35. Change

2.6K 100 0
                                    

Kalian kembali dengan senyuman yang merekah di wajah kalian.

Sudah satu minggu aku tinggal di apartemen Audrey. Aku harap dia tak keberatan. Hari ini hari Minggu dan aku hanya menghabiskan hariku dengan menonton tv dan melukis. Sudah ada banyak lukisan di kanvas yang aku buat dan semuanya bertema perasaanku dengan Aiden. Sedih dan rindu. Lukisan sederhana yang memiliki berjuta-juta kisah di dalamnya. Sampai hari ini tak ada kemajuan soal hubunganku dengan Aiden. Aku mencoba melupakannya dan mencoba tidak peduli dengannya.

Makin lama aku semakin tersiksa dengan keadaan seperti ini. Aku rindu rumahku. Tapi memang keadaan mendesakku untuk diam di sini dan terlantar. Kadang aku merasa seperti anak buangan yang tak pantas kembali ke rumah. Aku hanyalah anak yang tak pernah membanggakan orangtua.

"Keira. Hari ini lo mau makan apa? Gue mau mesen makanan untuk delivery ke sini," tanya Audrey.

"Terserah apa aja. Gue suka semuanya."

Audrey mengangguk dan berkutik dengan handphonenya. Melihat itu aku langsung melirik kabar hpku sekarang yang sudah lama aku tak buka. Aku meraihnya dan mengecek hpku. Ternyata hpku sudah menjadi seperti kuburan. Mama mungkin sudah melupakanku. Aiden? Lupakan soal dia. Dia sudah marah besar.

•••

Aku hanya duduk di sofa sambil menatap koperku yang sudah aku siapkan. Hanya ada kebingungan yang ada di kepalaku. Tadi sekitar jam 12 siang, mama meneleponku dan dia berencana menjemputku untuk kembali ke rumah. Apa yang membuatnya berubah pikiran. Anehnya Audrey terlihat seperti biasa saja saat mama menyuruhku kembali. Seperti dia sudah tahu akan seperti ini.

"Lo terlihat syok seperti itu. Seharusnya ini menjadi kabar baik. Gue denger mama lo tadi menelepon lo dengan nada yang lembut. Bukankah begitu?" tanyanya.

"Tentu ini bagus. Gue cuman kaget aja. Tiba-tiba saja mama meneleponku dengan nada lembut seperti itu dan dia malah menjemputku. Padahal jarak dari sini ke rumah sangatlah deket. Jalan kaki aja cuman 10 menit."

"Sejahat apapun lo ke dia, pasti mamam lo sayang sama anaknya. Dia mungkin sudah menyesal dan khawatir sama lo. Eggak ada seorang ibu yang membenci anaknya sendiri. Dia tak akan menyia-nyiakan rasa sakitnya saat melahirkan diri lo. Yang jelas mama lo sudah merindukan seseorang yang awalnya dia nyaris sia-siakan," ujarnya.

Setelah itu ada ketukan di pintu. Dengan cepat Audrey bangkit dan membukanya. Terlihat mama yang berdiri menatapku. Sebenarnya itu bukan hal yang spesial. Tapi tatapannya yang sungguh membuatku salah tingkah. Tatapannya rindu dan lembut. Penuh kasih sayang.

"Keira!! Mama kangen!" serunya lalu memelukku.

Aku hanya diam tak membalas pelukannya. Aku terlalu kaget untuk ini. Mama melepas pelukanku dan matanya penuh air mata yang siap mengalir. Ada apa dengannya? Kenapa seperti ini? Kenapa harus secara tiba-tiba?

"Maafin mama ya udah ngusir kamu dan gak pernah peduli kamu selama ini. Kamu mau pulang kan sama mama? Kami sudah merindukan anak secantik kamu ini..."

Aku hanya diam dengan tatapan menerawang entah kemana. Aku menjadi bingung. Apakah ini mimpi?

"Keira. Lo mau pulang gak sama mama lo? Keluarga sudah menerima lo kembali," tanya Audrey.

Aku mengangguk perlahan lalu menatap mamaku yang sedari tadi tersenyum. "Ucapannya benar. Papa, Keila, dan Kak Devan udah nunggu kamu." Mama mengusap kepalaku dengan lembut. Detik itu juga, darahku mendesir ketika tangannya menyentuh kepalaku.

"Ayo kita pulang. Makasih ya Audrey." Mama menggandeng tanganku sembari membawakan koper untukku.

Aku segera masuk ke mobil dan mama mulai menjalankan mobilnya. Tak henti hentinya aku menatap wajah mama yang fokus menyetir. Wajahnya lembut dan ada sedikit penyesalan yang tersirat. Untuk apa dia mengantarku pulang kembali?

"Ma. Kenapa mama mengantarku ke rumah lagi?" tanyaku memberanikan diri untuk bersuara.

"Mama menyesal telah meremehkanmu dan bvahkan mengusirmu. Mama hanya melihat Kak Devan dan Keila tanpa memandangmu. Maafkan mama. Mama janji akan mengurus kamu lagi seperti dulu."

Aku segera turun dari mobil dan menatap rumah yang sudah aku rindukan. Bukannya aku masuk, aku malah mematung menatap rumahku. Tiba-tiba Kak Devan keluar rumah dan memelukku hangat. Akun hanya diam membeku menerima pelukan hangatnya.

"Dari mana saja adek gue ini? Kami semua khawatir," ujarnya.

"Kak, gue masih gak ngerti. Kenapa secera tiba-tiba seperti ini?" tanyaku lirih tanpa membalas pelukannya.

"Karena kita semua baru sadar atas kesalahan kita terhadap kamu. Ternyata kamu berlian yang kami tak sadari. Maafkan kami yang membiarkanmu terkotori oleh lumpur jadi kita tak menyadarinya kalau kamu spesial," jawab papa yang baru keluar rumah.

Aku terdiam. Berlian di lumpur? Seperti kata Aiden. "Dari mana papa bisa berkata seperti itu?"

Papa hanya menggeleng lalu memelukku. Dia mencium keningku lembut. Desiran rindu dan bahagia bercampur aduk menjadi satu. Aku rindu seperti ini. Dan aku sangat berharap untuk kesekian kalinya kalau kejadian ini nyata. Bukan mimpi.

"Ayo masuk. Selamat datang di rumahmu kembali. Mama sudah memasak sop jamur hangat kesukaanmu."

Aku segera mengangkat koperku ke atas menuju kamar. Aku akan membereskan semua pakaianku. Sebenarnya aku sangat lelah dan rindu kamarku walau hanya 1 minggu aku tak tidur di sini. Tak ada yang berubah dari kamarku kecuali pada dindingnya. Aku hanya bisa terpaku menatap lukisan pertamaku di kanvas di pajang dekat tempat tidurku. Siapa yang memasangnya? Apa itu artinya mereka menerima kelebihan yang aku miliki?

"Keira! Kamu makan dulu sini! Sopnya udah jadi," ajak mama di ambang pintu kamarku.

Aku mengangguk dengan mata yang tak teralihkan dari lukisan keluarga itu.

"Siapa yang memajangnya di sana?" tanyaku bingung sambil menatap mama yang sudah mengerti kalau aku ingin bertanya banyak hal.

"Kita semua. Maafkan mama yang dulu tak pernah menghargai karya kamu. Sekarang kita semua berubah dan mama mau jujur. Aku suka lukisan itu. Indah."

"Kenapa sekarang mama berubah pikiran? Bukan maksudnya aku gak mau. Aku senang. Tapi ini terlalu mendadak."

"Kan kita sudah bilang sebelumnya, kalau kita baru sadar dengan perbuatan kita terhadap kamu Keira. Kita semua menyesal," lirihnya dengan wajah lembut. Aku mencoba menahan tangisku. Sudah lama aku tak melihat wajah teduhnya itu lagi untukku. Ini pertama kalinya dari waktu yang sangat lama.

Di rumah makan sudah ada papa, Kak Devan, Dan Keila yang menungguku turun. Aku segera duduk di dekat mereka dan mengambil nasi lalu sup jamur hangat kesukaanku. Selama makan aku hanya diam. Sesekali aku memndengarkan obrolan mereka yang tak seperti biasanya. Selama ini aku hanya bisa jengkel mendengar ocehan yang tak ada kasih sayang untukku. Tapi kali ini aku bisa tertawa karena kejadian lucu yang mereka ceritakan walaupun aku mencoba mengabaikan tatapan Keila kepadaku yang sinis dan panuh kebencian. Tapi aku tidak memedulikannya. Sesekali aku terfokus ke obrolan mereka dan membuatku tersenyum. Mengingat kejadian masa lalu yang terulang lagi setelah sekian lamanya aku tunggu.

THANK YOU FOR READING

JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang