yang gue gelisahin. Gue takut lo memilih Keila buat jadi temen baik lo. Gue inget lo bilang kalau lo akan mengusahakan Keila buat menjadi temen yang lo paling percaya. Apa itu benar? Gue takut gue kehilangan lo." lirihku gelisah.
Aiden tertawa. "Itu hanya alasan agar Keila cepat pergi agar gak ganggu kita. Tenang aja... Teman dekat tak bisa dipaksakan. Dia akan mencari dengan sendirinya. Lagi pula Keila bukan tipe yang cocok untuk gue. Dia seperti fake begitu dan datang saat butuh doang."
"Gak ada yang lo khawatirkan Keira... lo tetep jadi temen gue the one and only. Gue janji gak akan ninggalin lo apapun yang terjadi," katanya lagi.
Gue kembali tersenyum dan menyesal telah menuduh Aiden tanpa bukti yang jelas.
•••
"Kenapa tiba-tiba Aiden ngajak lo tadi?" tanya Keila dengan tatapan benci saat aku pulang.
"Gak tau. Gue diajak aja gitu. Dia mau ngomong sama gue."
"Ngomongin apa?" tanyanya lagi.
"Bukan urusan lo. Hanya masalah kecil."
"Keira. Sepertinya lo harus jauhin Aiden. Dia lebih nyaman sama gue." Keila menatapku dengan dingin.
"Oh maaf ya tadi gue udah bicara sama Aiden soal itu dan semua yang lo katakan bohong." Aku tersenyum licik penuh kemenangan.
"Kebohongan apa?"
"Lo bilang hari ini lo ke mall padahal cuman nganterin Aiden balikin buku tulis ke Lexy. Dan juga barusan tadi lo bilang Aiden nyaman sama lo. Coba perhatiin lagi deh soalnya pernyataan lo. Hal itu meragukan."
Kamu telah kalah!
Aku menang!
THANK YOU FOR READING
JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...