Masa laluku membuatku sulit merasakan kebebasan untuk bahagia.
Aku yang biasanya memakai celana panjangku dengan baju kaos sekarang tergantikan oleh baju feminim yang fashionable. Kali ini, Mason akan mengajakku pergi ke sebuah tempat yang katanya sangat indah. Entah apa itu, aku sungguh penasaran.
Mason : Gue udah ada di depan rumah lo.
Dengan gesit aku menyisir rambutku. Sebenarnya aku belum siap. Dengan perasaan panik aku segera turun menyusuri tangga dan menghampiri mobil yang terparkir di depan rumahku. Saat aku membuka pintu depan mobil ternyata ada Keila yang duduk di sana yang berbincang dengan Mason.
"Ngapain lo sini?" tanyaku ketus.
"Eh tuan putri sudah dateng. Gue keluar ya Mason. Makasih lo atas janjinya," kata Keila lalu keluar mobil.
"Wah Keira! Biasanya pake kaos. Mentang mentang sama cowok ya?" tanyanya kepadaku lalu berlari ke dalam rumah sebelum aku komplain dengan ucapannya.
"Ah lo ini! Nyebelin! Mason, abaikan kata-kata yang tadi," gerutuku lalu masuk ke mobilnya.
"Haha! Gak apa apa kok."
"Tadi janjin apa? Kata Keila 'makasih janjinya.'Itu janji apa?" Jujur saja, aku memang sedikit khawatir kali ini.
"Enggak kok," jawab Mason sambil menjalankan mobilnya.
Dia pasti menyembunyikan sesuatu dariku. Aku hanya bisa diam membiarkannya menyimpan rahasia.
Aiden : Lo sama Mason? Gue udh di belakang mobilnya tadi mau ngembaliin tempat makan. Ntar malem aja deh jam 8 ya.
Aku ternganga. Aku kira dia tidak jadi.
Keira : Eh iya. Maaf ya gue kira lo gak jadi.
Aiden : Kemana sih?
"Mason. Kita kemana?" tanyaku.
"Green Hills. Lo pasti suka dengan suasana alam di sana."
Keira : Green Hills. Emang kenapa?
Aiden : Gk sih. Nanya aja.
Aku tahu kalau aku telah membuatnya sakit hati. Tapi untuk apa? Dia tak mungkin suka padaku.
•••
Aku segera duduk di sebelah Mason dengan hati-hati. Aku tidak mau terpeleset dan jatuh dari tebing.
"Hati-hati." Mason memperingatiku sambil memegang tanganku. Jantungku berdetak sangat cepat.
"Iya gue bisa kok." Aku duduk di pinggir tebing.
Pemandangan luas terbentang di mataku. Hutan hutan rimbun di bawahnya membuatku merasa sejuk. Matahari yang siap meredupkan cahayanya berada di ujung dunia. Hangat.
"Keren banget!" seruku sambil terpana.
"Tuh kan gue yakin lo suka." Mason menatapku dengan lembut.
Tapi suasana ini bukan lah hal yang baik untukku. Hal ini membuatku seakan-akan ditarik ke masa lalu.
•••
Aku menatap iri Keila yang sedang berada di atas panggung untuk pertama kalinya. Wajah mungilnya menggambarkan kegembiraan yang luar biasa. Bahkan aku sangat sulit untuk mendapat kebahagiaan itu.
"Keila! Senyum!" seru mama di sampingku sambil memotret Keila yang membawa piala besar karena juara 1.
"Mama... Aku ingin sepertinya," ujarku dengan manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Happiness
Teen FictionKeira adalah perempuan tegar yang luar biasa. Dengan senyumnya ia menutupi semua penderitaannya. Terasa asing di tengah keluarganya bukan lah hal yang membuatnya menangis. Rumah yang tak lagi terasa nyaman tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum...