18. Hospital

3.2K 115 0
                                    

Aku tidak bisa memilih di antara cinta atau sayang. Karena semuanya berharga dalam hidupku.

"Gue tegang," ujar Aiden di ruang tunggu. "Kenapa tegang?" tanyaku.

"Takutnya tambah parah." Kata Aiden. Aku menggenggam tangannya.

"Jangan tegang. Lo harus berpikir positif kalau lo bisa sembuh dan terbebas dari penyakit itu."

"Iya semoga aja."

Aku sebenarnya takut. Aku takut kalau orang yang sangat peduli denganku pergi tanpa bisa aku gapai lagi. Aku takut Aiden dipanggil Tuhan. Tak lama kemudian nama Aiden disebut suster.

"Good luck," ucapku.

"Ngapain? Lo harus ikut masuk." Aiden menarik tanganku dan masuk ke ruangan dokter.

Aiden segera diperiksa.

"Nah sepertinya kamu ada kemungkinan 80% buat sembuh. Tapi jangan bersantai dulu. Penyakit ini bisa saja semakin parah. Jadi kamu harus minum obat dan jauhkan hal yang menyebabkan penyakit ini bertambah parah." Dokter itu menjelaskan.

•••

Baru saja melangkahkan kaki untuk keluar dari RS, tubuh Aiden ditarik oleh seseorang.

"Ikut gue!" ancamnya. Aku berbalik dan terkejut.

"Mason? Lo ngapain?"  tanyaku senang dengan senyuman yang mengembang dari wajahku. Entah kenapa aku bahagia sejak melihatnya di sini.

"Lo jangan berencana menyakiti cewek yang gue miliki seorang! Jangan sesekali lo menculiknya dari gue!" teriak Mason membuat semua orang menatapnya.

Cewek yang gue miliki? Kalimat itu membuat hatiku berbunga-bunga. Tapi apa dia gila? Dia berteriak di dalam rumah sakit?

"Maaf? Apa kata lo tadi?" tanya Aiden sangat sambil mengeratkan genggaman tangannya ke tanganku.

"Lo tahu budek kan? Apa lo ke sini karena mau ke THT karena lo congek?" Dia memisahkan genggaman tangan Aiden denganku.

"Ikut gue!" Mason menarik Aiden menuju lift. Aku berusaha mengejar tapi lift sudah tertutup. Aku sangat panik. Mereka pasti bertengkar. Dengan cepat aku segera berlari ke tangga darurat menuju lantai 2 tempat rawat inap. Dan dugaanku benar, Mason dan Aiden sedang saling bertatap dengan tajam tanpa mengenal tempat dan waktu. Lorong ruang rawat inap sangatlah sepi. Semua orang berada di dalamnya. Aku takut kalau terjadi pertengkaran.

"Kalian tolong hentikan ini."

"Keira.. Lo diam di sana." Mason menatapku lembut seakan akan tatapan tajam itu hilang.

Aku hanya diam menatap mereka dengan perasaan gelisah.

"Apa maksud lo di mall itu?! Lo mau menjadi pahlawan yang akan menyelamatkan Keira?! Maaf ya lo bukan tipe cowok bagus untuk Keira. Lo hanyalah cowok nakal yang ditakuti semua orang dan bahkan jodoh lo sendiri! Jangan sok berani lo! Pinter-pinteran juga gue!" Mason berubah menjadi menyeramkan.

"Gue emang udah janji sama dia untuk ngelindungi dia dari siapa pun! Termasuk dari lo yang berencana membuat Keira patah hati!" lawan Aiden.

"Janji mulut doang?"

"Gue udah buktiinnya di mall! Dasar pikun!"

"Oh ya jangan ngeledekin orang dulu! Lo adalah cowok manja yang minta dianterin ke RS! Sendiri dong! Emang emak lo kemana?!" tantang Mason.

Baru selesai berkata begitu Aiden menonjok Mason. Detik itu juga aku menutup mataku.

"Jangan ngaitin ibu gue ke pertengkaran ini!" bentak Aiden dengan mata yang merah. Aku tau dia sangat rindu dengan ibunya.

Mason mengusap pipinya.

"Lo ini terlalu berani sampe gak mikir panjang ya...Emosi mengalahkan pikiran lo. Makanya jangan sok jadi pahlawan. Nanti malah lo sendiri yang nyakitin Keira." Mason menghantam Aiden.

Pukulan lain menyusul untuk Aiden. Dan pertengkaran pun terjadi tanpa ada yang berani memisahkan. Mereka layaknya singa yang sedang bertengkar. Dan berakhir setelah para suster yang melintas bekerja sama memisahkan mereka. Dan Aiden yang babak belur sudah terkapar di lantai. Detik itu juga, Mason menarikku ke mobil.

Aku hanya diam menatap pemandangan di luar mobil.

"Lo khawatirin dia?" tanya Mason sambil fokus menyetir.

"Iya. Dia tuh baik banget sama gue. Gue takut dia malah pingsan."

"Sudah... Ada gue di sini tenang aja. Aiden juga udah biasa kayak gitu," hibur Mason.

Aku berhasil memisahkan mereka semua. Tapi mereka semua terluka. Mason berdarah di bagian hidung dan bibir. Tapi Aiden lebih parah. Dia tersungkur ke lantai rumah sakit. Tangannya berdarah. Bukan hanya itu, tapi hidung, pelipis, dan bibirnya berdarah semua. Belum sempat aku menolongnya untuk bangkit Mason sudah menarikku dengan paksa. Aku mencoba memberontak tapi mustahil karena tenagnya 3 kali lebih besar daripada aku.

Keira : Aiden lo gpp?

"Mau nonton bioskop gak?" tanya Mason sambil mengusap kepalaku lembut.

"Boleh!"  Dia selalu tau cara membuat moodku baik walaupun hatiku gelisah. Aku yakin Mason adalah orang yang tepat untuk hatiku.

•••

Aku berjalan bersama Vania menuju kantin.

"Kemaren Mason sama Aiden berantem di RS. Aiden babak belur. Gue belom ketemu dia lagi sekarang," ujarku khawatir.

"Serius?"

Aku menangguk.

"Itu Aiden." Aku melihat Aiden berjalan berlawanan arah denganku. "Aiden!" Aku memanggil dan menghampirinya. Vania juga segera menyusul.

"Apa?" tanyanya dengan lesu. Lukanya membekas di wajahnya.

"Aiden... maaf ya kemaren gue gak bisa nolongin lo. Gue ditarik-"

Aiden menempelkan jarinya ke bibirku agar aku behenti bicara.

"Gak apa-apa udah biasa. Bukan lo yang salah. Maaf gue gak bisa ngelindungi lo kemaren," lirihnya.

"Gak! Gue yang salah! Gue yang gak bisa nolong lo."

"Lo gak pernah salah di mata gue, Keira." Aiden tersenyum lalu dia mendekat ke telingaku.

"Walau gue tau lo kemaren nonton bioskop sama Mason. Gak apa-apa kok. Gue tau lo suka sama dia. Tapi tolong jangan nangis kalau lo udah sakit hati karena dia," bisiknya.

"Ya sudah sana ke kantin. Nanti gue buat lo lama jajannya," perintahnya lalu pergi.

Aku melanjutkan menuju ke kantin dan Vania mengejarku. "Serius tadi tuh Aiden? Gue gak pernah liat dia selembut itu." Vania berkomentar.

"See? Lo liat kan? Dia tuh baik." Aku memberi tau.

"Tapi sepertinya dia baik ke lo aja. Ke yang lain mah..." Aku gak peduli. Pokoknya Aiden sebenarnya baik dan berbeda dengan gossip yang beredar.

•••

Aku merebahkan badanku.

TING!

Baru saja aku masuk kamar, sudah ada notif di hpku. Aiden! Dengan cepat aku bangkit dan segera membalasnya.

Aiden : Keira

Keira : Apa?

Aiden : Kenapa Mason tau gue di rumah sakit? Apalagi tiba-tiba dia ngajak berantem. Lo tau gk?

Keira : Kemaren dia ngajak gue jalan. Tapi gak bisa kerna arus nganter lo ke RS. Dia juga nyuruh gue untuk ngejauhin lo. Tapi gue membela lo. Mungkin karena itu. Dia jadi sangat kesal dengan lo.

Aiden : Jangan dengerin dia. Kadang cinta buta. Tidak melihat keadaan.

Keira : Enggak kok. Lo tenang aja.

THANK YOU FOR READING

JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang